Dalam menuntun segala kodratnya itu sendiri, Ki Hajar Dewantara memiliki semboyan yang sangat terkenal hingga sekarang. Semboyan itu dikenal dengan Patrap Triloka yang memiliki unsur-unsur (dalam bahasa Jawa) yaitu: Ing ngarsa sung tuladha (yang di depan memberi teladan/contoh) Ing madya mangun karsa (di tengah membangun prakarsa/semangat) Tut wuri handayani (dari belakang mendukung).
Filosofi Ki Hajar Dewantara dengan Pratap Triloka tersebut memiliki kaitan dengan penerapan pengambilan keputusan sebagai seorang pemimpin. Seorang pemimpin pembelajaran dalam mengambil keputusan tentunya keputusan yang diambil harus mampu memberikan teladan/contoh, membangun semangat dan memberikan dukungan untuk bawahannya.
Bagaimana nilai-nilai yang tertanam dalam diri kita, berpengaruh kepada prinsip-prinsip yang kita ambil dalam pengambilan suatu keputusan?
Sebagai seorang pemimpin yang menuntun (among) tentunya harus mampu menginternalisasi nilai-nilai kebajikan yang ada dalam dirinya dalam sikap dan perbuatannya karena nilai-nilai atau prinsip-prinsip yang kita anut dalam suatu pengambilan keputusan dapat memberikan dampak yang luar biasa pada lingkungan sekitar kita. Untuk dapat mengambil keputusan yang bijak yang dapat dipertanggungjawabkan tentunya keputusan yang akan diambil harus sesuai dengan kaidah-kaidah yang harus dilaksanakan dalam pengambilan dan pengujian keputusan berdasarkan pada 4 paradigma, 3 prinsip, dan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan sehingga keputusan bisa dipertanggungjawabkan.Â
Nilai-nilai yang tertanam dalam diri kita berpengaruh kepada prinsip-prinsip yang kita ambil dalam pengambilan suatu keputusan. Nilai yang sudah tertanam tersebut dapat mempengaruhi terhadap keputusan yang akan kita ambil dalam penyelesaian suatu masalah. Sebagai orangtua dan guru hendaklah menanamkan nilai-nilai kebajikan universal yang akan terus bermanfaat bagi putra-putri kita. Nilai-nilai kebajikan universal yang tertanam dalam diri kita akan mempengaruhi kepada prinsip-prinsip yang kita ambil dalam pengambilan suatu keputusan. Suatu contoh, jika anak sering diajarkan bagaimana cara menyenangkan orang banyak, maka dalam mengambil keputusan berpikir berbasis hasil akhir. Kalau sejak kecil sudah diajarkan menaati peraturan yang ada, maka cara berpikir kita akan berbasis peraturan. Dan apabila sejak kecil kita sudah diajarkan tentang empati, maka prinsip pengambilan keputusan kita lebih diajarkan tentang empati, maka prinsip pengambilan keputusan kita lebih besar akan berpikir berbasis rasa peduli.
Bagaimana materi pengambilan keputusan berkaitan dengan kegiatan 'coaching' (bimbingan) yang diberikan pendamping atau fasilitator dalam perjalanan proses pembelajaran kita, terutama dalam pengujian pengambilan keputusan yang telah kita ambil? Apakah pengambilan keputusan tersebut telah efektif, masihkah ada pertanyaan-pertanyaan dalam diri kita atas pengambilan keputusan tersebut? Hal-hal ini tentunya bisa dibantu oleh sesi 'coaching' yang telah dibahas pada sebelumnya.
Kegiatan coaching adalah keterampilan yang sangat penting yang harus dikuasai oleh seorang pemimpin karena melalui coaching dalam menggali suatu masalah yang sebenarnya terjadi baik masalah dalam diri kita maupun masalah yang dimiliki orang lain. Dengan langkah coaching terjadi hubungan yang kesetaraan yang memberdayakan coachenya. Dengan menggunakan pertanyaan-pertannyaan yang mengalir dengan alur TIRTA, fokus, kehadiran penuh dan mendengarkan secara aktif kita dapat mengidentifikasi masalah apa yang sebenarnya terjadi dan membuat pemecahan masalah secara sistematis.Â
Konsep coaching TIRTA itu sendiri sangat ideal apabila dikombinasikan dengan sembilan langkah konsep pengambilan dan pengujian keputusan sebagai evaluasi terhadap keputusan yang kita ambil.
Kegiatan pengambilan keputusan berkaitan erat dengan kegiatan coaching yang diberikan pendamping ataupun fasilitator dalam perjalanan proses pembelajaran kita. Terutama dalam pengujian pengambilan keputusan yang telah kita ambil, di mana dengan coaching kita dapat menuntun seseorang untuk menemukan solusi terbaik dari segala masalah mereka.Â
Dengan banyak mendengarkan dan menjadi coach bagi murid ataupun rekan sejawat, kita dapat menerapkan paradigma, prinsip, dan langkah-langkah dalam pengambilan dan pengujian suatu keputusan. Namun segala keputusan tetap kita serahkan kepada murid tersebut. Itulah bedanya dengan konselor ataupun mentor. Pengambilan keputusan yang diambil berdasarkan 4 paradigma, 3 prinsip, dan 9 langkah pasti akan lebih efektif dan dapat dipertanggungjawabkan. Apabila dalam pengambilan keputusan masih terdapat keragu-raguan, maka untuk mempertimbangkan pengambilan keputusan tersebut bisa dibantu dengan sesi coaching. Rekan sejawat ataupun murid yang bermasalah dapat menceritakan secara jelas dan dapat kita bantu serta tuntun mereka untuk menemukan keputusan terbaik dari masalah mereka.
Apakah pengambilan keputusan tersebut telah efektif, masihkah ada pertanyaan-pertanyaan dalam diri kita atas pengambilan keputusan tersebut? Hal-hal ini tentunya bisa dibantu oleh sesi melaui teknik 'coaching' dengan menggunakan pendekatan alur TIRTA.