Mohon tunggu...
Eko Adri Wahyudiono
Eko Adri Wahyudiono Mohon Tunggu... Guru - ASN Kemendikbud Ristek

Mengajar dan mendidik semua anak bangsa. Hobi : Traveling, tenis, renang, gitar, bersepeda, nonton film, baca semua genre buku, menulis artikel dan novel.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Pelarangan Program Study Tour, Solusi yang Solutifkah bagi Semua Pihak?

18 Mei 2024   04:26 Diperbarui: 19 Mei 2024   10:26 2895
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi berbagai jenis bus pariwisata yang digunakan saat kegiatan study tour. Sumber dokumentasi pribadi

Kepolisian, untuk prioritas keselamatan baik diminta ataupun tidak, untuk memberikan dukungan pengawalan pada rombongan bus pariwisata yang membawa rombongan anak didik saat mengikuti study tour, khususnya di daerah atau jalan yang rawan kecelakaan.

Kesimpulan

Memperhatikan berbagai permasalahan tentang study tour yang saat ini sedang ramai dibicarakan, keputusan akan penghentian program study tour dalam hal ini perlu dijadikan pemikiran lebih mendalam sehingga solusi dari permasalahan ini akan menjadi solutif untuk semua pihak.

Kata "penghentian" atau "pelarangan" kegiatan study tour, bisa diartikan sebagai satu bentuk untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap proses pelaksanaan study tour itu sendiri di masa mendatang agar tidak terulang lagi tragedi yang sama.

Hal itu akan menjadi lebih bijak dibanding membuat keputusan yang grusa-grusu dan dianggap sebagai solusi tanpa melalui evaluasi terlebih dahulu.

Namun, bila pelarangan study tour di sekolah bersifat tetap dan mengikat, ditakutkan kualitas pendidikan kita menjadi merosot. Juga menimbulkan pertanyaan yang akan memengaruhi banyak sektor lainnya seperti sektor pariwisata yang baru menggeliat bangkit setelah dihantam krisis akibat Pandemi Covid-19.

Dampak juga terasa pada sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) masyarakat di daerah yang bergerak di bidang kuliner, handycrafts, souvenir dan konveksi serta pengusaha hotel atau penginapan. Belum lagi para karyawan dari pihak perusahaan otobus dan pegawai biro pariwisata, mereka bisa terdampak gelombang PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) bila dunia pariwisata lesu dan melemah.

Anak didik ditakutkan akan menjadi generasi manja (Spoiled Students) yang berada di sangkar emas tanpa tahu dunia luar dimana mereka harus belajar tentang Inquiry dan Self-Discovery dalam menghadapi tantangan kehidupan ini melalui pengalaman secara langsung dalam praktiknya setelah sekian lama berkutat dengan teori-teori di dalam kelas.

Semua juga menyadari bahwa faktor pembiayaan selalu dijadikan dalih apapun di dalam berbagai jenis kegiatan dan salah satunya biaya untuk kegiatan study tour. Mahal dan murah, itu adalah hal relatif tergantung dari makna narasi study tour dan konteks nyata saat berada di lapangan.

Akan tetapi, demi dunia pendidikan ada istilah "Jer Basuki Mawa Beya", yang sering disalahartikan bahwa pendidikan itu memerlukan banyak biaya. Makna slogan itu sesungguhnya adalah, untuk meningkatkan kepandaian dan keilmuan diri generasi penerus, semua itu harus memerlukan pengorbanan.

Kata "Beya", yang dimaknai mulai dari banyak pengorbanan akan waktu, tenaga, pikiran, perasaan dan dana juga tentunya untuk menjadi bangsa yang hebat kelak di masa depan.

Artikel ditulis untuk Kompasiana.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun