Adanya musibah kecelakaan study tour yang menimpa rombongan bus dari salah satu SMK di Subang, Jawa Barat dan telah menewaskan beberapa murid yang menjadi pesertanya  beberapa hari lalu, ternyata menjadikan polemik efek bola salju tak berkesudahan yang lama-lama membesar di masyarakat.
Semua pihak segera memberikan pendapatnya yang muncul dari persepsi setiap versi individu atau lembaga terkait yang berbeda sesuai dengan latar belakang dan kepentingannya masing-masing.
Mulai dari Dinas Pendidikan dan Instansi terkait, seperti Dinas Perhubungan, pihak sekolah, pihak jasa biro perjalanan yang menjadi pelaksana kegiatan study tour, juga dari pihak perusahaan jasa otobus, orang tua dan terakhir dari murid sendiri sebagai peserta kegiatan tersebut.
Semua pihak mulai saling menyalahkan dan ribut berpolemik di media massa, sehingga di beberapa daerah, memunculkan pernyataan dari beberapa pejabat di lingkungan Dinas Pendidikan yang memerintahkan, menghimbau, melarang, mengeluarkan Standar Operasional Prosedur (SOP), menunda atau bahkan ada yang menghentikan semua kegiatan study tour di setiap sekolah dengan alasan apapun.
Permasalahannya dimana?
Sebetulnya, pelarangan program study tour setelah peristiwa kecelakaan yang terjadi di Jawa Barat beberapa lalu, itu seperti satu hal yang membingungkan karena apinya di mana, dan asapnya di mana juga bila ingin dipadamkan akan sumber masalahnya.
Sungguh itu satu solusi yang tidak solutif dan menjadi aneh. Memangnya, program study tour itu salahnya apa? Salah guru di sisi mana juga? Study tour itu apa dan programnya siapa sih? Sampai ada meme yang menyakitkan hati di media sosial yang teganya menyalahkan para guru.
Dari berbagai sumber yang dirangkum, sebenarnya Program Study Tour itu apa dan bedanya dengan program yang lain-lain apa juga?
Pertama, program Study Tour itu sering kita kenal dengan istilah Karyawisata. Itu sebetulnya adalah pembelajaran di luar kelas. Kegiatan itu untuk memberikan pengalaman nyata secara langsung kepada anak didik dalam mempelajari budaya, adat, bahasa, kehidupan sekelompok masyarakat atau ilmu lainnya untuk bekal para murid sendiri saat hidup di masyarakat dunia yang heterogen kelak.
Kedua, program Study of Excursion. Ini adalah program sekolah yang mengajak anak didik untuk bersenang-senang tanpa membuat laporan di luar sekolah dan utamanya lebih banyak menggunakan aktivitas secara fisik pada lingkungan alam yang sama dan ada di sekitar mereka serta tidak jauh dari tempat atau kota mereka berdomisili.
Ketiga, program Field Trip, yaitu program sekolah yang juga mengajak anak didik untuk belajar secara langsung ke lingkungan sosial yang baru, ekstrem atau jauh dari kehidupan normal sehari-hari dimana mereka berdomisili atau berasal.
Salah satu misal, anak-anak kota yang diajak untuk belajar bagaimana menanam padi di desa dan banyak contoh lainnya. Field Trip ini sering kita kenal dengan istilah Darmawisata yang bertujuan untuk menjaga hidup bertoleransi pada lingkungan sosial, agama, ekonomi dan budaya masyarakat lainnya.
Keempat, Study of Immersion. Kata "Immersion" berarti mewarnai atau mencelup. Artinya, kegiatan ini untuk memberikan kesempatan pada anak didik untuk terlibat secara langsung baik secara teori ataupun praktik dalam di dalam kelas maupun kegiatan yang bersifat fisik.
Misalnya, anak-anak SMK Jurusan Pariwisata, belajar tarian Bali dan mempraktikannya secara langsung saat berada di Bali atau berkunjung ke Industri di daerah lain. Â Bisa juga, pergi dan berada di Australia atau negara lain selama beberapa pekan bagi anak SMA yang ingin memperdalam bahasa Inggris secara lisan dan tulis beserta budayanya serta contoh lain tentunya.
Dari keempat perbedaan di atas, kita sering menggunakan istilah Study Tour, karena secara tidak disadari, semua aspek berbagai jenis kegiatan di luar sekolah itu ternyata telah bercampur acak dan bersatu padu di dalamnya.
Study Tour Itu Program Siapa?
Sebelumnya harus dipahami bersama bahwa semua kegiatan yang sudah disusun selama satu tahun di sekolah, terbagi menjadi beberapa bagian mulai dari program Kurikulum, Program Sarana prasarana, Program Kehumasan dan Kerjasama dengan pihak luar, juga Program Kesiswaan.
Di dalamnya ada salah satu program, yaitu Study Tour yang disusun, diketahui, disosialisasikan dan disetujui bersama oleh stakeholders sekolah, seperti OSIS, Orang tua murid, Komite Sekolah, Guru, Sekolah dan Dinas Pendidikan dan pihak terkait lainnya, termasuk klausa waktu pelaksanaan dan sumber dana pembiayaannya.
Jadi, semua pihak jangan sekali-kali, memvonis bahwa study tour itu adalah program milik bapak dan ibu guru di setiap sekolah. Mereka dianggap bersenang-senang dan juga disebut memaksakan program study tour pada anak didik.
Semua asumsi tersebut tidaklah benar. Bahkan, jika boleh memilih, bapak dan ibu guru semua, bila bukan karena tugas menjadi pendamping para siswa yang berangkat di program study tour, pasti akan menolak. Mereka lebih suka healing dan refreshing bersama keluarga sendiri-sendiri daripada dengan para muridnya.
Mereka paham, tugas mereka menjadi guru pendamping di tugas lapangan selama beberapa hari di kegiatan study tour itu sangatlah berat. Bagaimana mereka harus menjaga kesehatan semua peserta, mengawasi keselamatannya, menjaga perilaku mereka di daerah lain dan juga selalu berusaha menjaga mood atau perasaan bahagia selama berada di kota lain saat study tour.
Klausa Musibah di Saat Study Tour
Pertanyaannya yang muncul, siapa juga yang menginginkan mendapat celaka atau musibah pada waktu melaksanakan kegiatan study tour ke daerah lain?
Manusia hanya berusaha dan belajar bagaimana meminimalkan musibah yang mungkin terjadi sebagai bentuk antisipasinya. Hanya saja, jika kendaraan bus pariwisata yang digunakan mengalami rem blong dan terjadi kecelakaan, anehnya langsung menunjuk para guru sebagai letak kesalahan terbesar.
Sebetulnya kasus kecelakaan kendaraan dan dianggap musibah di jalan raya itu bisa disebabkan oleh berbagai faktor yang berbeda.
Faktor Regulasi, mulai dari proses administrasi rekruitmen para sopir, kenek, montir, kondektur dari pemilik perusahaan otobus pariwisata yang lalai pada standart operasional pelakanaan khusus untuk study tour dan abai pada regulasi yang mengaturnya serta lemahnya sanksi hukum bila melanggar bagi mereka.
Faktor Alam juga bisa dijadikan sebagai penyebab kecelakaan seperti hujan, kabut, jalanan licin dan naik turun, jalan rusak berlubang, tanpa rambu lalu-lintas atau longsor serta masih banyak lainnya. Juga musimnya liburan sekolah, sehingga jadwal kegiatan study tour menjadi terprogram bersamaan pada pelaksanaannya di peak season.
Faktor Kendaraan. Misalnya usia kendaraan yang sudah tidak layak jalan, Uji Kendaraan Bermotor (KIR) yang tidak akurat dan terpercaya, karoseri kendaraan yang dimodifikasi tanpa izin atau kurangnya perawatan dan penggantian suku cadang yang memenuhi kelaikan untuk perjalanan jauh dan medan yang berat.
Faktor Human Error, yaitu faktor manusia yang dalam hal ini langsung tertuju pada sopir dan kenek kendaraan bus yang dipakai untuk study tour. Mereka juga manusia biasa yang bisa lelah, mengantuk, sakit, kurang konsentrasi, atau rendahnya keterampilan dalam mengemudi. Untuk itu, aturan membawa sopir cadangan atau pengganti, hukumnya adalah wajib untuk perjalanan jarak jauh.
Faktor Biro Perjalanan yang menjadi penanggung jawab penuh atas jalannya semua kegiatan study tour. Biro yang bertindak selaku Event Organizer (EO) Pariwisata yang dipilih haruslah selalu mengedepankan pelayanan yang terbaik mulai dari akomodasi, kondisi kendaraan, lokasi wisata, asuransi dan hal lainnya.
Faktor Pengawasan, yaitu kerjasama antara instansi terkait mulai dari Dinas Perhubungan yang harus berani mengeluarkan sertifikat rekomendasi untuk setiap bus yang dimiliki oleh perusahaan otobus pariwisata dan juga nama-nama setiap sopir yang berpredikat zero accident selama bekerja.
Dinas Pendidikan dalam hal ini juga harus mengeluarkan SOP pelaksanaan study tour dengan melampirkan daftar nama biro atau agen pariwisata yang terpercaya dan terekomendasi untuk dipilih setiap sekolah yang mempunyai program study tour.
Kepolisian, untuk prioritas keselamatan baik diminta ataupun tidak, untuk memberikan dukungan pengawalan pada rombongan bus pariwisata yang membawa rombongan anak didik saat mengikuti study tour, khususnya di daerah atau jalan yang rawan kecelakaan.
Kesimpulan
Memperhatikan berbagai permasalahan tentang study tour yang saat ini sedang ramai dibicarakan, keputusan akan penghentian program study tour dalam hal ini perlu dijadikan pemikiran lebih mendalam sehingga solusi dari permasalahan ini akan menjadi solutif untuk semua pihak.
Kata "penghentian" atau "pelarangan" kegiatan study tour, bisa diartikan sebagai satu bentuk untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap proses pelaksanaan study tour itu sendiri di masa mendatang agar tidak terulang lagi tragedi yang sama.
Hal itu akan menjadi lebih bijak dibanding membuat keputusan yang grusa-grusu dan dianggap sebagai solusi tanpa melalui evaluasi terlebih dahulu.
Namun, bila pelarangan study tour di sekolah bersifat tetap dan mengikat, ditakutkan kualitas pendidikan kita menjadi merosot. Juga menimbulkan pertanyaan yang akan memengaruhi banyak sektor lainnya seperti sektor pariwisata yang baru menggeliat bangkit setelah dihantam krisis akibat Pandemi Covid-19.
Dampak juga terasa pada sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) masyarakat di daerah yang bergerak di bidang kuliner, handycrafts, souvenir dan konveksi serta pengusaha hotel atau penginapan. Belum lagi para karyawan dari pihak perusahaan otobus dan pegawai biro pariwisata, mereka bisa terdampak gelombang PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) bila dunia pariwisata lesu dan melemah.
Anak didik ditakutkan akan menjadi generasi manja (Spoiled Students) yang berada di sangkar emas tanpa tahu dunia luar dimana mereka harus belajar tentang Inquiry dan Self-Discovery dalam menghadapi tantangan kehidupan ini melalui pengalaman secara langsung dalam praktiknya setelah sekian lama berkutat dengan teori-teori di dalam kelas.
Semua juga menyadari bahwa faktor pembiayaan selalu dijadikan dalih apapun di dalam berbagai jenis kegiatan dan salah satunya biaya untuk kegiatan study tour. Mahal dan murah, itu adalah hal relatif tergantung dari makna narasi study tour dan konteks nyata saat berada di lapangan.
Akan tetapi, demi dunia pendidikan ada istilah "Jer Basuki Mawa Beya", yang sering disalahartikan bahwa pendidikan itu memerlukan banyak biaya. Makna slogan itu sesungguhnya adalah, untuk meningkatkan kepandaian dan keilmuan diri generasi penerus, semua itu harus memerlukan pengorbanan.
Kata "Beya", yang dimaknai mulai dari banyak pengorbanan akan waktu, tenaga, pikiran, perasaan dan dana juga tentunya untuk menjadi bangsa yang hebat kelak di masa depan.
Artikel ditulis untuk Kompasiana.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H