Dalam pendidikan, pendekatan ini dapat digunakan untuk memahami bagaimana berbagai elemen, seperti siswa, guru, dan lingkungan belajar, saling mempengaruhi satu sama lain. Sementara itu, Teori Kontingensi berargumen bahwa tidak ada satu cara terbaik untuk mengelola organisasi; pendekatan yang efektif tergantung pada situasi dan konteks tertentu (Fiedler, 1964).
Teori modern, seperti Teori Jaringan dan Teori Organisasi Belajar, semakin relevan dalam era globalisasi dan teknologi informasi. Teori Jaringan menekankan pentingnya kolaborasi antara organisasi untuk mencapai tujuan bersama (Powell, 1990). Dalam konteks pendidikan, ini dapat dilihat dari kemitraan antara sekolah, universitas, dan industri untuk menciptakan program pendidikan yang relevan.Â
Sementara itu, Teori Organisasi Belajar, yang dikembangkan oleh Senge (1990), menekankan pentingnya pembelajaran berkelanjutan dalam organisasi. Ini sangat penting dalam konteks pendidikan, di mana inovasi dan adaptasi terhadap perubahan sangat dibutuhkan.
Selain itu, teori-teori ini juga dapat saling melengkapi. Misalnya, dalam mengelola perubahan di sekolah, pengelola dapat menggunakan pendekatan dari Teori Kontingensi untuk menentukan strategi yang paling sesuai dengan konteks yang ada, sambil tetap mempertimbangkan elemen-elemen dari Teori Sistem.Â
Dengan memahami berbagai jenis teori organisasi, pengelola pendidikan dapat mengambil keputusan yang lebih informasional dan strategis.
Dengan demikian, pemahaman tentang jenis-jenis teori organisasi sangat penting bagi pengelola dan pendidik. Hal ini memungkinkan mereka untuk memilih pendekatan yang paling sesuai dengan kebutuhan dan tantangan yang dihadapi dalam organisasi pendidikan mereka.
Konsep Organisasi
Konsep organisasi merujuk pada struktur dan sistem yang dibangun untuk mencapai tujuan tertentu. Sebagaimana diungkapkan oleh Mintzberg (1979), organisasi adalah sekelompok orang yang bekerja sama untuk mencapai tujuan yang sama.Â
Dalam konteks pendidikan, organisasi dapat diartikan sebagai institusi yang mengelola proses pembelajaran, baik formal maupun informal, yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan seperti guru, siswa, dan orang tua.Â
Menurut Robbins dan Judge (2017), organisasi juga dapat dilihat sebagai entitas sosial yang terstruktur dan dikelola untuk mencapai hasil yang diinginkan. Dalam hal ini, pendidikan sebagai organisasi tidak hanya terbatas pada sekolah, tetapi juga mencakup universitas, lembaga pelatihan, dan program-program pendidikan non-formal.
Statistik menunjukkan bahwa di Indonesia, terdapat lebih dari 300.000 sekolah yang beroperasi, mulai dari tingkat dasar hingga menengah (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2022). Angka ini mencerminkan kompleksitas organisasi pendidikan yang ada, di mana masing-masing memiliki struktur, kebijakan, dan tujuan yang berbeda.Â