Mohon tunggu...
dzulfaqordaffa
dzulfaqordaffa Mohon Tunggu... Mahasiswa - MAHASISWA

HOB SYA MEMBACA DAN MEMANAH

Selanjutnya

Tutup

Artificial intelligence Pilihan

Prespektif Islam Terhadap Penggunaan Microchip AI Pada Manusia

24 Desember 2024   09:35 Diperbarui: 24 Desember 2024   09:33 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi penanaman Microchip pada otak manusia

Di era modern ini teknologi bekembang dengan sangat cepat, dan yang menjadi perhatian utama saat ini adalah kecerdasan buatan  Artificial Intellegent (AI) yang merupakan Sistem teknologi yang sangat cerdas hingga bisa menirukan manusia dalam beberapa hal. Teknologi ini tidak hanya berpengaruh pada cara manusia berkomunikasi, bekerja dan hidup, akan tetapi juga meranah kepada hal yang lebih personal seperti bidang medis dan kemampuan mental manusia. Project Neuralink, yang di buat dan dikembangkan oleh Elon Musk, merupakan bukti nyata usaha menghubungkan otak manusia dangan teknologi melalui implementasi Mikrochip dengan membantu orang-orang yang mempunyai keterbatasan fisik, seperti pasien qudriplegia yang artinya mereka lumpuh dari leher kebawah untuk berinteraksi dan mengontrol teknologi cuma dengan menggunakan pikiran. 

Namun yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana islam memandang penggunaan teknologi yang canggih ini, terutama yang dalam hubungannya dengan moralitas dan identitas manusia? 

Teknologi dalam Prespektif Islam


Islam memandang ilmu pengetahuan dan teknologi adalah media atau alat untuk meraih kebaikan dan kesejahteraan manusia. Dalam Al-Quran, Allah SWT Berfirman:

"Bacalah dengan nama tuhanmu yang menciptakan" (QS.Al-Alaq:1).

Ayat ini menggaris bawahi pentingnya ilmu pengetahuan dalam Islam. Islam tidak hanya mendorong umatnya untuk mengembangkan pengetahuan dan teknologi, tetapi juga mengajarkan bahwa teknologi seharusnya digunakan untuk tujuan yang baik, yang membawa manfaat bagi umat manusia secara keseluruhan. Teknologi termasuk AI, bukanlah sesuatu yang haram atau dilarang dalam Islam, melainkan harus digunakan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia dan membantu dalam mencapai tujuan hidup yang lebih mulia.

Namun, meskipun Islam mendorong perkembangan ilmu pengetahuan, Islam juga memiliki batasan yang jelas dalam hal etika dan moralitas. Teknologi tidak boleh merusak tatanan sosial, menghancurkan moralitas, atau mengubah sifat dasar manusia. Oleh karena itu, penting untuk mengevaluasi dampak moral, sosial, dan spiritual dari teknologi baru seperti AI.

Mengutip dari jabar.nu.or.id, mengenai problematika soal penggunaan microchip Artificial Intellegent atau AI yang di tanamkan dalam tubuh manusia yang menjadi persoalan bahasan bahtsul masail sebagai rangkai Konfercab PCNU Kota Tasikmalaya, pada kamis (2/11/2023). Yang dimana dari hasil pembahasan tersebut mereka memutuskan kurang lebih ringkasannya adalah:

Diperbolehkan penggunaan Microchip pada manusia selama tidak mengganggu atau memadharatkan manusia itu dan bertujuan untuk kemaslahatan. Dampak dari Microchip akan menjadi bagian revolusi manusia dan merubah tradisi manusia sebelumnya, jika norma-norma islam di tegakkan dan ada cara peyerta islami dari perubahan tradisi dan revolusi manusia itu maka hukumnya diperbolehkan. AI dikategorikan dua macam yakni ANI dan AGI.

ANI (Artificial Narrow Intellegent) yang bersifat terbatas serta menggunakan algoritma dan formula manusia yang sesuai dengan norma-norma manusia, contohnya Google dan FYP medsos, kategori ini diperbolehkan karena tidak merugikan manusia dan justru bermanfaat bagi kehidupan manusia baik ditanam dalam tubuh maupun tidak. AGI(Artificial Generic Intellegent) Jenis ini melahirkan deep learning machine seperti Lamda Google, bahkan para peneliti menemukan potensi AGI menyerang dan bahkan memusnahkan manusia, maka jenis AI ini haram untuk dikembangkan terutama di tanam dalam tubuh manusia.

Implikasi Etika dan Moral dalam Penggunaan AI

Salah satu isu besar yang muncul dalam penerapan teknologi AI pada manusia adalah pertanyaan mengenai identitas dan martabat manusia. Dalam Islam, manusia dihargai sebagai makhluk dengan martabat yang tinggi. Allah berfirman dalam Al-Qur'an:

"Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya" (QS. At-Tin: 4).

Islam memandang tubuh dan pikiran manusia sebagai karunia dari Allah yang harus dijaga dan dipelihara. Oleh karena itu, setiap bentuk intervensi dalam struktur atau fungsi dasar manusia harus mempertimbangkan nilai-nilai etika dan moral yang ada dalam ajaran Islam.

Penggunaan teknologi seperti mikrochip yang dapat mengubah cara otak manusia berfungsi dan bahkan meningkatkan kapasitasnya untuk berinteraksi dengan dunia luar, dapat menimbulkan masalah. Salah satunya adalah apakah manusia yang telah dimodifikasi dengan cara tersebut masih dapat dianggap sebagai manusia dalam pengertian yang hakiki, ataukah ia menjadi sesuatu yang berbeda. Dalam pandangan Islam, perubahan yang ekstrem terhadap sifat dasar manusia, yang merusak keseimbangan jiwa, fisik, atau roh, bisa jadi dianggap sebagai bentuk pelanggaran terhadap martabat manusia itu sendiri.

Islam juga menekankan bahwa akal dan hati manusia adalah bagian integral dari keberadaannya sebagai makhluk yang mulia. Dalam sebuah hadis, Rasulullah Saw bersabda:

.

"Ingatlah bahwa di dalam jasad itu ada segumpal daging. Jika ia baik, maka baik pula seluruh jasad. Jika ia rusak, maka rusak pula seluruh jasad. Ketahuilah bahwa ia adalah hati (jantung)" (HR. Bukhari no. 52 dan Muslim no. 1599).

Akal yang sehat dan hati yang bersih adalah dua unsur yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Jika teknologi mengubah atau bahkan menggantikan fungsi otak manusia, maka hal tersebut berpotensi merusak keseimbangan antara fisik, akal, dan hati yang telah ditetapkan oleh Allah.

Teknologi sebagai Alat, Bukan Tujuan

Islam mengajarkan bahwa segala sesuatu di dunia ini diciptakan untuk tujuan yang lebih tinggi, yaitu untuk mengabdi kepada Allah SWT dan memperbaiki kehidupan umat manusia. Teknologi, dalam hal ini AI, adalah alat yang dapat digunakan untuk tujuan tersebut, asalkan tujuannya sesuai dengan nilai-nilai Islam. Teknologi seperti AI, ketika digunakan untuk kebaikan seperti meningkatkan kualitas pendidikan, menyembuhkan penyakit, atau membantu dalam penelitian ilmiah, tentu saja dapat memberikan manfaat besar bagi umat manusia.

Namun, Islam mengingatkan umatnya untuk tidak menjadikan teknologi sebagai tujuan utama dalam hidup, melainkan sebagai sarana untuk mencapai tujuan yang lebih mulia. Sebagai contoh, penggunaan AI untuk tujuan kekuasaan, pengendalian massa, atau manipulasi pribadi tentu akan bertentangan dengan ajaran Islam. Islam menekankan prinsip al-'Adl (keadilan) dan al-Ihsan (kebaikan) dalam setiap tindakan. Oleh karena itu, teknologi seharusnya tidak digunakan untuk merusak tatanan sosial, mengeksploitasi individu, atau mengancam kebebasan manusia.

Islam juga memandang bahwa setiap perbuatan yang dilakukan oleh manusia harus mendatangkan manfaat yang besar bagi umat manusia. Dalam hal ini, umat Islam harus memiliki kebijaksanaan dalam menggunakan teknologi, dengan selalu mempertimbangkan dampak jangka panjang terhadap moralitas dan kesejahteraan umat manusia.

Kebijakan dan Regulasi dalam Menggunakan AI

Penggunaan teknologi AI, khususnya yang melibatkan modifikasi otak manusia, menuntut adanya regulasi yang ketat dan bijaksana. Islam sangat mendorong penerapan hukum dan aturan yang adil dalam kehidupan masyarakat. Dalam Al-Qur'an, Allah berfirman:

"Sesungguhnya Allah menyuruhmu untuk menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya" (QS. An-Nisa: 58).

Dalam konteks ini, para ilmuwan, pembuat kebijakan, dan pemimpin umat Islam harus memastikan bahwa teknologi ini tidak disalahgunakan dan digunakan untuk tujuan yang merugikan umat manusia.

Sebagai contoh, dalam konteks proyek Neuralink, yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan otak manusia dengan teknologi canggih, penting untuk ada pengawasan dan regulasi yang ketat untuk mencegah penyalahgunaan. Regulasi ini harus mencakup bagaimana teknologi ini digunakan, siapa yang mengendalikannya, serta memastikan bahwa teknologi ini tidak merusak kebebasan pribadi, martabat manusia, atau nilai-nilai sosial yang ada.

Penyatuan Akal dan Teknologi: Tantangan atau Peluang?

Salah satu sisi positif dari penggunaan teknologi AI adalah kemampuannya untuk memperluas kemampuan akal manusia. Dalam pandangan Islam, akal adalah salah satu anugerah terbesar yang diberikan oleh Allah kepada umat manusia. Dengan meningkatkan kemampuan otak melalui teknologi, manusia mungkin dapat mencapai potensi maksimal mereka dalam bidang ilmu pengetahuan dan kebaikan. Namun, penggunaan teknologi yang berlebihan atau yang tidak sesuai dengan ajaran Islam dapat mengarah pada penyalahgunaan yang merusak prinsip-prinsip moral.

Sebagai contoh, jika teknologi AI digunakan untuk meningkatkan kemampuan manusia dalam meraih kebaikan, seperti dalam bidang penelitian ilmiah, pendidikan, atau pengobatan, maka hal ini dapat menjadi sarana yang sangat berguna. Namun, jika teknologi ini digunakan untuk mempercepat dominasi atau manipulasi terhadap individu dan masyarakat, maka hal tersebut bertentangan dengan ajaran Islam.

Dalam perspektif Islam, penggunaan teknologi seperti AI pada manusia bukanlah hal yang bisa diterima atau ditolak secara mutlak. Teknologi adalah alat yang harus digunakan dengan bijaksana dan sesuai dengan prinsip-prinsip moral Islam. Teknologi dapat membawa manfaat besar bagi umat manusia jika digunakan untuk tujuan yang baik, seperti meningkatkan kesejahteraan, kesehatan, dan pendidikan. Namun, jika digunakan untuk tujuan yang merugikan atau menyalahgunakan kekuasaan, maka teknologi ini harus dihindari.

Islam mengajarkan bahwa segala sesuatu yang diciptakan di dunia ini adalah untuk kebaikan umat manusia dan untuk memperbaiki kehidupan spiritual serta sosial. Oleh karena itu, umat Islam harus bijak dalam menyikapi perkembangan teknologi seperti AI, memastikan bahwa setiap penggunaan teknologi sesuai dengan ajaran agama dan membawa manfaat bagi umat manusia secara keseluruhan. Teknologi pada akhirnya bukanlah tujuan, melainkan sarana untuk mencapai tujuan hidup yang lebih tinggi, yaitu keridhaan Allah SWT.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Artificial intelligence Selengkapnya
Lihat Artificial intelligence Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun