Mohon tunggu...
Djono W. Oesman
Djono W. Oesman Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Pemerhati masalah sosial

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Madu dan Racun Obat Sirop, Tersangka Buron

25 November 2022   08:45 Diperbarui: 25 November 2022   08:48 233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Reza Alfian Maulana. Harian DISWAY

Agustus 2022 ada 190 balita Indonesia mati, gagal ginjal akut. Akibat obat sirop. Diteliti, di sirop ada EG (Etilen Glikol) dan DEG (Dietilen Glikol). Dipasok CV Samudera Chemical, Depok. Pemiliknya kabur. Kini buron.

Akhirnya, Bareskrim Polri menetapkan pemilik CV Samudera Chemical inisial E, tersangka kasus gagal ginjal akut pada anak. Kini E raib.

Direktur Tindak Pidana Tertentu, Bareskrim Polri, Brigjen Pipit Rismanto kepada pers, Rabu, 23 November 2022 mengatakan:

"Iya. Pemilik CV SC, inisial S berstatus tersangka. Kita sudah lakukan gelar perkara untuk menetapkan S menjadi tersangka."

Tersangka ada tiga: S, dan dua lembaga CV Samudera Chemical selaku pemasok bahan baku obat, dan PT Afi Farma selaku produsen obat sirop yang mematikan balita itu.

Tapi, karena begitu lama pengusutan kasus ini, sehingga tersangka sudah kabur. Polisi segera menerbitkan Red Notice untuk tersangka E. Dengan Red Notice, E bakal diburu interpol, polisi se-dunia yang bekerjasama dengan Polri.

Mungkin, E sudah kabur sejak akhir Agustus atau awal September. Sebab, di September sudah diteliti cermat, penyebab kematian mendadak ratusan balita itu.

Senin, 31 Oktober 2022 CV Samudera Chemical di Tapos, Depok, Jabar, diteliti tim BPOM (Badan Pengawasan Obat dan Makanan) Kementerian Kesehatan RI. Di situ ditemukan ratusan drum bahan baku obat. Tepatnya bahan pelarut obat.

Pada bagian luar drum tertulis "Propilen Glikol". Isi drum berupa cairan. Berfungsi sebagai pelarut obat, supaya jadi sirop. Sehingga gampang diminumkan ke anak balita. Karena rasanya manis.

Propilen Glikol adalah bahan pelarut obat yang diizinkan BPOM. Maka, tidak ada yang salah dari penyelidikan tersebut.

Tapi, karena tim BPOM curiga, maka cairan itu diperiksa di laboratorium. Hasilnya: Ternyata isinya 91 persen EG (Etilen Glikol) dan DEG (Dietilen Glikol). Sisanya, Propilen Glikol.

Sedangkan, berdasar standar BPOM penggunaan bahan EG dan DEG maksimal 0,1 persen. Jadi, cairan dalam drum di CV Samudera Chemical itu sudah melampaui batas standar keamanan kesehatan sebanyak 910 kali lipat.

Rabu, 9 November 2022 gudang CV Samudera Chemical kemudian diteliti lagi. Kali ini oleh tim dari Badan Reserse Kriminal Polri. Ditemukan 42 drum yang diduga berisi oplosan bahan kimia EG dan DEG. Maka, gudang tersebut disegel Polri.

Dirtipidter Bareskrim Polri, Brigjen Pipit Rismanto saat dikonfirmasi pers, Senin, 14 November 2022, mengatakan:

"Karena pemiliknya, inisial E tidak ada di tempat, sedang kita cari. Kami sudah beri surat panggilan terhadap E, dan anak perempuannya inisial T untuk dimintai keterangan."

Setelah diberi surat panggilan dua kali, E tidak datang ke Mabes Polri, maka E dinyatakan tersangka. Dan buron. Dan akan dikeluarkan Red Notice, buron interpol.

Dari kronologi itu, pihak CV Samudera Chemical sudah fakta, menipu. Drum berisi cairan kimia EG dan DEG dalam volume 91 persen, ditulis di bagian luar drum dengan tulisan "Propilen Glikol", yang memang bahan baku obat sirop.

Berdasar keterangan BPOM, Propilen Glikol adalah carian pelarut berwarna bening. Tidak berbau, rasanya manis.

EG dan DEG juga cairan pelarut berwarna bening. Tidak berbau, rasanya manis. Intinya, bentuk fisik antara yang dibolehkan (Propilen Glikol) dengan yang dilarang (EG dan DEG), sama.

Tapi efek penggunaan kedua golongan larutan kimia itu beda: Bagai madu dan racun.

Dikutip dari jurnal ilmiah National Centre for Biotechnology Information, United States, bertajuk "Acute Kidney Injury: Definition, Pathophysiology, and Clinical Phenotypes", gagal ginjal disebut AKI (Acute Kidney Injury).

