Mohon tunggu...
Eko Adri Wahyudiono
Eko Adri Wahyudiono Mohon Tunggu... Guru - ASN Kemendikbud Ristek

Mengajar dan mendidik semua anak bangsa. Hobi : Traveling, tenis, renang, gitar, bersepeda, nonton film, baca semua genre buku, menulis artikel dan novel.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen : Pak Kadirin dan Malam Lebaran

13 April 2024   21:57 Diperbarui: 23 April 2024   23:12 1773
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Pak Kadirin dan malam lebaran. Sumber gambar iStockphoto.com

"Kami semua menyampaikan duka cita sedalam-dalamnya atas meninggalnya Ibu Tumirah, istri Bapak Kadirin beserta kedua anaknya, yaitu Sabela dan Nabela dalam musibah kecelakaan yang menimpa mobil travel rental yang mereka tumpangi terjadi di jalan Tol tadi pagi"

Pak Kadirin yang masih terduduk lemas dan beberapa pria yang merupakan para tetangganya sedang membantu dan memegang badan renta dan kurus kering pak Kadirin saat sedang menerima tamu dari aparat Kepolisian setempat serta pejabat lainnya termasuk dari petugas asuransi jiwa.

"Innalillahi wa inna ilaihi rojiun, kami semua ikut mendoakan semoga almarhumah istri bapak, juga Sabela dan Nabela digolongkan pada mereka yang husnul khotimah, serta Bapak Kadirin senantiasa diberikan kekuatan iman, kesehatan dan keikhlasan dalam menerima musibah ini".

Kalimat pelan namun sungguh sangat menyesakkan bagi mereka semua yang mendengarkannya terucap dari seorang Polisi di rumah duka Pak Kadirin membuat semua warga yang hadir ikut terenyuh dan dilanda keharuan tak terkira.

Baca Juga : Kecelakaan Mengerikan Terjadi di Depan Gerbang Sekolah

Berita atas meninggal Ibu Tumirah dengan kedua anak perempuannya yang masih duduk di bangku SMA itu sangat mengejutkan seluruh warga Jalan Kemiri. Sudut jalan di pinggiran kota yang terletak di Lereng Gunung Lawu itu memang dihuni oleh hanya beberapa rumah dalam satu Rukun Tetangga (RT).

Semua warga pun serentak menyambut kedatangan mobil ambulans yang membawa ketiga jenazah keluarga Pak Kadirin untuk dikebumikan di pemakaman umum di kelurahan setempat.

"Mohon maaf, karena kecelakaan ini terjadi pada mobil travel gelap yang ditumpangi para korban, untuk itu disampaikan bahwa sesuai dengan peraturan perusahaan asuransi, bahwa tidak ada santunan asuransi jiwa yang diberikan untuk keluarga yang ditinggalkan". Semua yang duduk di rumah duka menjadi semakin terdiam kelu mendengar penjelasan tersebut,

"Akan tetapi mohon diterima dengan ikhlas sedikit uang duka dari kami pribadi semua selaku para petugas yang mengantar jenazah para korban kecelakaan ke rumah duka ini", ucap salah satu anggota Polisi di situ dan segera menyerahkan bungkusan amplop pada Pak Kadirin.

Namun, karena beliau masih terlihat lemas dan pucat, akhirnya Pak Wawan, selaku ketua RT setempat segera sigap dan mewakili keluarga yang tertimpa musibah untuk menerimanya sambil berkata lirih, "Atas nama keluarga Pak Kadirin dan warga di sini, kami semua menyampaikan banyak terima kasih atas bantuan dan sumbangannya".

Prosesi pemakaman telah dilaksanakan dalam suasana keharuan diiringi rinai gerimis kecil di tempat pemakaman umum itu. Masyarakat sekitar yang agak jauh dan mendengar adanya musibah tersebut pun ikut berduyun  untuk membantu mengantarkan para jenazah korban lalu lintas ke peristirahatan terakhirnya.

Keharuan semakin tak terkira dan isak tangis mewarnai pemakaman saat ketiga jenazah korban kecelakaan dimasukkan ke liang lahat dengan saling berjejer. Pak Kadirin berdiri diam mematung tanpa ekspresi hanya dengan tatapan kosong saat melihat urugan tanah yang semakin tinggi pada jenazah istri dan kedua anaknya tersebut.

Baca Juga : Penjual Nasi Pecel dan Tukang Pijat yang Kupanggil "Ibu" itu Adalah Seorang Pembohong

Para tetangga Pak Kadirin mengetahui kehidupan sehari-harinya. Rumah kecil semi permanen di ujung jalan dengan lantai rabatan semen adalah rumah yang dihuni bersama kedua anak gadisnya yang cantik dan mulai menjelang remaja.

Sehari-harinya, Pak Kadirin bekerja sebagai buruh tani di sawah di pinggiran desa yang membutuhkan tenaganya. Bila tidak ada pekerjaan, terkadang dia ikut bekerja menjadi kuli bangunan di beberapa proyek dengan upah yang sangat kecil dan sangat tidak mencukupi untuk kebutuhan hidup sehari-hari dan biaya sekolah anak-anaknya.

Bu Tumirah, istri pak Kadirin, semenjak datangnya bulan Ramadan, dia meminta izin suaminya untuk pergi ke Surabaya dan bekerja sebagai pembantu rumah tangga untuk mencari tambahan penghasilan agar bisa membantu memenuhi kebutuhan menjelang lebaran dan juga demi kebutuhan hidup serta untuk menyenangkan kedua buah hatinya di hari lebaran.

Sabela dan Nabela, begitu ada waktu sepekan liburan menjelang lebaran tiba, mereka berdua segera menyusul ibunya ke Surabaya. Pak Kadirin juga mengizinkan karena sudah diberitahu istrinya, bahwa majikannya adalah orang yang sangat baik dan mengundang anak-anak untuk datang berkunjung dan menginap di rumahnya di Surabaya.

Dua hari sebelum lebaran, Ibu Tumirah dan kedua anaknya pun segera bersiap kembali ke kotanya di Lereng Gunung Lawu. Hanya saja, semua tiket kereta api atau pun bus sudah terpesan habis. Jalan satu-satunya dan meskipun agak mahal bagi Bu Tumirah, adalah naik mobil travel rental atau mobil carteran bersama dengan penumpang lain yang tidak dikenalnya.

Rencananya, Pak Kadirin akan menemui mereka di Pasar Baru dan bertemu dengan istri serta kedua anaknya saat tiba. Sebelumnya, uang tabungan selama menjadi kuli bangunan dan juga uang gaji kerja sebulan dari istrinya selama menjadi pembantu rumah tangga akan digabung dan dipakai untuk membeli baju baru kedua anaknya.

Membayangkan hal itu saja, wajah Pak Kadirin sudah sangat bahagia. Namun, setelah sekian lama menunggu di pasar baru, ternyata belum juga ada mobil travel yang datang. Dengan gontai, akhirnya dia pun segera pulang rumahnya dan berharap istri dan kedua anaknya sudah tiba di sana.

Alangkah terkejutnya pak Kadirin saat melihat banyaknya warga yang berkerumun dan juga adanya mobil ambulans di depan rumahnya. Beberapa orang merangkulnya dan memegang bahunya sambil berbisik lirih,"...yang sabar, pak!" Ada yang berkata ,"..yang ikhlas, pak!".

Pak Kadirin masih belum memahami dengan jelas sebenarnya ada kejadian apa sampai Pak Wawan selaku ketua RT mengatakannya dengan lirih tentang adanya berita duka atas meninggalnya istri dan kedua anaknya karena kecelakaan.

Sehari setelah pemakaman, warga melihat keteguhan hati, keimanan, keikhlasan dan kesabaran Pak Kadirin menjadi sangat kagum dan bersyukur. Bagaimana tidak, meskipun ditinggal mati kecelakaan oleh istri dan kedua anak gadisnya yang menjelang remaja, beliau tetap tenang dan hanya tersenyum bila disapa tetangganya.

Baca Juga :Ludah

Sore hari terakhir Ramadan menjelang berbuka puasa dan dilanjutkan dengan takbir Akbar, Bu Wawan, Ibu RT datang untuk memberikan takjil ke rumah Pak Kadirin yang sekarang hidup sendirian di rumah kecil itu.

Saat berniat untuk mengetuk pintu, tiba-tiba, Pak Kadirin juga membukanya. "Assalamualaikum Pak Kadirin, maaf ini ada takjil untuk berbuka puasa, silakan dinikmati!" kata Bu Wawan secara spontan sambil menyerahkan piring berisi makanan.

Setelah menjawab salam dan berterima kasih, Pak Kadirin pun menerima piring makanan tersebut dan meletakkannya di lincak (meja bambu) di teras.

"Maaf, Bu Wawan, bisakah selepas berbuka puasa, saya menitipkan kunci rumah saya yang sederhana ini ke Anda?", kata Pak Kadirin dengan sopan.

"Saya nanti malam mau takbiran di Masjid Agung di alun-alun dekat Pendopo Kabupaten! Mungkin juga saya tidak pulang malamnya karena saya ingin langsung salat Idul Fitri di pagi harinya di sana" , tambah Pak Kadirin lagi.

Bu Wawan yang tadinya merasa heran dan ingin bertanya, akhirnya membatalkan diri setelah ada kalimat tambahan tadi dari pak Kadirin, "Baik Pak, Bisa kok!", jawab bu Wawan dengan perasaan senang melihat sosok tegar pak Kadirin meskipun telah ditinggal mati istri dan anaknya.

Keesokan harinya, setelah salat sunah idul fitri digelar di Masjid Agung dekat alun-alun, warga masyarakat digegerkan dengan adanya penemuan mayat tak dikenal di dasar sungai yang penuh bebatuan dan wajahnya sulit dikenali juga tanpa ditemukan adanya identitas di saku bajunya. 

Diduga, korban sengaja meloncat dari Jembatan Gondang yang terkenal tinggi dan sering dipakai orang untuk bunuh diri. 

Sampai akhirnya korban bisa dikenali sebagai sosok Pak Kadirin yang baru ditinggal mati istri dan kedua anaknya dalam kecelakaan mobil di Jalan Tol dua hari menjelang lebaran.

Cerpen ditulis untuk Kompasiana.com

Magetan, 13 April 2024

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun