Mohon tunggu...
Dzunnur Azzukhrufiah Amna
Dzunnur Azzukhrufiah Amna Mohon Tunggu... Mahasiswa - MAHASISWI FISIP UNSRI JURUSAN ILMU KOMUNIKASI

Hobi saya nonton windah, dan ngefangirl, ayo stan stray kids!!😘

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Polarisasi Akibat Politik Identitas di Indonesia: Penyebab, Dampak, dan Solusi

4 Oktober 2024   15:41 Diperbarui: 4 Oktober 2024   16:11 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Politik identitas telah menjadi salah satu fenomena paling mencolok dalam politik Indonesia dalam beberapa tahun terakhir. Penggunaan unsur-unsur seperti agama, suku, dan ras sebagai alat untuk mendapatkan dukungan politik tidak hanya memperdalam perpecahan sosial, tetapi juga menciptakan polarisasi yang tajam di masyarakat. Fenomena ini semakin diperkuat oleh perkembangan teknologi informasi dan media sosial, yang memungkinkan penyebaran narasi-narasi identitas menjadi lebih cepat dan masif.

Apa itu Polarisasi?

Dalam KBBI, Polarisasi artinya pembagian dua atau lebih pihak yang berlawanan. Sehingga dalam politik, Polarisasi mengacu pada perbedaan paham dan pandangan antara kelompok-kelompok tertentu dalam politik.

Apa itu Politik Identitas?

Politik identitas adalah praktik di mana identitas kelompok (seperti agama, suku, ras, atau etnis) digunakan oleh aktor politik untuk memperoleh dukungan dari kelompok tertentu. Dalam konteks Indonesia, politik identitas sering kali berfokus pada sentimen agama dan suku, mengingat keberagaman etnis dan keagamaan yang sangat kaya di negara ini.

Alih-alih berfokus pada kebijakan atau visi pembangunan yang inklusif, politik identitas memobilisasi massa berdasarkan perbedaan identitas dengan mengangkat narasi "kami" versus "mereka." Hal ini membuat perdebatan politik bergeser dari isu substantif menuju retorika identitas yang berpotensi memecah belah.

Penyebab Polarisasi Akibat Politik Identitas

1. Keragaman Sosial yang Rentan Dimanfaatkan

Indonesia adalah negara majemuk yang kaya akan keberagaman suku, ras, agama dan etnis. Sayangnya, keragaman ini sering kali dimanfaatkan oleh aktor politik untuk mendapatkan keuntungan elektoral. Isu-isu seperti mayoritas versus minoritas atau ketegangan antara kelompok agama sering kali dijadikan alat untuk menggalang dukungan atau menyerang lawan politik.

Misalnya, Pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2017 menjadi titik balik dalam munculnya polarisasi akibat politik identitas, di mana isu agama digunakan secara masif untuk menyerang calon tertentu dan memobilisasi dukungan berdasarkan identitas keagamaan.

2. Peran Media Sosial

Perkembangan teknologi, khususnya media sosial, telah mempercepat penyebaran narasi politik identitas. Platform seperti Facebook, Twitter, dan WhatsApp memungkinkan informasi dan misinformasi terkait isu identitas menyebar dengan cepat. Fenomena echo chamber (ruang gema), di mana individu hanya terpapar pada informasi yang memperkuat pandangan mereka sendiri, memperkuat polarisasi.

Di dunia maya, hoaks dan ujaran kebencian sering kali memicu ketegangan antar kelompok, memperdalam perbedaan pandangan, dan memperburuk hubungan antar komunitas. Hoaks yang memanipulasi sentimen keagamaan atau etnis sering kali viral dan digunakan untuk memperkuat narasi politik identitas.

3. Elit Politik yang Memanfaatkan Sentimen Identitas

Elit politik sering kali memanfaatkan politik identitas untuk mendapatkan suara, terutama di daerah-daerah dengan sentimen identitas yang kuat. Retorika populis yang mengangkat sentimen mayoritas-minoritas atau memperuncing perbedaan antar kelompok digunakan untuk meraih simpati massa. Kampanye politik yang mengandalkan sentimen identitas ini efektif dalam memobilisasi massa, terutama di masyarakat yang tingkat pendidikannya rendah atau kurang terpapar informasi politik yang objektif.

