Mohon tunggu...
Dwiroso Dwiroso
Dwiroso Dwiroso Mohon Tunggu... Freelancer - Pekerja freelancer
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Laki-laki

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Matahari dan Bulan

7 Januari 2023   19:14 Diperbarui: 7 Januari 2023   19:21 260
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Matahari dan Bulan 

By. Dwiroso

Ketika malam belum larut

Aku tengadakan kepala

Memandangi hamparan langit hitam

Bertabur bintang

Berkerlapan

Alam berbaur dalam gugus semesta

Jutaan bola mengumpul dalam lingkungannya 

Udara malam

Menggigit nadi

Tuhan, 

Kau hamparkan angkasa raya

Dan masing-masing tak sia-sia Kau ciptakan

Hanya keterbatasan hamba

Yang menalar bahwa bumi satu-satunya

Tempat hidup hamba

Sungguh diluar sana

Hamba tergagap untuk sanggup memahami seberapa besar nilai guna benda-benda itu sehingga harus Kau ciptakan

Hamba hanya debu di belantara raya

Hamba hanya simbol ketidak berdayaan di jagat maha karyaMu

Ketidakberdayaan semakin nampak dari kesombongan hamba

Yang selalu merasa paling benar dan berkuasa

Sikap tidak sungguh-sungguh dalam mengkaji samudera ilmuMU

Membuat hamba melupakan bahwa Engkau sangat mampu melenyapkan raga dan jiwa hamba dalam sekejap

Seperti debu yang menempel pada benda lalu kita tiup atau kita sapu dalam hitungan detik musnah..

Itulah perumpamaan hamba jika Kau menghendaki

Hamba ceroboh dengan pikiran ini

Hamba menganggap Kau terlalu berlebihan dalam mencipta

Padahal seandainya di alam ini hanya ada bumi dan kita

Maka sesungguhnya ia tak akan bisa beredar

dan kita pun tak mungkin ada di atasnya

adanya benda-benda langit lain di antara bumi

planet-planet

lalu bergabung menjadi galaxy

menjadi irisan dari tata surya

adalah bagian dari hukum keseimbangan 

yang saling menyeimbangkan gerak orbit antara satu benda langit dengan benda langit lainnya

sehingga tidak saling tabrak 

Matahari yang berpijar

tak membuat benda-benda didekatnya terbakar

karena jarak yang telah di atur oleh Tuhan

dan pancaran energi panasnya

menghidupi seluruh makhluk dibumi

 

Matahari adalah pelajaran untuk mendidik kita

renungi keberadaannya...

kita adalah matahari 

apabila yang kita pancarkan mempunyai daya guna bagi kehidupan sesama dan lingkungan

Apa yang kita miliki

ilmu kita

akhlak kita

pengalaman kita

jabatan kita

harta

apabila sanggup menjadi energi bagi keberlangsungan keadilan, keharmonisan, kemakmuran hidup bersama

maka,

sesungguhnya itulah matahari

dan apabila telah berbagi, maka sinarnya akan menjadi rahmat bagi yang masih terkelamkan

itulah mereka yang di umpamakan bulan yang gelap

dan kenyataannya matahari tidak egois

ia membagi cahayanya kebulan

lalu cahaya itu dipantulkan kembali kebumi

hingga bulan yang gelap itu pada akhirnya seperti bercahaya,

membuat malam menjadi indah dengan hadirnya bulan dengan purnamanya

apakah kita sanggup menjadi matahari

yang berbagi cahaya dengan bulan

sehingga bulan menjadi memiliki keindahan

bukan semata benda langit yang gelap

atau kita hanya seperti benda-benda langit yang berada di ribuan tahun kecepatan cahaya

yang seolah tak nampak nilai gunanya

karena kita telah membiarkan kekayaan dalam diri dan otak kita

tidur dan mendengkur...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun