dan itulah satu-satunya nomor yang tak pernah kau sapa.Â
Kalau dirasakan dan direnungkan di era modern dengan ponsel yang tidak pernah ketinggalan bersama manusia modern (termasuk saya) puisi ini mengingatkan manusia yang terlalu sibuk dengan produk benda modern yang begitu dominan membuat kehidupan manusia sangat bergantung dengan keberadaannya.
Puisinya ditulis dengan gaya bahasa khas. Seperti terbebas dari aturan baku penulisan puisi, tapi itulah puisi modern yang menjadi trad mark Jokpin yang tidak dipunyai penyair lain.
Ketika menulis puisi banyak penulis pemula terikat pada aturan baku seperti halnya yang diajarkan dalam pelajaran Bahasa Indonesia. Puisi Jokpin benar-benar memukau secara bahasa, dengan liukan bahasa seperti penyair-penyair dengan memperbanyak perbendaharaan bahasa yang "indah". Terstruktur, memperhitungkan susunan baitnya, mengatur irama diujung katanya.Â
Seperti halnya pelukis Jokpin tidak perlu lagi mengandalkan teori, puisinya bergerak dengan permainan bahasa renyahnya, seperti rengginang, seperti camilan yang enak diremah-remah, gurih tetapi tidak bosan-bosan mengulang membaca puisinya yang bisa menjentik kesadaran manusia bahwa yang sederhana, yang sering kita lihat dalam keseharian, seperti celana, sarung, bagian indra dan tubuh bisa menjadi inspirasi puisi yang memukau dan menyentuh kesadaran.
Tubuhmu sudah terbaring tenang,
Jiwamu abadi berkumpul bersama para penyair,
Ngopi bareng bersama dalam senda gurau...di gumpalan awan keabadian.
Syairmu akan selalu terukir indah dalam kenangan para pecinta puisi.
Mungkin kau kini masih punya nomor HP tetapi hanya ada satu yang tersimpan.
Tuhan. Yang jarang disapa manusia saat mabuk kesenangan (puisi spontan dari penulis)