Menghapus rasisme harus dilakukan secara menyeluruh dan berkelanjutan. Kesadaran individu satu sama lain, pendidikan, legislasi anti-diskriminasi, pengutamaan keadilan rasial, inklusi sosial, dan dialog antar budaya adalah beberapa langkah untuk mengurangi atau menghapus rasisme. Namun, langkah tersebut memerlukan partisipasi aktif dari setiap individu, komunitas, dan lembaga-lembaga untuk mewujudkan perubahan yang signifikan.
Studi Kasus
Rasisme barangkali dapat dikategorikan sebagai barang kuno. Sebagai entitas. rasisme termasuk peninggalan tak benda yang, alih-alih disimpan di museum, justru terawat baik sebagai acuan moral. Pandangan tersebut berangkat dari adanya superioritas dan chauvinisme.
Dalam praktiknya, rasisme tak hanya berputar pada persoalan warna kulit, tetapi juga kondisi fisik secara keseluruhan. Pada awal tahun 2020 misalnya, ketika wabah covid-19 merebak, gerakan Asian Hate mulai menjalar di Amerika sebagai tudingan atas muasal tumbuhnya virus. Menurut laporan Stop AAPI Hate yang dilakukan pada 19 Maret 2020 hingga 28 Februari 2021, tercatat 3.795 laporan mengenai insiden hate crime. Angka tersebut hanya mewakilkan sedikit dari banyaknya kasus yang tak terungkap. Adapun bentuk kejahatan yang dilakukan cenderung variatif, seperti pelecehan verbal, pengucilan, serangan fisik, pelanggaran hak sipil (penolakan layanan tertentu dan diskriminasi di tempat kerja), sampai pelecehan online.
Rupanya, jika ditarik sejarah, kebencian atas Asia di Amerika telah berlangsung lama. Bahkan, kebencian terhadap Asia di masa silam tak hanya  terjadi di Amerika, tetapi juga di Eropa. Pada tahun 1700-an, ketika terjadi cacar, para dokter Cina memetakan penyebaran virus, serta pola dan penentu kondisi kesehatan pada para korban. Namun, selang beberapa tahun, Prancis mengklaimnya dan menunjukan bahwa penemuan tersebut merupakan bukti keunggulan Eropa pada masa itu. Sehingga, dengan menguatnya persepsi tersebut, secara bersamaan menimbulkan anggapan bahwa Cina merupakan ras kotor dan pembawa penyakit mematikan.Â
Tragedi berlanjut pada tahun 1870-an. Banyaknya pendatang dari Cina yang diupah murah ke Amerika setelah Depresi Panjang membuat pekerja Amerika menyalahkan industrialis. Bahkan, di saat itu, mulai bermunculan serikat pekerja anti-Cina seperti Knights of Labor.
Sentimen anti-Cina meningkat pada tahun 1880-an setelah kongres mengesahkan Undang-Undang Pengecualian Cina. Insiden demi insiden meletus. Diantara yang cukup menonjol yakni Pembantaian September 1885 terhadap 28 penambang Cina di Rock Spring serta Kerusuhan Tacoma 1885. Akibat diberlakukannya UU tersebut, populasi Cina di California menurun sebesar 37%.
Oleh karenanya, dapat dikatakan bahwa rasisme adalah warisan yang tidak untuk diwariskan. Sejarah mengenai kebencian terhadap Cina di Amerika hanyalah potret kecil dari budaya rasis yang berhasil terwaris.Â
Rasisme dalam perspektif Realisme
Rasisme semula dijelaskan dekat dengan perebutan kekuatan dan kekuasaan. Untuk menjelaskan lapisan terdalam dari proses terbentuknya rasisme, dibutuhkan pisau bedah dalam menganalisis gejala mengenai hubungan antar aktor, motif, dan hubungan yang mengikat diantara keduanya. Cakupan pendekatan akan dikerucutkan dalam perspektif realisme.
Realisme sebagai teori memiliki tiga asumsi dasar, yaitu aktor bersifat rasional di tengah tatanan yang anarkis, konfliktual, dan kapabilitas material.