Seorang kasatria dan petarung, ahh ... sialan aku belum bisa memecahkannya. Di mana pria asing itu di mana?Â
"Papa, Mengapa Nenek Eyang meninggalkan kita begitu cepat? Padahal aku belum banyak mengenalnya. Mengapa Papa?"Â
Pertanyaan putraku sontak membuatku terperanjat, lamunanku terhenti.Â
"Nicholas, ada masa di mana kita harus meninggalkan dunia ini. Ada masa di mana kita harus kembali ke sisi-Nya sebagaimana yang Ia kehendaki."Â
"Tapi papa, Apakah kita bisa membeli sebuah nyawa? Nego Ia Papa, nego Ia agar membawa Nenek Eyang kembali ke sisi kita. Aku rindu Nenek Eyang Papa. Aku menginginkan Nenek."Â
"Nicholas ...."Â
Kau tidak bisa membeli nyawa dengan harta duniamu. Kau tidak bisa menego Tuhanmu hanya karena kau adalah penyembahnya. Sadarilah posisimu, kau hanya seorang hamba bukan Tuhan. Bahkan bila kau bergelar Tuhan sekalipun suatu saat tepat pada masanya kau akan menemui ajal sebagaimana yang ditetapkan oleh Tuhan yang berada di atasmu. Ada Tuhan di atas Tuhan. Ada Pencipta di atas Pencipta. Syukuri dirimu meski kau hanya seorang hamba. Syukuri dirimu meski kau tak memiliki gelar Tuhan. Mikael selesaikan misimu, temukan ia dan sudahi perjanjianmu dengan ia yang kau sebut sebagai Tuhan. Semangat Mikael mentari masih bersinar dan jam pasir belumlah menyusut.Â
"Nicholas, Nicholas sayang, saatnya sarapan nak."Â
Â
bersambung ...Â
Â