Check satu nomor disco berikut, oke banget:
Sumber: YouTube; fritz5152 — November 10, 2009 — La Bionda - One for you, one for me 1978
Â
Classic Disco? Oh Yeaaahh! Itulah ungkapan spontanitas saya, jika ada teman-teman yang mengajak saya berdisko klasik di klub-klub di Jakarta, atau hanya memutar mp3-nya, atau sekedar berdiskusi tentang musik disco saja, saya senang sekali.
Â
Ya, musik disco adalah salah satu genre musik yang saya suka. Lagu, komposisi,  irama, beat dan aransemennya terdengar serasi dan enak sekali, asyik untuk bergoyang, terutama lagu-lagu disco era '70-an dan '80-an, dengan; Bola disco gemerlapan, baju ketat, rambut kribo, celana cutbray, penampilan kinclong dan sepatu roda, yang mana atribut-atribut tersebut mewakili genre-nya pada masa itu.
Â
Disco di era '90-an awal masih okelah. Namun pada era seterusnya, disco sudah memasuki sub-genre baru, yakni; house music, dan untuk disco genre ini saya sudah tidak suka lagi, karena saya sudah sulit untuk bisa menikmatinya. Menurut saya, disco pada genre house ini telah banyak meninggalkan manisnya irama disco, dan beat-nya dibuat untuk bisa menyesuaikan pada kebutuhan otak orang akan beat dalam keadaan pengaruh psikotropika. Dan orang yang otaknya sedang dalam pengaruh psikotropika, maka disco house ini akan bisa dinikmati.
Â
Dulu, sekitar '75 - '80, sewaktu saya masih anak-anak, kalau Bapak dan Ibu saya sedang pergi, saya mengumpulkan teman-teman di rumah dan mengajak mereka berdisco. Lalu saya bikin minuman es sirup dan menyediakan makanan ringan untuk teman-teman saya. Ceritanya kepingin bikin pesta-pestaan. Lagu disco yang saya putar waktu itu adalah: Funky Town (Lipps Inc.), One for you, one for me (La Bionda), Falling in love with Summertime (Tina Charles), River of Babylon (Boney M),  Mandolay, Plastic Doll, dan lain sebagainya. Menikmati sekali saya dan teman-teman waktu itu. Sebuah kenangan yang indah.
Â
Disco adalah musik yang dinamis, iramanya sanggup menggerakkan seluruh anggota badan. Disco dance bisa digunakan untuk berolah-raga. Jika kita berdisco, dijamin pasti keringatan, semua otot-otot bergerak meregang, tubuh menjadi tambah atletis. Sangat menyehatkan. Bahkan Para dokter di Amerika Serikat telah mendapati manfaat dari disco bagi kesehatan, bahwa salah satu lagu disco, yakni; "Stayin' Alive" dari Bee Gees pada 1977, merupakan irama lagu dengan beat yang ideal untuk diikuti saat menampilkan tekanan/pompaan pada dada korban serangan jantung, di monitor CPR (Cardio Pulmonary Resuscitation). Asosiasi Jantung Amerika Serikat menentukan kompresi pada dada di monitor CPR, idealnya adalah sebesar 100/menit, sedangkan lagu disco di atas beatnya, yakni 103/menit. Dekat sekali, kan?
Â
Sekilas Disco
Dulu, disco diklaim sebagai musiknya kaum homo di Amerika Serikat. Di dalam bar atau diskotek, para gay sudah berani secara terbuka mengekspresikan identitas seksualnya.
Simon Frith berkata dalam buku Sound Effects; "Youth, Leisure, and the Politics of Rock ‘n' Roll", disko itu musik dengan bar tunggal, mobilitas seksual, pengelanaan heteroseksual, masa bebas akhir pekan, dan fantasi-fantasi yang fana.
Dansa
Musik dansa adalah musik khusus untuk tarian pergaulan (social dancing). Muncul sejak 3 - 4 abad yang lalu, yang mencakup berbagai jenis musik, dari waltz, country, tango hingga rock and roll.
Hingga akhir ‘70-an, bagi komunitas klub malam, istilah musik dansa lebih tepat mengarah pada musik elektronik, yaitu disco. Dan disco mempunyai akar yang kuat pada irama musik; swing, samba, cha-cha, mambo, merengue, foxtrot, dan tango, juga dalam beats funk, rhythm dan blues, dari akhir ‘60-an sampai awal ‘70-an.
Awalnya adalah New York pada ‘70-an. Amerika sedang jenuh oleh perang Vietnam, politik dalam negeri dan ekonomi yang suram. Maka anak-anak muda pun memberontak, mencari kegembiraan di malam hari, di klub-klub bawah tanah di Manhattan. Saat itulah disco muncul untuk pertama kalinya. Kaum yang terpinggirkan dalam budaya mainstream, yakni Negro dan gay pun mendapatkan salurannya.
Sukses instrumental "Love's Theme" oleh Love Unlimited Orchestra, yang dipimpin oleh pemusik R&B - Barry White (1974), dan lagu "Do the Hustle" (1975) oleh Van McCoy, menandai hadirnya sebuah genre baru musik dansa, yaitu; Disco.
Bee Gees adalah grup musik yang  populer pada ‘60-an dan ‘70-an. Beranggotakan trio Gibb bersaudara; Barry Gibb - vokalis utama, serta dua orang saudara kembarnya yaitu Robin Gibb - vokalis dan Maurice Gibb - keyboard / gitar. Bee Gees melejit untuk yang kedua kali saat menyeberang ke ranah disco, dengan lagu-lagunya yang terkenal, seperti; Stayin' Alive, You should be dancing, Saturday Night fever, Jive Talkin', Can't Keep A Good Man Down, Search Find, The Woman In You, Night in The Broadway, dan masih banyak lagi. Keyboardis dan gitaris - Maurice Gibb meninggal pada tanggal 12 Januari 2003 di Miami Beach - Florida, dan sejak itu pula, Barry dan Robin memutuskan untuk tidak tampil lagi sebagi Bee Gees.
John Travolta
Kemunculannya dalam film "Saturday Night Fever" (1977), mengambil dari salah satu nomor disco terkenal Bee Gees, John Travolta berperan sebagai Tony Manero - si Raja Disco, membuat disco fever menyebar ke seantero dunia, dan John Travolta pun langsung menjadi ikon disco dunia. Film musikal ini sepenuhnya digarap oleh Bee Gees, dengan lagu andalannya "Staying Alive", yang bercerita tentang kerasnya kehidupan kala itu, dan bagaimana orang mencari pelarian lewat dansa. Dan karena sukses besarnya dalam film disco ini, John Travolta pun mengukuhkan diri sebagai artis papan atas Hollywood.
Setelah melewati fase awal tersebut, disco memasuki fase yang dinamakan; post-classic disco pada awal ‘80-an, yang antara lain ditandai dengan munculnya lagu Sharon Redd - "In the Name of Love" (1982). Setelah periode itu, lalu muncullah genre baru, yaitu; new wave dan funk rock.
Penampilan Erotis dan Lirik Nge-sex
Terinspirasi pencarian kebebasan berekspresi dalam mencari kesenangan dan identitas seksual, La Bionda - sebuah grup musik disco dari Italia, yang personilnya terdiri dari 2 orang pria dan 2 orang wanita, salah-satu ikon disco dunia, yang pernah menggoyang dunia pada 1978 lewat lagu "One for You One for Me", mengekspresikan penampilannya dengan 2 personil wanitanya mengenakan baju tipis transparan, sehingga terlihat jelas dadanya. Membuat disco semakin panas.
Juga seperti tidak peduli dengan liriknya yang nge-sex, anak-anak muda pun terus bergoyang mengikuti lagu-lagu dengan beat dinamis, disco yang sudah di-mix dengan rap, seperti; "Gucci, You're Through" (Pretty Girls), " We Want Some Pussy" (2 Live Crew) dan "I Want Your Sex" (George Michael).
"Gucci, You're Through" (Pretty Girls), bercerita tentang persetubuhan, cewek yang melecehkan small size dari "property" cowok. " We Want Some Pussy" (2 Live Crew) membuat pedisco histeris. Dan "I Want Your Sex" (George Michael) adalah rayuan untuk mengajak bermain sex.
Pada ‘90-an, disco muncul lagi dengan sub-genre baru, yaitu dance music. Waktu itu sudah mulai ada pencangkokan, seperti yang dilakukan oleh Boney M. Pada pertengahan ‘90-an. Genre baru ini marak seiring dengan pesatnya teknologi rekaman. Pemusik seperti Moby dan Fatboy Slim, menghadirkan cangkokan disco dengan aliran electronic music atau yang disebut aliran industry.
Era pertengahan '90-an adalah era elektrik, yakni ketika mereka mengambil lagu orang lain, lalu meramunya (mix). Fatboy Slim misalnya, meramu "Bird of Prey"-nya Jim Morison - The Doors, lalu menggubahnya menjadi lagu dansa disco.
Tahapan selanjutnya adalah muncul sub-genre dengan beat yang lebih cepat, seperti; techno, house, drum ‘n' beat, progressive, dan jungle. Musik-musik seperti inilah yang belakangan mengisi lantai dansa di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Meski sudah digemari banyak orang, dance music masih tetap menjadi simbol dari komunitas bawah tanah. Subkultur yang tidak ingin bergerak di arus utama.
Michael Jackson & The Jackson Five
Inilah dia "An American Dream". The Jackson Five adalah sebuah grup musik paling terkenal di Amerika Serikat, dengan personil; Tito Jackson, Jacky Jackson, Marlon Jackson, Jermaine (Jerome) Jackson dan Michael Jackson, yang sebagian besar lagu-lagunya ber-genre disco. The Great Performer lanjutan yang kedua di Amerika Serikat setelah Elvis Presley. Di era '70 - '80, The Jackson Five menghentak panggung disco dengan nomor-nomor terkenalnya, seperti; The Love You Save, Dancing Machine, Going Back To Indiana, Forever Came Today, Life Of The Party, Body Language, Moving Violation, Can You Feel It?, Shake Your Body Down, dan masih banyak lagi.
Pada 1979, salah-satu personil The Jackson yang paling menonjol, yaitu Michael Jackson, tampil bersolo-karir, dengan debut pertamanya mengeluarkan album "Off The Wall", dengan lagu-lagunya seperti; Off The Wall, Dont Stop ‘Till You Get Enough, Rock With You dan Burn This Disco Out. Inilah album breaktrough Michael Jackson, karena dia betul betul mengubah image-nya menjadi manusia musik paling kreatif dan sarat inovasi. Bahkan album ini dianggap sebagai penyelamat musik disco yang berada diambang keruntuhan pada akhir era ‘70-an. Disini pula Michael mulai mengeksplorasi warna vokalnya menjadi kian bergairah. Musiknya pun terdengar eklektik. Ada soft rock, funk, ballad dan disco tentunya.
Konstruksi sound yang dibangun oleh seorang jazzer, yang kemudian lebih dikenal sebagai produser midas, yaitu Quincy Jones, lebih memperkukuh pesona Jackson sebagai bintang yang sangat menjanjikan. Bayangkan di album ini terdapat begitu banyak komposisi dari para pesohor music, seperti; Paul McCartney, David Foster, Rod Temperton (mantan Heatwave), Carole Bayer Sager dan Stevie Wonder. Bahkan nomor "Dont Stop Till You Get Enough" dan "Rock With You" berhasil berjaya menjadi anthem di lantai disco seantero jagad.
Kedigdayaan disco era Michael Jackson tidak berhenti pada album "Off The Wall" saja, melainkan berlanjut dengan keluarnya album "Thriller" pada 1982. Jika "Off The Wall" merupakan sebuah sukses massive, maka "Thriller" melampaui segalanya. Bayangkan, saat album ini dirilis pada 1982, telah menghasilkan 40 juta dollar. 7 dari 9 lagu dalam album yang juga digarap oleh Quincy Jones ini, berhasil meraih peringkat Top Ten. Selain itu, dari album inilah MTV mulai membuka sekat rasialisme dalam tayangan videoklipnya. Dan Jackson adalah artis berkulit hitam pertama yang tampil di MTV.
Simak saja nomor-nomr disco legendaris dalam album "Thriller", seperti; Billy Jean, Wanna Be Startin' Somethin', Beat It (diperkuat oleh gitaris - Eddy Van Hallen), dan Thriller. Sehingga gelar megabintang pun mulai disematkan Jacko (panggilan akrab Michael Jackson) sejak sukses spektakuler album ini.
Bahkan "Billy Jean" didaulat sebagai lagu disco paling terkenal, terpopuler sepanjang zaman. Terlebih lagi, dalam lagu inilah untuk pertamakalinya Jacko menampilkan gerakan "Moonwalk" yang sangat memukau, sebuah kontribusi yang besar dalam koleksi gerak dansa disco.
Kejayaan disco masih berlanjut, dimana Jacko mengeluarkan album-albumnya lagi, yaitu; "Bad", "Dangerous", dan lainnya, meskipun tidak sefenomenal "Thriller", namun tetaplah lagu-lagu disco yang terdapat dalam 2 album tersebut adalah merupakan nomor-nomor disco yang spektakuler, seperti; Bad, Smooth Criminal, The Way You Make Me Feel, Black Or White, Jam, Scream, dan lain-lainnya. Dan Jacko, sang penyelamat disco ini, telah berhasil menghantarkan disco dengan Jacko style-nya sebagai mainstream musik sepanjang masa yang kedua di dunia setelah The Beatles.
Performers lainnya yang tak kalah memukau dalam gegap-gempita dunia disco, yang tentunya kita masih ingat, seperti; ABBA dengan hits papan atasnya; "Dancing Queen", "Mamamia", dan lain-lain, Stevie Wonder dengan lagu "Supertition", Kool And The Gank dengan hits terkenalnya; "Get Down On It" dan "Everybody Stand Up And Sing", KC And The Sunshine Band dengan lagu "Give It Up", Billy Joel dengan lagu "Uptown Girl", Gloria Gaynor dengan lagu "I Will Survive" - di daulat sebagai lagu kebangsaan café-café di Jakarta, Jessie Green dengan lagu "Come With Me", Realthing dengan lagu "You To Me Are Everything", BVSMP dengan hits "I Need You", Vanilla Ice dengan lagu "Ice Ice Baby" - yang sempat membakar Jakarta di era '90-an, Milli Vanili dengan hits kondangnya; "Girl You know It's True", "Baby Don't Forget My Number", "Blame It On The Rain", dan "All Or Nothing", Los Del Rio dengan lagu "Macarena", dan masih banyak lagi.
Di era 2000-an sekarang ini, disco masih tetap eksis dan masih disukai banyak orang. Terbukti dengan banyaknya artis yang masih setia pada genre disco, seperti; Gorillaz, Sophie Ellis Bextor, Kylie Minogue, Scissor Sisters, dan Lady Gaga.
Performer Disco Indonesia
Indonesia, dimana masyarakatnya adalah pengapresiasi musik yang serius, juga tidak ketinggalan ikut serta dalam gegap-gempita musik disco, meskipun dalam skala yang tidak begitu besar pada awalnya, yaitu era '70-an, karena saat itu blantika musik Indonesia dikuasai oleh; Koes Plus, The Mercy's, dan lain-lain sejenisnya.
Jawara-jawara disco yang sempat menggoyang Indonesia, antara lain adalah;
1.      Marini & The Step dengan album "Pop Disco" pada 1977, menurunkan hits; "Ratu Disko"(terjemahan dari "Dancing Queen"-nya ABBA), "Yang Ini Yang Itu" (terjemahan dari "One For You One For Me"-nya La Bionda), "Play That Funky Music" (lagunya Wild Cherry), "Peganglah Tanganku", "Dansa Jenaka", "Dansa Yo Dansa", dan "Mari ke Disco". Bahkan "Dansa Yo Dansa" banyak di-tribute oleh penyanyi-penyanyi zaman sekarang, seperti; Genn Fredly dan kawan-kawan, juga oleh salah-satu artis Indonesian Idol.
2.      Chrisye, melontarkan hits; "Juwita" dan "Serasa" karya Guruh Soekarno Putra dalam album "Musik Gedongan" pada '77 - '78, dengan drummer Fariz RM. Yang masih sangat muda waktu itu.
3.      Acan Rachman 80's Rules, bersama rekan-rekan Disc Jockey lainnya, seperti; DJ. Krisyan Tanjung, DJ. Sanny Johan, DJ. Adam Jagwani, DJ. Jockey Saputra, DJ. Tommy Fan, DJ. Ijul, dan masih banyak lagi, telah menggoyang klub-klub disco Jakarta, seperti; Ori - Hilton Hotel, Musro - Borobudur Hotel, Pitstop - Sari Pan Pacific Hotel, Ebony - menghadirkan Videotheque, dan Earthquake - menghadirkan lantai dansa yang bisa bergoyang laksana gempa.
4.      Shanty, dalam album "Bintang Utara" pada 2001, menyuguhkan "Lebih Baik Jangan", nomor classic disco karya Regi Chasmala yang diaransemen oleh komposer pop kondang - Andi Rianto, menghantarkannya meraih "Best Artist Pop & Disco" di ajang Anugerah Musik Indonesia (AMI) 2003.
5.      Soul Id, sebuah grup soul / hip hop era 2000-an, dengan hits "Boogie Time", yang dirilis sekitar Oktober 2008, membawa para penggemar disco kembali ke aura disco era '70-an dan ‘80-an. "Boogie Time" pernah meraih rating tertinggi di acara TV "Dahsyat" di RCTI pada 2009.
6.      Karena pesona dari "Boogie Time"-nya Soul Id tersebut, menggelitik Guruh Soekarno Putra untuk turut terjunke kancah disco, dengan menciptakan sebuah lagu disco yang cukup ‘gila', yaitu "Gila Disco".
7.      Tora Sudiro, Vincent Rompies Club ‘80s, Poppy Sovia, Arie Untung dan Denny Malik, berdisco-ria dalam "Benci Disko", sebuah film drama komedi yang menyegarkan produksi Rapi Film pada 2009.
Setelah mengikuti perjalanan disco tersebut, rasanya disco tidak akan mati, seperti yang telah dikukuhkan oleh Michael Jackson lewat hits abadi - "Billy Jean" dengan aksi "Moonwalk"-nya.
Classic Disco? Oh Yeaaahh!*
Â
Diolah: Dari berbagai sumber.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H