"Kau tau tentang pesan langit pada dunia, pada bumi ini? Perempuan itu menggeleng, matanya berbinar penasaran.
"Gadis pendengar alam, sesekali kau pejamkan matamu. Jangan dengarkan alam untuk saat ini, dengarkan langit. Apa yang membuat kami hanya bisa diam, apa yang membuat bumi tetap tak bergeming disakiti, apa yang membuuat dunia tetap menjalani kehidupannya meski perlahan rusak oleh manusia." Pohon itu berkata lembut pada pperempuan yang kini diselumuti rasa ingin tahu.
"Pertama, karena masih ada orang seperti kau di antara para bedebah itu. Langit bilang, masih ada kesempatan bila ada orang-orang seperti kau, yang masih peduli."
"Aku?" Perempuan itu menanti kelanjutan penjelasan.
"Pejamkan matamu gadis manis, dengarkan langit sekarang berbicara, jangan hiraukan keluhan alam saat ini, atau desing ramai perkotaan malam ini," suruh pohon itu.
Perempuuan itu memejamkan mata, menutup semuua kebisingan yang dia dengar. Dia tidak menghiraukan alam yang tengah berkeluh kesah, atau keramaian kota dengan klakson para mobil dan derap kaki orang-orang di bahu jalan. Dia berfokus untuk mendengar langit.
Saat itulah, seperti menggelitik telinga. Langit tengah berbicara padanya.
"Dia lebih tahu kapan mereka perlu beristirahat. Kapan mereka perlu membuat bungkam semua orang yang kau sebut bedebah tadi gadis manis, kami semua menunggu perintah-Nya."
Seketika perempuan itu tertegun. Sesaat jantungnya berdegup kencang. Dia kehilangan kata-kata.
Pohon hanya menatap diam perempuan yang bersandar padanya itu. "Sekarang, karena alasan pertama adalah masih adanya orang seperti kaua, jagalah dunia yang kau tinggali saat ini, gadis manis. Mungkin saat itu tiba, dunia lebih mengenaskan dari sekarang, jadi aku harap kau tak perlu bertemu dengan masa itu."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H