Lalu kami makan bersama. Aku melihat Bian dan Nesya saling suap-suapan. Mati-matian aku berusaha menahan perasaan sakit ini. Tiba-tiba tangan ku dibawah sana digenggam oleh Bian. Aku menoleh ke samping menatap Bian, laki-laki disamping ku ini seperti sedang tahu saja perasaan ku saat ini.Â
Keesokan harinya tiba-tiba Gavin mengajak ku bicara.Â
"Kenapa Gavin?" tanya ku.Â
"Menurut lu, kalau gue jadian sama Nesya gimana?" tanya Gavin.Â
"Kamu suka sama Nesya?" Aku melihat Gavin mengangguk.Â
"Lu gak ada masalah kan kalau gue pacaran sama adek lu?" Gavin bertanya lagi.Â
"Kamu kan tahu Gavin, kalau aku suka sama kamu," ucap ku dengan lirih.Â
Selama beberapa saat aku dan Gavin sama-sama terdiam.Â
"Tapi gue cuma nganggep lu sebagai seorang sahabat aja," Jawaban Gavin seperti tamparan keras buat ku.Â
Ya seharusnya aku sudah bisa menebak sejak awal, saat pertama kali aku mengatakan kalau aku menyukai Gavin, laki-laki itu langsung menolak ku.Â
"Sahabat ya?" Aku hanya bisa tersenyum pedih.Â