Mohon tunggu...
Dwiyana Wika Rini
Dwiyana Wika Rini Mohon Tunggu... Wiraswasta - Mahasiswi Mercu Buana-41522110026-Prodi TI

Dosen pengampuh Apollo, Prof. Dr, M.Si.Ak, mata kuliah Pendidikan Anti Korupsi dan Etik UMB Sabtu 17:30 - 18:40 (VE-014), jurusan teknik informatika

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Edward Coke: Actus Reus, Mean Rea pada Kasus Korupsi di Indonesia

20 Juni 2024   21:36 Diperbarui: 20 Juni 2024   21:36 330
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar ppt prof Apollo

Edward Coke, seorang tokoh hukum terkenal, mengemukakan konsep Actus Reus dan Mens Rea sebagai komponen penting dalam menentukan kesalahan dalam hukum pidana. Kedua konsep ini juga relevan dalam kasus korupsi di Indonesia, di mana memahami tindakan fisik (actus reus) dan niat jahat (mens rea) adalah penting untuk menentukan kesalahan pelaku korupsi.


Actus Reus

Actus Reus, atau tindakan fisik, adalah istilah yang mengacu pada tindakan yang sebenarnya dilakukan oleh pelaku yang melanggar hukum. Actus reus dalam kasus korupsi dapat berupa tindakan menerima suap, menyalahgunakan wewenang, atau penggelapan dana publik. Pembuktian actus reus membutuhkan bukti nyata bahwa pelaku telah melakukan tindakan tersebut.


Contohnya:

1. Penerimaan Suap: Jika seorang pejabat publik menerima uang sebagai imbalan untuk memberikan kontrak pemerintah kepada pihak tertentu, penerimaan uang tersebut adalah actus reus.
2. Penyalahgunaan Wewenang: Jika seorang pejabat publik menggunakan posisinya untuk membuat keputusan yang menguntungkan diri sendiri atau pihak lain secara ilegal, tindakan tersebut adalah actus reus.

Rea Mens

Mens rea, atau niat jahat, merujuk pada kondisi mental atau niat pelaku saat melakukan tindakan melanggar hukum. Dalam kasus korupsi, mens rea penting untuk menunjukkan bahwa pelaku memiliki niat untuk melakukan tindakan korupsi dan menyadari bahwa tindakannya adalah salah.

Contohnya:

1. Niat untuk Menerima Suap: Jika pejabat secara sadar dan dengan sengaja menerima uang sebagai imbalan untuk mendapatkan keuntungan tertentu, niat tersebut adalah mens rea.
2. Kesadaran atas Penyalahgunaan Wewenang: Jika pejabat tersebut menyadari bahwa tindakannya menyalahgunakan wewenang adalah melanggar hukum, tetapi tetap melakukannya dengan sengaja, maka ada mens rea.


Hubungan Kausalitas

Istilah "hubungan kausalitas" mengacu pada gagasan bahwa ada hubungan sebab-akibat antara hal-hal yang dilakukan oleh seseorang dan akibat yang ditimbulkannya. Dalam kasus korupsi, ini dapat berupa hubungan kausalitas antara kerugian yang disebabkan oleh tindakan yang dilakukan oleh orang yang korup.


Asas Restoratif

Asas restoratif menekankan pentingnya memulihkan hubungan antara pelaku, korban, dan masyarakat. Dalam kasus korupsi, asas restoratif dapat berupa upaya untuk mengatasi dampak sosial dan psikologis yang ditimbulkan oleh tindak pidana melalui proses seperti mediasi, rekonsiliasi, atau kompensasi kepada korban.


Asas Pencegahan

Asas pencegahan berfokus pada mencegah tindak pidana terjadi di masyarakat. Dalam kasus korupsi, ini dapat berupa upaya mencegah tindak pidana melalui pendidikan, kesadaran, dan pembangunan sosial.



Dalam kasus korupsi di Indonesia, penerapan:

Untuk menghukum pelaku korupsi di Indonesia, pembuktian actus reus dan mens rea sangat penting. Namun, pembuktian niat jahat pelaku seringkali sulit, terutama jika pelaku berusaha menyembunyikannya atau menggunakan alasan tertentu untuk mendukung tindakannya.

Permasalahan:

1. Pembuktian Niat Jahat: Membutuhkan bukti yang menunjukkan kondisi mental pelaku, jadi seringkali sulit untuk membuktikan bahwa pelaku benar-benar memiliki niat jahat.
2. Kompleksitas Tindakan Korupsi: Karena tindakan korupsi seringkali melibatkan banyak pihak yang berbeda dan kompleks, pembuktian actus reus juga memerlukan investigasi yang menyeluruh.


sumber gambar prof Apollo
sumber gambar prof Apollo
Contoh berikut adalah kejahatan korporasi di Indonesia yang memiliki kekuatan hukum tetap dan telah ditindak oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK):

1. Abdullah Puteh, kasus korupsi pertama yang ditangani oleh KPK:

Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pertama kali memeriksa mantan Gubernur Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), Abdullah Puteh, atas tuduhan korupsi. Kasus ini menjadi perhatian utama karena bukan kasus pertama yang disidangkan pada saat itu. Ini juga menjadi contoh penting dari penegakan hukum korupsi di Indonesia.


2. Kasus Grup Wilmar, Grup Permata Hijau, dan Grup Musim Mas:

Tiga perusahaan ditetapkan oleh Kejagung dalam kasus dugaan korupsi ekspor crude palm oil (CPO) atau bahan baku minyak goreng. Mereka adalah Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group. "Saya lanjutkan untuk perkara yang kedua, saya sampaikan berdasarkan putusan Mahkamah Agung yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap dan inkrah dalam kasus minyak goreng." Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana memberi tahu wartawan pada hari Kamis (16/5/2023), bahwa penyidik Kejaksaan Agung juga menetapkan tiga perusahaan sebagai tersangka.

2. Temuan PT NKE:

Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menjatuhkan hukuman kepada PT NKE untuk membayar uang pengganti sebesar Rp 14,4 miliar. Penetapan ini menunjukkan bahwa korporasi memiliki kekuatan hukum untuk dipidana atas tindak pidana korupsi.

3. Tiga kasus PT PMB:

Direktur PT Prima Makmur Batam (PMB) yang terbukti merusak hutan lindung Batam dihukum 7 tahun penjara. Penetapan ini menunjukkan bahwa korporasi memiliki kekuatan hukum tetap untuk dipidana atas tindak pidana perusakan lingkungan hidup.

4. Kasus PT KAS dan PT Alif Mulia Jaya:

KLH juga melakukan penindakan terhadap PT Kayla Alam Sentosa (KAS) dan PT Alif Mulia Jaya, yang melakukan perusakan lingkungan dan kawasan hutan. Keputusan ini menunjukkan bahwa perusahaan dapat dipidana atas tindak pidana perusakan lingkungan hidup dan memiliki kekuatan hukum tetap.

5. Contoh Nenek Minah:

Kasus ini bermula ketika tiga buah kakao dicuri oleh seorang petani bernama Nenek Minah di Banyumas, Jawa Tengah. Kasus ini menjadi luar biasa karena sampai ke meja hijau---atau pengadilan---dan menjadi contoh penting dari praktik restorative justice di Indonesia.

6. Kasus Korupsi Sistem Komunikasi Radio Terpadu (SKRT) :

Kasus ini bermula dari rekaman percakapan Anggodo Widjojo dengan orang-orang seperti Jamintel Wisnu Subroto, mantan Jaksa Agung Muda Intelijen (Jamintel), I Ketut Sudiharsa dari Lembaga Perlindungan Saksi Korban (LPSK), dan beberapa penyidik Mabes Polri. Kasus ini menarik perhatian karena melibatkan tokoh dan petinggi nasional serta menunjukkan contoh penting dari penegakan hukum korupsi di Indonesia.

7. Kasus Korupsi PT Garuda Indonesia

# Latar belakang: Penyelidikan KPK mengenai PT Garuda Indonesia, perusahaan penerbangan milik negara, mengangkat kasus korupsi yang melibatkan sejumlah petinggi perusahaan yang terlibat dalam praktik suap terkait pengadaan pesawat dan mesin pesawat dari Airbus dan Rolls-Royce.


# Tindakan Kriminal:
1. Suap dan Gratifikasi: Airbus dan Rolls-Royce memberikan suap kepada beberapa eksekutif PT Garuda Indonesia sebagai imbalan atas kontrak pengadaan pesawat dan mesin pesawat.
2. Penggelembungan Harga: Dalam kontrak, terjadi penggelembungan harga yang menyebabkan negara kehilangan uang.


# Penindakan hukum yang dilakukan oleh KPK:
1. Penyelidikan dan Penetapan Tersangka: KPK memulai penyelidikan dan menetapkan beberapa petinggi PT Garuda Indonesia sebagai tersangka, termasuk mantan Direktur Utama Emirsyah Satar dan Direktur Teknik dan Armada Hadinoto Soedigno.
2. Pengumpulan Bukti: KPK mengumpulkan bukti, termasuk dokumen, transfer bank, dan keterangan saksi, yang menunjukkan adanya praktik suap dan gratifikasi.
3. Proses Pengadilan: Kasus ini dibawa ke pengadilan tindak pidana korupsi. Emirsyah Satar dan Hadinoto Soedigno diputuskan bersalah dan dijatuhi hukuman penjara. Emirsyah Satar dijatuhi hukuman 8 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsidair 3 bulan kurungan pada tahun 2020, dan Hadinoto Soedigno dijatuhi hukuman 12 tahun penjara dan denda Rp 10 miliar subsidair 8 bulan kurungan pada tahun 2021.

# Kekuatan Hukum Tetap: Setelah berbagai upaya banding, putusan terhadap para tersangka telah berkekuatan hukum tetap. Mereka tidak dapat lagi mengajukan banding atau kasasi terhadap keputusan tersebut.

# Efektifitas dan Pembelajaran: Kasus ini merupakan salah satu contoh penting dari upaya KPK untuk menghentikan korupsi di tingkat korporasi di Indonesia. KPK berkomitmen untuk menindak korupsi tanpa pandang bulu, termasuk korupsi yang melibatkan perusahaan milik negara. Kasus ini menunjukkan betapa pentingnya pengawasan dan transparansi dalam proses pengadaan barang dan jasa di perusahaan besar.


8.  Contoh Kasus Kejahatan Korporasi di Indonesia: PT Duta Graha Indah (DGI)

# Latar Belakang: PT Duta Graha Indah (DGI), yang kemudian berganti nama menjadi PT Nusa Konstruksi Enjiniring (NKE), terlibat dalam kasus korupsi yang melibatkan beberapa proyek konstruksi pemerintah. Kasus ini diusut oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan mencakup berbagai kasus korupsi, seperti penyuapan pejabat publik dan penggelembungan harga.

# Tindakan Kriminal
1. Penggelembungan Harga: PT DGI membantu mengurangi biaya proyek pembangunan fasilitas kesehatan dan pendidikan yang dibiayai oleh APBN/APBD.
2. Suap dan Gratifikasi: Perusahaan memberikan suapan kepada beberapa pejabat pemerintah untuk memenangkan tender proyek dan mempercepat pencairan dana.

#Beberapa proyek yang terkait dengan masalah ini termasuk:
1. Rumah Sakit Pendidikan Khusus Penyakit Infeksi dan Pariwisata Universitas Udayana di Bali.
2. Pembangunan Wisma Atlet di Palembang untuk SEA Games 2011.
3. Proyek pembangunan beberapa rumah sakit di seluruh Indonesia.

# Penindakan hukum yang dilakukan oleh Komisi
1. Penyelidikan dan Penetapan Tersangka: KPK memulai penyelidikan dan menetapkan Dudung Purwadi, mantan Direktur Utama PT DGI, dan beberapa pejabat pemerintah sebagai tersangka.
2. Pengumpulan Bukti: KPK mengumpulkan banyak bukti, termasuk dokumen proyek, transfer dana, dan keterangan saksi.
3. Proses Pengadilan: Kasus ini kemudian dibawa ke pengadilan tindak pidana korupsi, di mana Dudung Purwadi dan perusahaan PT DGI dinyatahkan.
4. Dudung Purwadi dijatuhi hukuman 6 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar.
5. PT DGI/NKE dijatuhi hukuman denda sebesar Rp 85,49 miliar dan pengembalian kerugian negara.

# Hukum Tetap Berkuasa: Putusan terhadap PT DGI/NKE dan Dudung Purwadi telah berkekuatan hukum tetap (inkracht) setelah berbagai proses hukum dan upaya banding. Ini menunjukkan bahwa banding atau kasasi atas vonis tersebut tidak dapat diajukan lagi.

# Efektifitas dan Pembelajaran: Kasus PT DGI/NKE menunjukkan upaya KPK untuk menghentikan korupsi di industri korporasi. Penindakan tegas terhadap perusahaan besar menunjukkan komitmen KPK untuk menindak semua jenis korupsi.

Kesimpulan

Konsep Actus Reus dan Mens Rea yang diusulkan oleh Edward Coke membentuk fondasi penting dalam hukum pidana, termasuk dalam menangani kasus korupsi di Indonesia. Untuk memastikan bahwa pelaku korupsi dapat dihukum secara adil dan sesuai dengan hukum yang berlaku, sangat penting untuk memiliki pemahaman yang jelas dan pembuktian yang akurat tentang kedua aspek ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun