Mohon tunggu...
Hamba Ngoceh
Hamba Ngoceh Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Bahagia adalah bisa terus bercerita!

Karena ngoceh adalah bentuk dari manusia paling merdeka.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Membawa Kembali Rumsanih

27 Agustus 2021   20:53 Diperbarui: 27 Agustus 2021   22:30 261
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Kita memang sudah lama merdeka kek..."

Tangis beliau pecah. Tangisku apalagi. Beberapa tetanggaku yang ada di sini juga tak kuasa menahan air matanya. Pak Tengsek lemas sebelum kembali duduk, mengangkat songkok hitam di kepalanya kemudian menyapu muka dan air mata dengan tangan kanannya.

"Kalau kita sudah merdeka, kenapa saya masih susah buat cari makan? Kalau kita sudah merdeka, kenapa orang-orang melihat saya dengan tatapan kejam? Lebih kejam dari mata tentara Jepang. Saya ini rakyat Indonesia.."

Euforia di sekitar tanah rumahku sekarang penuh dengan air mata.

"Kalau Jepang sudah kalah, kenapa tidak apa yang mengunjungi saya di desa? Setelah bapakmu ngga ada. Rumah saya tidak pernah kedatangan manusia selain saya seorang." Shit, tidak ada tamparan yang paling keras yang pernah kurasakan selain kalimat yang demikian.

Selama ini aku berbohong tentang Rumsanih yang dipindahkan ke daisu. Sebenarnya daisu adalah potongan kata dari paradaisu: surga. Ya, Rumsanih sudah meninggal. Tidak bisa kubayangkan betapa terlukanya pak Tengsek kalau tahu buah hati satu-satunya sudah tiada. Bagi pak Tengsek tidak ada yang lebih berharga di dunia ini selain Rumsanih.

Setelah itu, aku mengantar pak Tengsek kembali ke Sukabumi. Sekarang beliau tidak lagi kesusahan mencari makan. Kisahnya begitu cepat menyebar lewat sosial media. Banyak bantuan yang datang ke rumah beliau. Meski begitu, beliau masih saja menolak ketika ada yang mengajaknya tinggal di tempat yang lebih layak. Bagi pak Tengsek, tidak ada tempat yang lebih layak untuknya selain berada di dekat Rumsanih dan istrinya.

Seminggu setelahnya, aku mendapat kabar duka.

Pak Tengsek telah tiada. Tangisku kembali meledak. Perasaan sedih dan haru menjadi satu. Pada akhirnya kita semua akan mati. Tidak, maksudku, pada akhirnya kita akan kembali kepada mereka yang kita cinta.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun