"Jerman dan Jepang sanggup bangkit menjadi Negara maju dalam waktu 25 - tahun sejak kalah perang. Korea Selatan yang merdekanya 5 - tahun di belakang Endonesa, sekarang sudah menjadi Negara maju."
"Merdeka?"
"Tidak juga."
"Lho, kok tidak juga? Bukankah sudah 66?"
"Ya, betul sudah 66."
"Jadi, jelas sudah merdeka, bukan?"
"Saya tidak tahu. Tanyakan saja pada sang waktu, yang bernama tujuhbelas delapan empat-lima. Panggillah sang masa itu. Tanyakan padanya; Apakah benar bangsa ini sudah merdeka sejak hari dilahirkannya? Apakah benar bangsa ini sudah merdeka setelah tahun '66? Apakah benar bangsa ini sudah merdeka setelah tahun '96? Jika belum, mintalah padanya agar segera mempengaruhi saudaranya, si masa duaribu sebelas dan seterusnya. Supaya bisa mengarahkan dengan benar jalan sejarahnya, sehingga bisa menghantarkan bangsa Indonesia menuju ke kemerdekaan yang sesungguhnya. Merdeka dari segala hal! Dan terbebas dari segala penderitaannya! Atau tanyakan saja pada koruptor yang sudah lama 'merdeka' lebih dulu, jika ingin mengetahui jawaban versi lain dari arti merdeka."
"Tuan Endonesa, ini saya nyatakan agar tuan tahu, bahwa sebenarnya ingin sekali saya kibarkan 66 - buah bendera merah-putih untuk tuan hari ini, di hari peringatan dirgahayu tuan yang ke 66 ini, di depan rumah kontrakan petakanku. Namun tuan, jangankan sebanyak 66-buah bendera, sebuah pun saya tidak punya, tuan. Maafkan saya, tuan. Maafkan keteledoran dan kekurang-pedulian saya, tuan. Maafkan ketidak-mampuan saya dalam menyisihkan uang, tuan. Hingga sejauh ini saya tidak sempat membeli sebuah bendera merah-putihmu, tuan. Maafkan saya jika uangku yang sedikit ini lebih saya dahulukan untuk membela hidup keluargaku, dari pada menguatkan tekad untuk membeli benderamu, tuan. Maafkan kemiskinanku, tuan. Janganlah tuan anggap, bahwa rasa nasionalisme saya sudah luntur karena masalah bendera ini, tuan. Sama-sekali tidak, tuan."
"Dan juga agar tuan tahu, bahwa saya pernah ditampar oleh bapak saya, yang sudah almarhum sejak '95, karena pernah secara tidak sengaja, saya menjatuhkan benderamu saat hendak menaikkannya pada dirgahayumu yang ke - 43 pada tahun '88 dulu, tuan. Dengan sangat marah beliau mengatakan pada saya; Teledor kamu! Kamu tahu, tidak? Sang saka merah-putih itu tidak boleh menyentuh tanah walau seujung saja! Ngerti, kamu? Kamu tinggal memasang dan menaikkan bendera dengan baik dan benar saja tidak mampu! Ini sama-sekali tidak berat, kan? Tidak perlu kamu mengalami perang, kan? Untuk membela dan menghormati bendera ini? Sedangkan para pahlawan dulu berjuang, merdeka atau mati! Demi tegak dan berkibarnya sang saka merah-putih ini! Demi kemerdekaan dan kedaulatan Indonesia! Kamu tahu, tidak? Bendera itu adalah merupakan lambang kedaulatan sebuah Negara! Sekali ditegakkan, maka tidak boleh menyentuh tanah! Ngerti, kamu? Menyadari hal itu, maka sejak saat itu tak pernah terjadi lagi kesalahan seperti itu dalam hidup saya. Begitulah tuan. Semoga tuan Endonesa berkenan."***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H