Istilah AKI pengganti dari istilah sebelumnya yang disebut ARF (Acute Renal Failure). Defnisi: Gagal ginjal akut, adalah penurunan mendadak fungsi ginjal dalam beberapa jam, setelah individul mengkonsumsi sesuatu. Gagal ginjal
meliputi kerusakan struktural dan gangguan, atau kehilangan fungsi ginjal sama sekali.

Ginjal fungsinya, antara lain, memproses racun yang masuk ke tubuh individu melalui mulut (makan minum). Larutan racun yang sudah diproses, dibuang menjadi kencing (urine). Manusia kehilangan fungsi ginjal berarti, jika ada racun masuk tidak ada yang memproses lagi. Sehingga mematikan individu.

National Centre for Biotechnology Information menyebut, ketika AKI masih bernama ARF, sebelum tahun 1800, bentuk reaksi terhadap tubuh manusia, sama: Gagal ginjal.

ARF pertama kali dideskripsikan oleh dokter William Heberden pada tahun 1802.

Pada awal abad ke-20, ARF disebut Acute Bright's Disease (ABD) dan dicatat dalam buku Textbook for Medicine karya William Osler pada 1909. Pada buku itu penyakit tersebut didefinisikan sebagai akibat dari agen toksik (racun), kehamilan, luka bakar, trauma, atau operasi ginjal.

Selama Perang Dunia I, gagal ginjal akut disebut sebagai War Nephritis (WN) dan dilaporkan dalam sejumlah publikasi. Namun, penyakit ini kemudian dilupakan.

Sampai Perang Dunia II ketika Bywaters dan Beall merilis sebuah studi kesehatan tentang ginjal. Akhirnya diberi nama AKI, digunakan sampai sekarang.

Disebutkan di jurnal ilmiah itu, Propilen Glikol (yang dibolehkan) digunakan sebagai pelarut untuk sediaan farmasi intravena, oral, dan topikal. Hal ini umumnya dianggap aman. Tapi dalam jumlah besar menjadi racun.

Propilen Glikol dapat bercampur dengan air, aseton, dan kloroform. Propilen glikol juga digunakan sebagai bahan dasar farmasi untuk larutan de-icing.

Sedangkan EG dan DEG (bahan yang dilarang) disebutkan: Sangat beracun bagi tubuh manusia.

EG adalah senyawa cair beralkohol, bentuk sirup bening, yang memiliki rumus kimia C 2 H 6 O 2.

EG digunakan sebagai bahan baku untuk produksi serat poliester dan sebagai antibeku otomotif. Air radiator mobil, yang di negara empat musim bisa membeku pada musim dingin, berbahan campuran EG. Supaya airnya tidak membeku ketika musim dingin.

Pihak yang mengganti bahan baku obat sirop, atau mengganti Propilen Glikol dengan bahan oplosan EG dan DEG, bukan karena tidak-tahuan. Produsen bahan baku farmasi sangat paham, bahwa harga EG dan DEG tidak sampai separonya Propilen Glikol.

Dari situ diduga ada motif ekonomi dalam penipuan tulisan di luar drum "Propilen Glikol" yang ternyata isinya EG dan DEG.

Polisi masih memastikan, apakah benar 42 drum yang kini disita Polri itu adalah bahan baku obat yang dipasok oleh CV Samudera Chemical kepada produsen obat sirop yang mematikan ratusan balita itu, PT PT Afi Farma.

Memang, pihak PT Afi Farma kepada penyidik polisi sudah mengatakan, bahwa bahan baku obat sirop mereka (berupa cairan) dibeli dari CV Samudera Chemical. Dan, CV Samudera Chemical sudah diperiksa dan dinyatakan menyimpan cairan EG dan DEG yang dilabeli Propilen Glikol.

Benarkah EG dan DEG itu yang dipasok CV Samudera Chemical kepada PT Afi Farma? Karena, bahan yang dipasok itu di masa lalu. Sudah jadi obat. Sudah diminum banyak anak-anak. Sudah mematikan 190 anak. Sedangkan, bahan yang disita polisi itu, sekarang.

Tapi, tersangka E dinyatakan polisi sebagai melarikan diri (kabur) maka sudah mengindikasikan bahwa E bersalah. Jelasnya, CV Samudera Chemical memang memasok EG dan DEG sebagai bahan obat sirop. Akhirnya mematikan 190 balita itu.

Polisi sudah menyiapkan pasal sangkaan terhadap tersangka E.

E melanggar Pasal 196 Jo Pasal 98 ayat (2) dan ayat (3) dan/atau Pasal 60 angka 4 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja Perubahan Atas Pasal 197 Jo Pasal 106 Jo Pasal 201 ayat (1) dan/atau ayat (2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan Pasal 62 Jo Pasal 8 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Jo pasal 55 dan/atau pasal 56 KUHP.

Pasal-pasal yang rumit itu, ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara. Ditambah denda maksimal Rp 2 miliar.

Apakah ancaman hukuman itu adil? Kita tunggu perkembangan kasus ini selanjutnya. (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun