Saat itu gaji PNS guru tahun 1997 masih sebesar Rp 360.000,00, dan ada tawaran untuk memiliki rumah yang dibangun oleh Perumnas. Kesempatan itupun tidak saya lewatkan dan segera mengambilnya. Namun, klausa dari persyaratan yang terberat adalah pembayaran DP (Down Payment) atau uang mukanya adalah sebesar Rp 5.000.000,00.
Akhirnya bisa terpenuhi setelah menjual kendaraan sepeda motor Honda Prima milik istri yang biasa dipakai untuk transportasi mengajar di SMK Swasta setiap harinya. Saat itu laku sebesar Rp 3.000.000,00. Sedangkan Bapertarum membantu sebesar Rp 1.800.000,00 sehingga terkumpul uang sebesar Rp 4.800.000,00 dan sisanya kami cukupi sendiri.
Potongan dari Bank Tabungan Negara dengan skema cicilan per bulannya adalah Rp 162.500, 00 dari Gaji PNS Rp 360.000,00 per bulannya dalam pangkat III/a dengan termin 10 Tahun lamanya. Sisanya sebesar Rp 197.500,00 untuk biaya hidup selama sebulan.
Tiba-tiba, gaji PNS di era Presiden Gus Dur mengalami revisi kenaikan dua atau tiga kali. Pertama, gaji PNS naik sampai Rp 650.000,00. Kemudian, naik lagi sampai Rp 1.350.000,00 sampai akhirnya mencapai hingga Rp 2.500.000,00 pada awal Tahun 2000-an.
Beruntungnya, cicilan KPR BTN berbunga flat, dan tetap. Jadi meskipun gaji dinaikkan karena inflasi, cicilan rumah tetap Rp 162.500,00. Otomatis, cicilan baru berjalan sekitar 5 tahunan, langsung dilunasi untuk mengambil Sertifikat Hak Milik Rumah (SHM) Perumnas.
Jadi, Bapertarum atau Tapera ini memang sangat menguntungkan bagi para pegawai negeri dengan masa kerja baru 5 tahun saat itu karena telah membantu dalam menyediakan uang muka pembelian rumah meskipun terhitung sederhana.
Saking bahagianya bagi warga perumahan, ada tulisan mural di dinding tembok "KPR BTN" yang berada di taman dekat rumah yang tertulis 'Kredit Perumahan Rakyat' diganti menjadi 'Kompleks Perumahan Rakyat'.
Mengapa Tapera banyak mengalami penolakan di masyarakat?
Pertama, adanya aturan yang mengikat bahwa mereka yang menerima penghasilan baik dari pegawai negeri atau swasta, sama-sama akan dipotong gaji mereka sebesar 2,5% - 3% yang awalnya, sasaran Program Tapera kepada mereka yang bekerja dengan sistem penggajian yang dibayarkan dari uang yang bersumber APBN seperti khusus pada para ASN.
Kedua, adanya klausa 'wajib' untuk mengikuti Tapera bagi mereka yang berpenghasilan tetap baik bagi mereka pegawai negeri atau swasta meskipun mereka tidak menginginkan untuk mengikuti program Tapera dengan berbagai alasan yang salah satunya, mereka sudah memiliki rumah sendiri atau tinggal dengan kedua orang tua mereka dan alasan lainnya.