“yaudah ayoook, dwy tuntun aja sepedanya, nggak boleh anak cewek pulang magrib-magrib sendirian,” tutupku sambil berdirikan sepeda. “Ayoook!”
***
Kami tetap berkomunikasi meski hanya lewat pesan singkat, terkadang aku menanyakan hal-hal yang tidak terlalu penting, “Gimana kabar negaramu” misalnya, niatnya hanya ingin tetap komunikasian dengannya, atau aku pura-pura kehabisan uang lalu meminjam uangnya hanya untuk alasan supaya bisa ketemu. Terkadang dia yang memulai obrolan pesan singkat lebih dulu, menyakan kuliahku, atau sekedar mengirim foto eskrim ketika matahari terik.
Semakin lama aku semakin dalam, hingga muncul ide untuk mengungkapkan apa yang sebenarnya aku rasakan bersama dia. Meskipun sudah ku sisip-sisipkan ungkapan itu di tengah guyonan kami. Belum merasa puas jika belum mendengar jawaban yang rill dari dirinya.
“Pernah nggak Fitri suka sama laki-laki gtu ?” Tanyaku
“Pernah sih dulu waktu masih kecil, cinta-cinta monyt gtu lah” Balasnya.
“Siapa ?”
“Ada deh, yang pasti bukan dwik :p,”
“Isssh,, jadi siapanya ?”
“Aku tu orgnya payah buat suka sama lain, apa lagi sampe cinta2 gtu, maaf yaa wiie, tapi dia juga udah berubah sekarang nggak kyak dulu lgi,”