Politik identitas telah menjadi salah satu fenomena paling mencolok dalam politik Indonesia dalam beberapa tahun terakhir. Penggunaan unsur-unsur seperti agama, suku, dan ras sebagai alat untuk mendapatkan dukungan politik tidak hanya memperdalam perpecahan sosial, tetapi juga menciptakan polarisasi yang tajam di masyarakat. Fenomena ini semakin diperkuat oleh perkembangan teknologi informasi dan media sosial, yang memungkinkan penyebaran narasi-narasi identitas menjadi lebih cepat dan masif.
Apa itu Polarisasi?
Dalam KBBI, Polarisasi artinya pembagian dua atau lebih pihak yang berlawanan. Sehingga dalam politik, Polarisasi mengacu pada perbedaan paham dan pandangan antara kelompok-kelompok tertentu dalam politik.
Apa itu Politik Identitas?
Politik identitas adalah praktik di mana identitas kelompok (seperti agama, suku, ras, atau etnis) digunakan oleh aktor politik untuk memperoleh dukungan dari kelompok tertentu. Dalam konteks Indonesia, politik identitas sering kali berfokus pada sentimen agama dan suku, mengingat keberagaman etnis dan keagamaan yang sangat kaya di negara ini.
Alih-alih berfokus pada kebijakan atau visi pembangunan yang inklusif, politik identitas memobilisasi massa berdasarkan perbedaan identitas dengan mengangkat narasi "kami" versus "mereka." Hal ini membuat perdebatan politik bergeser dari isu substantif menuju retorika identitas yang berpotensi memecah belah.
Penyebab Polarisasi Akibat Politik Identitas
1. Keragaman Sosial yang Rentan Dimanfaatkan
Indonesia adalah negara majemuk yang kaya akan keberagaman suku, ras, agama dan etnis. Sayangnya, keragaman ini sering kali dimanfaatkan oleh aktor politik untuk mendapatkan keuntungan elektoral. Isu-isu seperti mayoritas versus minoritas atau ketegangan antara kelompok agama sering kali dijadikan alat untuk menggalang dukungan atau menyerang lawan politik.
Misalnya, Pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2017 menjadi titik balik dalam munculnya polarisasi akibat politik identitas, di mana isu agama digunakan secara masif untuk menyerang calon tertentu dan memobilisasi dukungan berdasarkan identitas keagamaan.
2. Peran Media Sosial