belum semua masyarakat Batak Toba "mementingkan" keyakinan (hukum agama) dan undang-undang perkawinan dalam pelaksanaan adat istiadat perkawinannya, rangkaian pelaksanaan adat pernikahan pada masa ini dimulai dari mangebati boru ni tulang, martandang, domu-domu, penetapan pertunangan, marhata sinamot, ulaon unjuk, paulak une, dan diakhiri dengan manjae/maningkir tangga.
Pada tahun 1970, pelaksanaan adat perkawinan pada masyarakat Batak Toba mulai mengalami perubahan karena adanya pengaruh perkembangan waktu dan pemikiran pada masyarakat Batak Toba. Perubahan yang paling mendasar disini ialah semakin sedikitnya perkawinan yang dilakukan dengan pariban kandung karena sudah berbaurnya kepercayaan (agama)Â
dengan perkembangan pemikiran dan aturan-aturan yang ada dari persekutuan keyakinan masing-masing masyarakat Batak Toba pada adat istiadatnya. Pada tahun 1970 dan setelahnya, jika akan melaksanakan adat pernikahanÂ
maka harus didasari oleh hukum adat, perundang-undangan dan hukum agama serta harus mendapatkan pemberkatan dari gereja agar dianggap sah dan dapat diterima oleh masyarakat.
 Proses pelaksanaan adat perkawinan masyarakat Batak Toba pada tahun 1970 dan setelahnya dimulai dari kegiatan kunjungan yang dilakukan seorang pria ke rumah wanita pilihannya (mangaririt), menyampaikan lamaran,Â
pembicaraan singkat antar kedua belah pihak (marhusip), marhata sinamot, martonggo raja, acara pemberkatan, dan ulaon sadari. Pengantin dalam ini, kebanyakan tidak lagi menjalankan tradisi manjae.Â
Banyak hal yang menyebabkan perbedaan dalam pelaksanaan adat perkawinan Batak Toba seperti keberagaman agama, etnis, penyatuan etnis dalam hubungan perkawinan dan pengaruh era globalisasi. Selain itu, ada juga beberapa faktor lain yang membuat adat perkawinan Batak Toba dapat berubah yaitu: Perubahan komponen masyarakat dari waktu ke waktu, Kesadaran pribadi atau kelompok, Perekonomian,Â
Hubungan sosial, Teknologi, serta Modernisasi. Pengaruh agama juga memungkinkan adanya terjadi perubahan dalam proses pelaksanaan adat perkawinan pada Etnis Batak Toba, namun hal itu dapat disikapi dengan baik dari musyawarah masyarakat Batak Toba itu sendiri.
Dalam hal waktu, pelaksanaan adat pernikahan pada Etnis Batak Toba sebelum tahun 1970 menghabiskan waktu berhari-hari lamanya. Namun, pada tahun 1970 dan setelahnya, masyarakat Batak Toba menganggap bahwa pelaksanaan adat perkawinan itu tidak lagi membutuhkan waktu yang lama, karena dalam waktu yang sederhana saja bisa membuat suatu pelaksanaan adat itu lebih praktis dan teratur (ulaon sadari).
Sebelum tahun 1970, pelaksanaan adat perkawinan masyarakat Batak Toba biasanya dibuat di halaman rumah yang cukup luas dengan tikar sebagai alas tempat duduk dan terpal sebagai pelindung dari panas matahari. Pada tahun 1970 dan setelahnya, kebiasaan ini mulai menghilang pelaksanaan pesta adat mulai dilakukan diruangan adat (wisma) walaupun tidak semua orang melakukannya.Â
Pada sebelum tahun 1970, Maskawin atau sinamot yang diberikan berbentuk hewan peliharaan seperti kerbau dan babi, sawah atau kebun, dan benda berharga lainnya.Â