Mohon tunggu...
Dyah Mutiarawati
Dyah Mutiarawati Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Jangan buru-buru, jangan terlalu santai, ada nikmat yang hikmat

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Dinamika Hukum Perdata Islam di Indonesia dalam Kajian Perkawinan dan Perceraian

29 Maret 2023   21:27 Diperbarui: 29 Maret 2023   21:48 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Nama   : Dyah Mutiarawati

NIM    : 212121024

Kelas   : HKI 4A

DINAMIKA HUKUM PERDATA ISLAM DI INDONESIA DALAM KAJIAN PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

 

1. PENGERTIAN HUKUM PERDATA ISLAM

 Hukum Perdata Islam Indonesia yakni hukum yang mengatur perseorangan hukum positif yang diberlakukan di Indonesia yang bersumber dari Al-quran dan hadist yang terdiri dari persoalan tentang aspek dan  perkembangan hukum perdata Islam di Indonesia, seperti hukum materiil yang dijadikan sebagai dasar  pemecahan masalah Islam, masalah keperdataan di Indonesia. Persoalannya yang mencakup materi hukum perdata Islam di Indonesia dimulai dengan hukum perkawinan, perceraian, kebendaan, warisan, hibah, sewa menyewa, jual beli, perikatan dan lain sebagainya.

Dalam ruang lingkupnya Perdata Islam di Indonesia bersumber dari hukum positif yang mana hukum tersebut sedang berlaku di suatu negara yakni di Indonesia. Sehubungan dengan suatu pelaksanaan hukum positif mengikat masyarakat apabila ditetapkan oleh penguasa masyarakat, dalam hal ini masyarakat itu  dapat disebut  masyarakat hukum.

2. PRINSIP PERKAWINAN DALAM UU 1 TAHUN 1974 DAN KHI

 

Prinsip dari sebuah perkawinan harus menciptakan sebuah keluarga bahagia dan tentram. Karena pria dan wanita saling membutuhkan untuk membantu dan melengkapi sehingga semua orang bisa untuk mencapai kesejahteraan mental dan material.

- Perkawinan yang sah jika dilaksanakan menurut hukum masing-masing untuk sesuai keyakinannya sendiri dan perkawinan harus dicatatkan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku, apabila jika tidak dicatatkan akan mengalami kerugian seorang perempuan akan tidak memiliki kepastian hukum dan bisa dianggap tidak sebagai istri yang sah, istri tidak berhak atas nafkah dan warisan apabila suaminya meninggal dunia, istri tidak berhak atas harta gono-gini jika terjadi perceraian.

- Hanya jika yang bersangkutan menghendaki dalam asas monogami, karena hukum dan agama yang bersangkutan membolehkannya. Seorang pria dapat memiliki lebih dari satu istri. Namun, pernikahan poligami hanya dapat dilakukan, bahkan jika para pihak menginginkannya dalam kondisi tertentu yang diputuskan oleh pengadilan. Tapi dalam arti diperbolehkannya tersebut harus bersikap berlaku adil kepada semua istrinya jika tidak akan hukumnya menjadi haram.

-  Calon pasangan yang hendak melangsungkan pernikahan harus matang secara mental dan fisik. Dalam mewujudkan tujuan pernikahan yang baik tanpa harus adanya dengan perceraian dan memiliki keturunan yang baik dan sehat. Karena perlunya untuk menghentikan pertumbuhan angka kelahiran bagi calon pasangan yang masih di bawah umur. Karena usia perkawinan yang lebih rendah bagi perempuan menyebabkan tingkat kelahiran yang lebih tinggi dibandingkan dengan batas usia yang lebih tinggi.

- Hak dan kedudukan perempuan harus seimbang dengan laki-laki dalam kehidupan rumah tangga adalah baik dalam interaksi sosialnya, oleh karena itu begitu juga semua anggota keluarga suami istri harus rukun berdiskusi dan memutuskan bersama tanpa adanya pertengkaran yan terjadi.

3. PENTINGNYA PENCATATAN PERKAWINAN DAN DAMPAK YANG JIKA TIDAK DICATATKAN 

 

Sosiologis

Menurut pendapat saya, dalam hal ini pentingnya dalam melindungi hak perempuan dalam pengakuan hukum, apabila tidak dicatatkan akan mengalami kerugian tidak berhak atas nafkah dari suaminya. Gunanya pencatatan perkawinan dapat memudahkan permasalahan administrasi apabila dalam melakukan sensus kependukakan yang mana terjaminnya pengakuan hukumnya di masyarakat dengan hukum yang berlaku.

Peranan dalam sebuah pencatatan perkawinan itu apabila sah menurut agama, tetapi dianggap tidak sah menurut hukum negara, akan dianggap tidak sah jika belum dicatatkan oleh Kantor Urusan Agama maupun Kantor Catatan Sipil.  

Religius

Menurut pendapat saya, pernikahan yang sah harus berlandaskan sesuai dengan agamanya masing-masing. Pencatatan perkawinan adalah bukti yang sebenarnya meliputi peristiwa hukum perkawinan, jadi ada kekuatan dalam pernikahan hukum tertentu. Jika dilihat sekarang maraknya pernikahan yang beda agama, hal itu akan mengakibatkan proses pencacatan yang membutuhkan waktu. Peranan masalah tersebut agar jika para calon pasangan yang hendak melangsungkan perkawinan harus samanya keyakinan dalam kedua belah pihak.

Yuridis

Menurut pendapat saya, jika tidak dicatatkan akan lemahnya di pengakuan hukum memengaruhi sekalipun secara agama sah, tetapi perkawinan itu diakhiri tanpa sepengetahuan dan kendali pencatat  perkawinan tidak mempunyai kekuatan hukum tetap dan tidak diakui di mata hukum negara. Menurut undang-undang, perempuan tidak dianggap sebagai istri yang sah dalam pembagian harta bersama, tidak ada hak atas tunjangan dan warisan dari suaminya apabila sudah meninggal. Selain itu, istri jika terjadinya  perceraian.

  • 4. PENDAPAT ULAMA DAN KHI TENTANG PERKAWINAN WANITA HAMIL

- Mazhab Syafi'i yang menurut pandangannya menikahi wanita hamil karena zina dibolehkan bagi yang telah menghamilinya maupun bagi orang lain.

- Malikiyyah yang menurut pandangannya pernikahannya tidak sah  kecuali dengan laki-laki yang menghamilinya, dan dia harus memenuhi syarat, yaitu dia harus bertaubat terlebih dahulu.

  • - Hanafiyyah yang menurut pandangannya perkawinan tetap sah baik laki-laki itu yang meghamilinya ataupun yang tidak menghamilinya, perkawinan tetap sah asalkan harus dengan laki-laki yang menghamilinya dan tidak boleh dikawinkan kecuali dia sudah melahirkan, dan tidak dapat menikah kecuali telah melewati masa iddah.
  • - Imam Ahmad bin Hanbal yang menurut pandangannya bahwa tidak diperbolehkan melangsungkan pernikahan antara wanita hamil karena zina dengan laki-laki sampai ia melahirkan kandungannya.

  • Aspek  Dasar Kompilasi Hukum Islam terhadap perkawinan wanita hamil adalah Q.S. An-Nur (24): 3 "laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas oran-orang yang mukmin. Ketentuan ini dapat dipahami sebagai membolehkan perkawinan wanita hamil dengan laki-laki yang menghamilinya. Dengan demikian, selain laki-laki yang menghamili perempuan yang hamil itu diharamkan untuk menikahinya.

  • 5. HAL YANG DAPAT MENGHINDARI DARI PERCERAIAN
  • Menjalankan kehidupan rumah tangga tidak semudah yang kita bayangkan pastinya akan mengalami lika-liku kehidupan dalam menjalaninya. Tentunya kita bisa untuk menghindari hal tersebut dengan cara dapat mewujudkan keharmonisan rumah tangga yang bisa dilihat sebagai berikut :
  • Memperdalam kehidupan beragama dalam rumah tangga
  • Berkomunikasi dengan baik satu sama lain
  • Menyediakan waktu bersama keluarga
  • Saling Menghargai pendapat satu sama lain

6.  Book Review

Dalam Buku tulisan karya Dr. H. Khoirul Abror, M.H yang berjudul Hukum Perkawinan dan Perceraian mendeskripsikan perkawinan adalah untuk membangun keluarga yang tentram & penuh kasih sayang dari nilai-nilai yang dasarnya hukumnya yang bersumber dari Al-Quran dan hadis.  

Perkawinan yang bertujuan baik secara garis besar adalah sarana untuk mewujudkan kesejahteran dan ketentraman untuk memperkuat diri serta sebagai alasan untuk memiliki keturunan yang baik. Sehingga ketika hal yang tidak diinginkan yaitu kehancuran keluarga atau perceraian yang mana terjadinya putusnya dalam sebuah perkawinan bisa disebabkan karena kehendak kedua belah pihak, karena adanya keharmonisan di rumah tangganya.

Kesimpulan setelah memahami buku tersebut adalah dapat mengenal hukum perkawinan  dengan pembahasan tentang hak dan kewajiban suami istri. Adapun sub bab yang menjelaskan perceraian yang meliputi aspek sebab-sebabnya, serta kaitan nikah mut'ah dan poligami dengan fenomena tersebut.  Inspirasi setelah memahami kajian buku tersebut semakin lebih jelas memahami berkaitan perkawinan dan perceraian dan bisa melihat ketentuan dari aspek tersebut dengan sesuai Undang-Undang Perkawinan maupun dengan Kompilasi Hukum Islam.


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun