"Doa malam: Tuhan yang merdu, terimalah kicau burung dalam kepalaku."
Di kalangan sastrawan dan penyair siapa tidak kenal Joko Pinurbo. Ia adalah salah satu penyair yang mempunyai diksi unik dalam membuat karya puisi. Tidak mudah bagi awam sastra untuk bisa memahami bahasa "sederhana" Joko Pinurbo.Â
Puisi-puisinya lahir dari keseharian, kadang hanya remeh temeh, tentang celana, tentang sarung, tentang hal-hal yang jarang diceritakan penyair lain misalnya tentang cinta.
Beberapa bukunya yang terkenal yaitu Celana (1999), di Bawah Kibaran Sarung, Pacarkecilku (2001), Telepon Genggam (2003), kekasihku (2004), Pacar Senja (2005), Kepada Cium (2007), Tahi Lalat (2012), Seperti Bulu Matamu:Padang Ilalang, Surat Kopi, Surat Dari Yogya, Selamat Menunaikan Ibadah Puisi, Malam Ini Aku akan Tidur Di Matamu, Buku Latihan Tidur, Perjamuan Khong Guan, Salah Piknik, Sepotong Hati di Angkringan, Kabar Sukacita, dan Epigram.
Produktivitas Jokpin begitu nama yang biasa diucapkan oleh teman-teman penyair dan sastrawan luar biasa. Karya-karyanya terpajang di rak-rak buku Gramedia dengan banderol yang lumayan cukup mahal, tetapi harga bukunya setimpal dengan kualitas karyanya yang banyak menginspirasi penyair dan pecinta sastra.Â
Menurut beberapa testimoni dari rekan, editor puisi-puisinya di penerbitan Kompas Gramedia, Jokpin itu sangat mudah diajak menjadi nara sumber meskipun saat tidak enak badan, ia menyempatkan diri menerima undangan dari penerbit untuk bedah buku.
Joko Pinurbo, Lahir di Sukabumi, Jawa Barat, 11 Mei 1962. Meskipun kelahiran Sukabumi ia lebih dikenal di Yogyakarta. Sehari-harinya tinggal di Yogya yang suasana kehidupan budayanya sangat hidup.Â
Joko Pinurbo yang  tinggal  di Wirobrajan, melihat kehidupan di sekitarnya sebagai sumber inspirasi. Ia bisa disandingkan dengan penyair lain seperti Sapardi Djoko Damono, dan juga penyair pendahulunya seperti Taufik Ismail, Sitor Situmorang, Chairil Anwar.Â
Jejak kepenyairan Jokpin akan selalu dikenang lewat karya-karyanya yang sudah diterbitkan sebagai buku, menjadi bahan referensi bagi generasi penerus untuk memahami sastra di era modern.
Penulis sendiri belum pernah ketemu langsung, tetapi membaca tulisan-tulisannya terasa dibawa pada permenungan sederhana namun mendalam. Ada dua buku penulis miliki yaitu Kepada Cium, Selamat Menunaikan Ibadah Puisi, kata-kata yang dirangkai sederhana tetapi tidak semua penyair mampu menciptakan kata-kata manis dan sangat sederhana tetapi sarat makna. Sayang saya lupa di mana buku itu ditaruh, karena masih ada di box karena belum ada tempat memajang buku setelah pindah rumah.Â
Puisinya bukan seperti puisi penyair-penyair yang berusaha merangkai kata seindah mungkin. Bahkan siapa mengira judul puisinya sederhana, Celana, Kepada Cium, Di Bawah Kibaran Sarung. Seperti puisi Mbeling Remy Silado, kadang nakal, iseng, mengangkat tema sederhana dari lingkungan sekitar namun mampu memberikan makna besar kalau direnungkan.
Puisi menurut KBBI adalah ragam sastra yang bahasanya terikat oleh irama, matra, rima, serta penyusunan larik dan bait. Kalau melihat unsur unsur puisinya kadang karya Jokpin tidak mengikuti rumus syair dan puisi pada umumnya. Ia bebas menciptakan bait-baitnya.Â
Fokus puisinya pada makna, mantra dari ungkapan sederhana tentang celana, kibaran sarung, bahkan ada judul yang dipelesetkan dari ucapan khusus, seperti Selamat menunaikan ibadah Puisi (pelesetan dari selamat menunaikan ibadah puasa).
Interpretasi puisinya lepas, kadang kocak, seakan kata-katanya remah-remah namun jika dibaca berulang-ulang betapa mendalamnya makna puisi tersebut.
Indonesia pantas kehilangan talenta sastrawan, Sebelumnya sudah kehilangan Sapardi Djoko Damono, sekarang kehilangan Joko Pinurbo yang meninggal, Jumat Pagi 26 April 2024.
Jadi mencoba mengulik dan mencoba memahami puisi Jokpin Berjudul Doa Orang Sibuk 24 Jam sehari Berkantor di Ponselnya
Tuhan, ponsel saya rusak dibanting gempa.
Nomor Kontak saya hilang semua.
Satu-satunya yang tersisa ialah Nomor-Mu.
Tuhan Berkata:
dan itulah satu-satunya nomor yang tak pernah kau sapa.Â
Kalau dirasakan dan direnungkan di era modern dengan ponsel yang tidak pernah ketinggalan bersama manusia modern (termasuk saya) puisi ini mengingatkan manusia yang terlalu sibuk dengan produk benda modern yang begitu dominan membuat kehidupan manusia sangat bergantung dengan keberadaannya.
Puisinya ditulis dengan gaya bahasa khas. Seperti terbebas dari aturan baku penulisan puisi, tapi itulah puisi modern yang menjadi trad mark Jokpin yang tidak dipunyai penyair lain.
Ketika menulis puisi banyak penulis pemula terikat pada aturan baku seperti halnya yang diajarkan dalam pelajaran Bahasa Indonesia. Puisi Jokpin benar-benar memukau secara bahasa, dengan liukan bahasa seperti penyair-penyair dengan memperbanyak perbendaharaan bahasa yang "indah". Terstruktur, memperhitungkan susunan baitnya, mengatur irama diujung katanya.Â
Seperti halnya pelukis Jokpin tidak perlu lagi mengandalkan teori, puisinya bergerak dengan permainan bahasa renyahnya, seperti rengginang, seperti camilan yang enak diremah-remah, gurih tetapi tidak bosan-bosan mengulang membaca puisinya yang bisa menjentik kesadaran manusia bahwa yang sederhana, yang sering kita lihat dalam keseharian, seperti celana, sarung, bagian indra dan tubuh bisa menjadi inspirasi puisi yang memukau dan menyentuh kesadaran.
Tubuhmu sudah terbaring tenang,
Jiwamu abadi berkumpul bersama para penyair,
Ngopi bareng bersama dalam senda gurau...di gumpalan awan keabadian.
Syairmu akan selalu terukir indah dalam kenangan para pecinta puisi.
Mungkin kau kini masih punya nomor HP tetapi hanya ada satu yang tersimpan.
Tuhan. Yang jarang disapa manusia saat mabuk kesenangan (puisi spontan dari penulis)
Terima kasih Mas Jokpin telah menginspirasi. Selamat Jalan, kami yakin karyamu akan tetapi abadi dan dibaca oleh manusia dari generasi ke generasi yang mencintai puisi dan takzim menghargai karya sastra.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H