Aku mulai tumbuh, mulai terbiasa tanpa ingatan senyuman itu. Perempuan silih berganti mengisi hari tiada arti, terkadang perempuan-perempuan itu menangis berharap tetap ku pegang dan kupeluk erat jiwanya, namun aku tak bisa, semua hampa.
Studyku berlanjut di Kota Medan, aku masuk Perguruan Tinggi Negeri sebagai calon Ahlimadya Teknik Elektronika. Kebetulan jadwal kuliah lagi kosong hari ini, kusempatkan pergi ke pasar. Ada yang aneh kuliat dari selah-selah sesaknya penumpang angkutan umum di depan sana, perempuan berjilbab hitam, berbaju batik, seperti tak asing bagiku wajahnya.
“Ah! Itu si Fitri,” batinku, ya! Fitri gadis selodoran yang pernah ku rindu dulu. Ingin melompat saja rasanya dari angkutan umum ini, tapi angkutannya melaju begitu kencang. Kuurungkan niatku, mungkin lain kali bisa ketemu.
“Toh dia sudah disini.” Batinku lagi.
Tak ingin buang-buang waktu, ku cari akun Facebook miliknya, dan ku kirimkan pesan singkat.
“Hey, Fit kuliah dimana?”
Lama rasanya menunggu balasan pesan singkatku darinya, lebih 24 jam berlalu.
“Walaikumsalam, dwik ya? Fitry kuliah di USU, dwik dimana ?” Balasnya pesanku.
“oouh, di USU, dwy di Polmed Fit, eeh, gmana kabatnya?” kuketik pesan balasan perlahan, karena tangan mulai salah tingkah gemetar.
“Alhamdulillah baik, Dwik gmna ?”
“Baik juga kok, hehehe, oya kapan-kapan kita ketemu boleh?”