Dampak Polarisasi akibat Politik Identitas

1. Perpecahan Sosial

Polarisasi yang muncul akibat politik identitas menyebabkan perpecahan sosial yang signifikan. Masyarakat yang sebelumnya hidup berdampingan secara damai dapat terpecah menjadi kelompok-kelompok yang saling berseberangan berdasarkan identitas mereka. Hal ini terlihat dalam berbagai peristiwa politik, seperti Pilkada DKI Jakarta 2017, di mana hubungan antar kelompok agama dan etnis menjadi tegang.

Ketegangan sosial ini tidak hanya terjadi pada masa kampanye politik, tetapi juga berlanjut dalam kehidupan sehari-hari. Masyarakat menjadi lebih terfragmentasi, dan prasangka antar kelompok meningkat. Polarisasi ini merusak modal sosial yang diperlukan untuk menjaga persatuan dan toleransi di masyarakat.

2. Menurunnya Kualitas Demokrasi

Politik identitas sering kali mengalihkan perhatian dari isu-isu kebijakan publik yang penting. Alih-alih berfokus pada program pembangunan atau solusi atas masalah sosial-ekonomi, perdebatan politik berfokus pada isu identitas yang emosional. Ini menyebabkan diskursus politik menjadi dangkal dan tidak substantif.

Selain itu, penggunaan politik identitas yang berlebihan dapat melemahkan institusi demokrasi. Pemilu yang seharusnya menjadi ajang kompetisi ide dan kebijakan berubah menjadi arena pertempuran identitas, di mana pemilih memilih berdasarkan kesamaan identitas, bukan atas dasar kualitas atau program kandidat.

3. Tumbuhnya Ekstremisme

Polarisasi yang berakar pada politik identitas juga berisiko memunculkan ekstremisme. Sentimen yang terlalu mengagungkan identitas kelompok tertentu dan merendahkan kelompok lain dapat memicu aksi-aksi intoleran, diskriminatif, bahkan kekerasan. Hal ini berbahaya karena dapat memperuncing konflik dan mengancam stabilitas nasional.

Solusi untuk Mengatasi Polarisasi akibat Politik Identitas

1. Pendidikan Politik yang Inklusif

Salah satu cara untuk mengurangi dampak negatif politik identitas adalah melalui pendidikan politik yang inklusif. Masyarakat perlu diedukasi untuk lebih memahami pentingnya substansi kebijakan dalam memilih pemimpin, daripada terjebak pada sentimen identitas. Pendidikan politik yang menekankan nilai-nilai pluralisme, toleransi, dan kebhinekaan harus diperkuat di sekolah-sekolah dan di ruang publik.

2. Peran Media dalam Menyebarkan Informasi yang Benar

Media, baik media konvensional maupun media sosial, harus memainkan peran yang lebih besar dalam melawan misinformasi dan hoaks yang memicu politik identitas. Media harus proaktif dalam melakukan verifikasi informasi, menyebarkan narasi yang inklusif, serta mendorong diskursus politik yang berbasis data dan fakta.

Di sisi lain, pengguna media sosial perlu lebih sadar akan tanggung jawab dalam menyebarkan informasi. Literasi digital menjadi penting untuk menghindari masyarakat terjebak dalam ruang gema yang memperparah polarisasi.

3. Komitmen Elit Politik untuk Menolak Politik Identitas

Elit politik memegang peran kunci dalam menentukan arah politik nasional. Diperlukan komitmen dari para pemimpin politik untuk menolak penggunaan politik identitas sebagai alat kampanye. Mereka harus berfokus pada isu-isu kebijakan yang lebih relevan bagi kesejahteraan rakyat, seperti pendidikan, kesehatan, dan ekonomi.

Selain itu, partai politik juga perlu mengedepankan calon-calon pemimpin yang tidak hanya kompeten, tetapi juga memiliki rekam jejak yang baik dalam menjaga kerukunan sosial dan menolak penggunaan sentimen identitas dalam kampanye.

Kesimpulan

Polarisasi akibat politik identitas merupakan ancaman serius bagi persatuan dan kualitas demokrasi di Indonesia. Meski politik identitas mungkin efektif secara elektoral dalam jangka pendek, dampak jangka panjangnya sangat merusak bagi kohesi sosial dan stabilitas politik. Oleh karena itu, diperlukan upaya kolektif dari semua pihak masyarakat, media, dan elit politik untuk mengurangi polarisasi ini dan mempromosikan politik yang lebih inklusif dan berbasis kebijakan. Hanya dengan cara inilah Indonesia dapat menjaga keutuhan bangsa dan membangun masa depan yang lebih demokratis dan harmonis.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun