Mohon tunggu...
Anas
Anas Mohon Tunggu... Lainnya - dwi zuli anas

for to campus exercise

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kekuatan Sang Malaikat

24 April 2020   09:53 Diperbarui: 24 April 2020   09:53 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Syifa adalah gadis yang cerdas, pandai bergaul dan so, pastinya cantik nan bening. Hampir di segala bidang mata pelajaran dia mampu menguasainya, terlebih dibidang matematika tidak ada yang bisa menandinginya satu sekolah. Dia selalu menjadi perhatian semua guru yang mengajar di kelas. Dia sudah seperti maskotnya sekolah. Pagi itu, Seperti biasanya ia langsung mandi dan bersiap-siap untuk berangkat sekolah. Lalu ke meja makan untuk sarapan, pada saat sarapan ia merasakan ada yang janggal dari masakan ibunya pagi ini.

"Bu, kok nasi goreng Ibu rasanya berbeda, tidak seperti biasanya?" Tanya Syifa penasaran.

"Ha? Itu hanya persaanmu saja nak, Ibu masaknya sama kok kayak biasanya!" jawab ibu nya santai.

Akhirnya Syifa tidak mempertanyakan lagi hal tersebut, tetapi dalam hatinya ia tahu pasti bahwa makanan ibunya pagi itu sangat berbeda, dan ditambah lagi sang ibu memanggil nya dengan kata "nak." Yang sangat asing baginya.

"Yah, Bu Syifa pergi sekolah ya!" lalu mencium tangan ayah ibu nya.

"Iya, hati-hati dijalan."  Sahut ayahnya.

Syifa pun berangkat menuju sekolah yang tak jauh dari rumahnya.

"Sekarang Syifa sudah jadi gadis, cantik lagi, ya Mah. Andaikan kamu sehat, pasti semuanya akan merasa lebih menyenangkan." Keluh ayahnya sambil bersiap-siap.

 "Jangan begitu Yah, Mungkin ini sudah takdir Allah. Kita pasti bisa kok melewatinya."

 "Ya, sudahlah Ayah pergi ke kantor dulu. Jaga diri kamu baik-baik, Mah."

Setiba di sekolah ia langsung menuju kelas dan langsung duduk di kursi tempatnya.

"Woy, lu kenapa? Masih pagi ini udah melamun aja lu! Aku tebak lu pasti lagi mikiran calon suami, yaa!" Awan pun tertawa cekikikan sambil menunjukan dirinya.

"Ahh, lu lagi lu lagi yang ganggu gue Wan! Nda bisa apa lu sehari aja nda ganggu gue Wan?"

"Nda, nda bisa Syifa, gue tu seneng kalau lihat lu marah-marah, jadi tambah cuaannntiikkk!"

Syifa pun tidak memperdulikannya, sebenarnya ia tahu kalau Awan itu suka Syifa, tapi ia hanya diam saja tidak pernah membalas atau pun memberitahukannya tentang perasaannya. Ia  menunggu moment yang tepat yaitu saat Awan mengungkapkan perasaannya nanti.

"Wan, gue haus nih, ke kantin yuk!" Syifa mengalihkan topik.

"Yaudah, ayo! Seru Awan mengiyakan dengan semangat.

Dari kejauhan terlihat teman-teman yang sedang tertawa membahas sesuatu hal di kantin. Syifa dan Awan pun langsung menghampiri mereka.

"Woy, kalian lagi bahas apa nih? Pasti lagi gosipin gue yah? Seru Syifa menghampiri.

"Apaan sih Fa? This is secret. Ha ha ha...." ledek Fifi sambil cekikan.

Syifa mengambil air mineral yag ada di depannya dan langung meneguk air tersebut. Mereka pun asik mengobrol santai satu sama lain sampai terdengar bunyi bel masuk.

KRIINGGG.....KRINGGG....KRINGGG

"Udah bunyi bel tuh, masuk kelas yok!" Ucap Fizi spontan.

Semua siswa pun masuk ke kelasnya, pelajaran pertama dimulai, setelah beberapa jam pelajaran berlangsung. Bu Endang mengetuk pintu kelas, dan memanggil Syifa.

"Ada apa Bu?"

"Ayahmu baru saja menelpon, katanya ibu mu masuk rumah sakit. Jadi kamu di izinkan pulang."

"Hah, Ibu masuk rumah sakit?"

Syifa sangat panik sekali dan wajahnya memucat karena takut terjadi sesuatu dengan ibunya. lalu, ia mengambil tasnya dan ijin ke Bu Ani untuk pulang. Setelah itu, ia langusug bergegas menuju rumah sakit tempat ibunya dirawat. Sampai disana, ia langsung menghampiri ayahya.

"Yah, gimana keadaan Ibu, Ibu sakit apa?"

"Ibu mu sebenarnya sudah lama mengidap penyakit kanker nak, dan sekarang sudah mencapai stadium empat, yang sabar nak, kita pasti bisa melewati ini." Ucap ayahnya sambil memeluk Syifa yang menahan airmata.

"Nggak mungkin Yah, orang selama ini Ibu baik-baik aja kok."

Airmata Syifa mulai tak terbendung lagi, dan akhirnya membasahi wajah cantiknya. Ayahnya tetap memeluknya untuk menenangkannya. Terlihat dari kaca pintu terlihat wajah ibunya yang pucat tak berdaya. Syifa tak sanggup melihat Ibunya dengan keadaan seperti itu, dan ia lebih tak sanggup membendung sejuta airmata yang mengalir di pipinya melihat malaikat kesayangannya itu.

Syifa terus menangis di samping tempat tidur ibunya. Ia sampai menahan rasa kantuk demi menjaga Malaikat kesayanganya.

"Syifa kamu pulang saja, biar ayah yang gantikan menjaga Ibu."

"Tidak Yah, aku mau jagain ibu, sampai ibu sembuh!"

"Jangan begitu nak, kamu harus jaga kesehatan juga, nanti kalau kamu sakit, Ayah juga nantinya yang repot, kita giliran saja jaga Ibu. Nanti Kalau ada apa-apa saling menghubungi saja, yah!"

Dengan wajah capek dan lesu Syifa berangkat ke sekolah tanpa ada sarapan seperti biasanya. Di sekolah ia tiak fokus dengan pelajaran ,ia selalu saja kepikiran dengan kesehatan ibunya.

"Fa..Syifa melamun aja lu, kekantin yok Ra? Hari ini gua yang traktir semua yang lu mau ra!" ajak Awan untuk memecahkan lamunan Syifa.

"Nggak ah, lu aja, gua gak lapar kok."

"Mana asik kalau nggak ada elu Ra, ayo dong Ra."

"lu, ada masalah ya Ra?" Tanya Wulan salah satu teman dekatnya Syifa.

"Iya, Ibuku lagi sakit Lan. kanker udah stadium tinggi, kata dokter umurnya udah ndak akan lama lagi."

Syifa pun mulai meneteskan airmatanya. Dan teman-temannya mulai merangkulnya.

"Halah, cengeng banget sih lu Ra. Syifa yang gua kenal itu selalu ceria selalu kuat menghadapi tantangan apapun. Lagian omongan dokter lu percaya, emangnya dokter bisa menentukan umur manusia? Emangnya dokter itu Tuhan bisa menebak yang gituan Ra? Sudah Ra, gua sama temen-temen selalu support elu, kami bantu dengan doa juga Ra. Ayo Ra, lu pasti bisa melewati ini. Semangat!" sahut Awan memberi semangat.

"Bener banget tuh Wan, Setuju....," tambah Wulan.

Pulang dari sekolah Awan langsung menuju rumah sakit bersama Syifa. Tak lama kemudian beberapa sahabatnya juga datang menjenguk Ibunya Syifa. Disaat seperti ini memang hanya merekalah yang dapat menyemangati Syifa. Tiba-tiba saja kondisi Ibu Syifa drop, Ia mulai kesulitan bernafas. Syifa mulai panik sekali, ia sangat takut kehilangan malaikat kesayangannya itu.

"Dokter... Dokter ....!" Teriak Syifa dan teman-temannya ikut membantu memanggil dokter.

"Syifa, Ibu sudah tidak kuat lagi, jaga diri kamu baik-baik ya sayang. Ibu sangat menyayangi mu lenih dari apapun. Maafkan Ibu karena tidak memberitahukan penyakit Ibu kepada mu. Kamu adalah mutiara berharga yang pernah Ibu miliki." Kata Ibunya terbata-bata.

Dokter akhirnya datang dan segera memerikasa kondisi ibunya, tapi sayangnya nyawa ibunya sudah tidak bisa diselamatkan lagi.

Airmatanya langsung tumpah membanjiri wajahnya, dan teman-temannya pun langsung memeluk Syifa.

Ya, Allah tempatkanlah malaikat ku di surge terindahMu

Berikanlah ia kebahagiaan di alam sana

Seperti kebahagian yang di berikannya kepadaku

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun