Mohon tunggu...
Dyah
Dyah Mohon Tunggu... Lainnya - Masih bisa beraktivitas

Suka foto dan ada keluarga kucing dirumah.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Pada Masanya

18 Januari 2023   12:14 Diperbarui: 18 Januari 2023   12:25 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari yang ditunggu tunggu sudah tiba, kami semua sudah berkumpul di halaman parkir depan kampus. Karena aku salah satu yang tidak memiliki motor, aku hanya membawa helm bersama beberapa teman lainnya yang tidak punya motor. Pembagian nebeng motor pun di bagi dan aku kebagian bersama dengannya.

"Nanti boncengnya pelan pelan aja ya, biar selamat." Ucap Mas Nova dengan semangat.

"Modus kamu tu Nov, modus." Ucap Ulfa si bendahara, sahabat karibnya.

"Enggak atu Ul."

"Cie, cie, Mas Nova mo modus. Modus sama siapa Mas Nov?" tanyaku iseng padanya.

"Sama kamu? mau enggak?" jawabnya sambil tertawa.

Aku hanya tertawa mendengarnya, berbalik arah karena malu, lalu ketika itu pula dia menarik lengan jaketku.

"Ih, mau enggak nanti bonceng sama aku Da?" tanyanya lagi sambil tertawa.

"Yaudah, iya, iya Mas Nov" kekehku

"Nah gitu. Jangan dengerin omongan Ulfa, bohong dia tuh."

"Hahaha, Nova Nova. Ngeles aja kamu tu."

Ya,aku akhirnya berboncegan dengan Mas Nova nanti ketika perjalanan. Bisa di bilang umurnya lebih tua dariku 4 tahun dan aku berumur 20 tahun. Dia berkulit sawo matang, pintar dan sudah sempat bekerja. Alhasil dia baru kuliah, ketika sudah bisa mengumpulkan uang yang banyak lebih dulu. contohnya ya motor yang akan aku naiki ini.

"Sini kamu tu Da. Udah mau berangkat ini." Ucapnya padaku dengan logat daerah jawanya yang kental.

"Hehe, iya Mas Nov. Bentar mau pakai helm dulu."

"Ya sini, aku bantuin." Ucapnya sambil mengulurkan kedua tangannya.

Aku pun refleks langsung berjalan mendekat ke arahnya. Tapi ketika aku melihat ke arah wajahnya, yang ada aku hanya ingin tertawa.

"Kenapa lo kamu ni, apa aku lucu?" Tanyanya sambil mencoba mengaitkan  tali pengaman helm.

"Enggak kok Mas Nov. Tapi emang mukamu lucu lo Mas Nov." Kekehku lagi.

"Yaudah ga papalah. Yang penting kamu senang aja."

AKu pun tertawa pada akhirnya, karena aku benar benar tidak bisa melihat lama wajahnya. Kini kami sudah mulai berjalan sesuai rute yang direncanakan. Tempat yang akan kami kunjungi kali ini, benar benar dingin. Suhu cuacanya pun walau belum minus, sudah membuat badan menggigil karena kedinginan. Tapi itu tidak menurunkan semangat kami untuk tetap berjalan agar segera sampai tujuan. Tapi entah kenapa, tiba tiba Mas Nova memberhentikan motornya. Aku yang heran pun bertanya padanya.

"Kenapa e mas Nov? habis bensin?" kataku mendekat di helmnya agar dia mendengar apa yang aku ucapkan.

"Enggak Da. Ga papa. Cuma mau berenti dulu, capek."kekehnya

"Da, aku mau ngomong." ucap Mas Nov tiba tiba setelah diam beberapa menit.

"Ngomong apa Mas Nov?tapi motornya sambil jalan juga ya."

" Iya, ini jalan. Tapi kamu jangan marah ya, aku ngomong gini."

"Ngomong apa memangnya?"

"Ini Da. Kamu udah ada pacar belum?"

Aku yang mendengarnya pun, tiba tiba merasa kaget. Karena itu bukanlah hal yang akan aku duga saat ini. Dan aku tak akan berfikir, kalau Mas Nova akan menanyakan hal seperti itu padaku.

"Belum." Jawabku singkat dan aku kembali bertanya.

"Kenapa Tanya gitu?"

"Aku tu suka sama kamu Da." Jawaban yang membuatku diam seketika. Berusaha tenang, menahan senyum dan tetap berfikir jernih.

"Kok bisa? Da lo biasa aja orangnya."

"Ya, karena biasa itu yang Mas nov suka. Terus kamu tu ga bosen kalau diliatin. Baik sama temen sama rajin solat."

" Tapi kok bisa?" heranku dengan rasa masih ingin tahu sambil menahan senyum di balik punggungnya.

"Ya bisa Da. Apa yang ga bisa." kekehnya

"Gimana Da, kamu terima ga?" tanyanya lagi dan kini dia menghadap ke arahku.

"Mau ga jadi pacar aku?"

Aghhhhhhhhhh, itu mungkin hal yang malu yang pernah aku ingat hingga kini. Entah kenapa, aku sempat berfikir, bagaimana jika jawabannya pada saat itu aku rubah. Apa itu akan merubah kondisiku pada saat ini? Apa dia yang akan menjadi seseorang yang aku cintai saat ini? Tapi itu semua hanya andai-andai belaka.  Semua sudah terjadi dan aku akan menjalani apa yang harus aku jalani, saat ini. Karena Pada nyatanya dia juga sudah menikah dengan yang lain, semoga dia selalu bahagia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun