Memang tidak dipungkiri, selama pertengahan tahun 2020 setelah pandemi Covid-19 merebak ke seluruh penjuru dunia dan awal tahun 2022, semua kegiatan pembelajaran dilakukan secara dalam jaringan. Kemudian ada tatap muka 50% di sekolah secara sistem shift (bergantian) dengan hari masuk sekolah bergiliran bagi murid.
Hasilnya bisa ditebak. Semua kemampuan kognitif, keterampilan dan afektif anak didik menutun drastis. Juga, sulit mengukur hasil evaluasi anak didik akan penguasaan materi yang disampaikan. Semua menjadi Unreliable dan Invalid.
Perlu diketahui bahwa spirit of learning anak itu berkembang sesuai dengan usia, lingkungan, motivasi diri, peranan orang tua dan tingkat kecerdasan pada setiap individunya.
Saat metode inquiry and self discovery learning (kemampuan untuk menemukan dan menggali kemampuan belajar mandiri) belum muncul pada banyak murid.
Di sinilah letak akar permasalahan pendidikan di semua negara berkembang di banyak penjuru dunia. Bagi negara maju, pendidikan anak-anak adalah kebutuhan primer.
Mencermati semua permasalahan di dunia pendidikan di atas, baik sebelum atau setelah pandemi Covid-19, mereka yang merasa dirinya sebagai guru sejati tanpa melihat usia, fisik atau bebannya, pastilah mereka semua akan siap dan tetap memilih Work From Office (WFO) dengan segala resikonya.
***
"Berapa jumlah guru yang tersisa?" Itulah pertanyaan Kaisar Jepang saat kalah dalam perang dunia kedua.
Karena beliau tahu, bahwa Jepang akan bisa bangkit lagi melalui pendidikan dan para guru adalah sebagai ujung tombaknya demi mengantarkan anak didiknya dalam mewujudkan cita-cita di masa depan mereka untuk membangun sebuah negara menjadi maju.Â
***
Saat ini kita ketahui bersama bahwa hal itu telah terbukti, kan!!?