apa yang kau cari?
aku sedang mencari Tuhan ...
sepenggal timbal cakap dua anak manusia
bapak-anak, guru-murid, begawan-cantrik ...
Â
dituturkan begitu detil oleh sang pencari itu
mengapa selalu datang kemari tiada putus
berdiskusi dan berdiskusi demi memperkokoh jadi diri
berharap menjadi manusia sejati dalam naungan otoritas Sang Maha Pencipta Segala
jadi, karena itu engkau selalu kemari?Â
laksana api nan tak kunjung padam membakar hati, jiwa dan alam pikiranmu ...
ya, begitulah bapa guru, salahkah aku?
tak ada yang salah dalam dirimu, nak
dan, engkaulah satu-satunya yang langka dari sekian anak manusia yang pernah kutemui
singgah kemari berhadap-hadapan denganku, tak kenal jemu, haus tahu dalam berburu ilmu ...
sesungguhnya, akupun tak jauh beda denganmu
keberadaanmu denganku hanyalah soal selisih waktu
perjalanan kita, lebih dulu aku daripada engkau dalam menapak
capaian akan tujuan hidup berwujud nyata, sebagaimana maunya Tuhan?
sama, nak, belum apa-apa!
karena aku tak ingin dikata sebagai sang piawai hanya dalam tutur kata belaka
sementara, wujud nyata sebagai bukti padunya kata dan tindak nyata, belum nampak jua ...
kita tengah sama-sama berjuang mendapatkan dan mewujudkan restu-Nya, nak
camkan itu!
Â
sang pencari pun diam tertegun
kagum nan takjub atas sikap sang bapa, sang guru, sang begawan
sebab di matanya, sosok yang selalu jadi pendamping bercengkerama
adalah sang rendah hati yang tak pernah membusung dada
bermitos, berharap pengkultusan junjungan, apalagi mengharapkan bayaran dari sesama ciptaan-Nya ...
terima kasih, bapa, guru, begawan, juga sebagai kawan bicaraku
gumam sang pencari ...
Â
Kota Malang, Juni hari ketiga, Dua ribu dua puluh dua,
"Saat harus kutuangkan di ruang ini, tentang perjalanan dalam pencarian hakikat hidup dalam kehidupan ..."
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H