Mohon tunggu...
Hamba Ngoceh
Hamba Ngoceh Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Bahagia adalah bisa terus bercerita!

Karena ngoceh adalah bentuk dari manusia paling merdeka.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Membawa Kembali Rumsanih

27 Agustus 2021   20:53 Diperbarui: 27 Agustus 2021   22:30 261
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pak Tengsek adalah adik dari almarhum kakekku. Beliau adalah seorang prajurit veteran. Gangguan skizofrenia pada usianya yang sudah lanjut menyebabkan pikirannya kacau. Hal tersebut juga menyebabkan gangguan emosi yang membuatnya menjadi labil, cemas, bingung, mudah marah, mudah salah faham dan yang paling parah adalah alam pikiran beliau yang masih terjebak pada masa penjajahan Jepang.

 Tidak jarang beliau mampir melimpir ke rumahku hanya untuk membahas strategi penyelamatan anaknya. Pernah suatu hari beliau membawa sebilah bambu runcing kemudian mengajakku menyusup ke salah satu rumah bordil Jepang guna mencari Rumsanih. Aku tidak bisa bayangkan apa kata orang di sepanjang perjalanan beliau. Sudah berkali-kali keluargaku mengajaknya tinggal di sini tapi beliau terus menolak. Katanya, bagaimana kalau Rumsanih berhasil melarikan diri sedang dirinya tidak ada di rumah?

Hari ini semua orang menatapku sinis. Dalam kepala mereka pasti terbesit mengapa aku tidak memberitahu yang sebenarnya. Mereka tidak tahu apa akibatnya ketika membeberkan bahwa negeri kita ini sudah merdeka. Marah besar!

"Kek, masuk dulu yuk ke dalam," ajakku pada pak Tengsek

"Buat apa masuk? Tengok, kita sudah punya banyak pasukan. Sudah lama kita tidak menyerbu tentara Jepang dengan jumlah ini. Lebih baik kau juga siap-siap, hari ini kita gempur mereka!"

Orang-orang di sekitarku mulai mengerutkan kening mereka.

"Kita ini sudah merdeka, kek! Jepang sudah kalah!"

O tidak. Pria di sampingku melontarkan kalimat terlarang dengan begitu jelas. Satu, dua, tiga...

"Siapa bilang kita sudah merdeka?! Dia pasti pengkhianat yang membelot ke Jepang. Apa kalian tidak melihat begitu banyak utusan-utusan jepang di sana?!" bentak pak Tengsek sambil berdiri melontarkan nada mayor dan mendorong meja kayu bundar di depannya. Emosinya memuncak. Para pendengar cerita pak Tengsek sedikit memundurkan langkahnya dan menjaga jarak. Aku mencoba menenangkan beliau.

"Kasih tau, tong. Serdadu Jepang masih ada. Masih berkeliaran dimana-mana." Pak Tengsek memintaku untuk membelanya. Tanpa sadar air mataku sudah tak bisa terbendung lagi. Begitu juga beliau. Aku hanya bisa memeluknya tanpa melontarkan sepatah kata.

"Tong, kasih tau orang-orang ini. Kasih tau mereka!" kata pak Tengsek dalam pelukanku. Aku perlahan mulai membuka pelukan. Menghapus air mata. Kemudian meraih pundak beliau dan berkata sambil terisak

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun