Ranting rambutan melambai-lambai. Aku duduk di pokok ranting besar. Sisi kanan dan kiri pohon-pohon besar. Mempunyai kekuatan apa dengan gagah berani bisa naik pohon dengan ketinggian lebih dari 10 meter. Melihat dari atas, manusia dari atas seperti melihat makhluk kecil, seperti semut yang berjalan. Tidak ada sindrom, tidak ada rasa takut jatuh.
Di masa remaja tantangan apapun dilibas, termasuk ketika mengetest diri untuk keluar malam, tanpa penerangan, berjalan di kegelapan. Waktu masih anak-anak ketakutan melihat hantu, gelap dan malam sangat terasa. Saat remaja keberanian mulai muncul, cara mengatasi rasa takut bagaimana?
Ini tips dari teman saya yang waktu kecil benar-benar penakut. Ia menantang diri untuk mencoba menembus kegelapan, menyusur jalan yang kanan kirinya kuburan. Keluar dari desa dan harus melewati bulak. Bulak itu sebuah area di mana hampir seluruh lahannya tidak ada penghuninya, hanya ada sawah, ladang dan bisa juga hutan tanpa penghuni.Â
Melewati bulak bagi anak kecil dan remaja di desa, tidaklah asing, tapi ada beberapa anak yang tetap saja takut gelap, takut hantu, takut malam. Namun ketakutan harus ditaklukkan, kalau tidak ya, Â menjadi penakut sepanjang hayat.
Itu yang dilakukan teman saya, dari melewati bulak dan kembali pulang ke rumah sekitar jam 7 malam, sampai kemudian menantang diri, melewati tempat angker dan wingit. Di desa, tempat wingit itu hampir ada di setiap jalan yang jarang ada penerangannya. Suasana gelap, dengan pohon-pohon besar di kiri kanannya.Â
Di sepanjang jalan itu ada banyak perdu, gerumbul pisang, pakis kaji, air yang mengalir dari tebing atas ke bawah. Terkadang dari tiupan angin membuat bayang-bayang daun pisang seperti hantu, apalagi saat ada sedikit pantulan cahaya. Bagi yang penakut, daun tertiup angin saja bisa dikhayalkan sebagai hantu entah pocong, entah makhluk lain yang menyeramkan.
Awal sebuah keberanian adalah rasa penasaran itu sendiri. Kalau terlalu banyak dicekam khayalan, imajinasi, barangkali bahwa yang disebut hantu itu sebetulnya halusinasi.
 Tetapi memang ada yang mempunyai kecakapan khusus bisa melihat makhluk lain. Tetapi ada banyak orang yang sudah sengaja tidur di tempat keramat, pengin melihat keanehan dan menantang diri melihat bagaimana sih bentuk makhluk astral tetap saja tidak bisa melihat. Aku termasuk yang tidak peka, hanya kadang ada perasaan aneh, ada bergerak dari tengkuk, selanjutnya jantung terasa berdebar kencang, dan keringat dingin membanjir, tetapi tetap saja tidak bisa melihat.
Ada banyak teman penakut, aku pikir cuma diriku. Ternyata yang namanya takut ini hampir dimiliki semua orang. Meskipun wajahnya sangar mirip preman pasar tapi kalau soal takut ia bisa lari tunggang langgang bila melihat hantu, bahkan sampai pipis di celana.
Jangan dikira wajah sangar itu kadang penakut di satu sisi. Misalnya takut digertak pacar atau istri. Ada pepatah mengatakan wajah Rambo hati Rinto. Wajah dan badannya penuh otot tetapi sebetulnya hatinya baik. lembut selembut salju.
Suyut, punya wajah sangar, ia preman yang benar-benar bikin takut orang yang belum mengenalnya. Namun urusan istri ia benar-benar tekuk lutut. Hanya menunduk dan mendengar dengan diam saat istrinya ngomel. Lucu benar-benar. Tapi begitulah. Kadang bentuk fisik tidak selalu mencerminkan kekerasan dan kelembutan hatinya.
Dalam keseharian Suyut itu punya teman karib atau boleh dikatakan anak buah. Ia harus selalu menemani saat pergi malam, karena kalau ia berjalan sendiri, bisa terkencing-kencing bila melewati kuburan. Ia akan terbirit-birit bila mendengar suara seram yang muncul dari kuburan, atau tiba-tiba terdengar suara burung hantu.
Tapi Suyut  benar-benar preman yang disegani di pasar Talun. Sebuah pasar besar yang tiap hari tertentu pengunjungnya tumplek blek. Di Jawa dikenal dengan pasar yang ramainya di hari tertentu, merujuk pada penanggalan jawa, misalnya kalau mau mencari hewan dan membelinya di Muntilan misalnya ramai pas pasarannya kliwon, di desa Karang rejo hari penjualan kambing jatuh pasaran Pon.Â
Untuk pasar Talun ramai kalau pas Pahing. Jangan datang saat Wage karena biasanya pasar sepi. Datanglah hari pasaran Pahing maka Pasar Talun dijamin sangat ramai, penuh pengunjung, penuh pembeli.
Ada hari sangar dan wingit di mana dipercaya pada hari tertentu makhluk astral hantu blau  muncul. Sebut saja malam Jumat kliwon, atau malam Selasa kliwon atau anggoro kasih.
Banyak mitos bermunculan.
"Precil, temani saya ke desa  Gintung malam ini ya..."
"Males, Kang."
"Wow. Berani bantah tak sikat kowe."
"Kali ini saja bos, badanku pegel-pegel nih?"
"Wow, ya sudah, tapi kalau berani awas kalau rambutmu ilang."
"Oh, ya, ya bos manut-manut."
"Awas kalau berani menolak, anumu hilang!"
"Jangan bos, itu harta satu-satunya..."
"Nanti, siap jam 6 di cakruk depan mushola."
Precil Sudah siap sebelum jam 6 sore, demi tidak kehilangan anunya ia lebih baik ngalah. Melawan Suyut percuma, dia bisa nekat dan ancamannya tidak main-main. Ia tidak takut siapapun kecuali istrinya dan hantu.
Kalau ada yang berani menantangnya, ia benar-benar tega. Ia bisa dengan entengnya mematahkan kaki, dan jari, bahkan ia pernah dipenjara gara-gara membunuh musuhnya dalam perkelahian massal yang melibatkan preman kampung Utara Kali Belan (Lor kali) dengan preman Selatan Kali Belan(kidul kali)
Menggunakan arit, ada yang membawa pacul, lading, bendo. Ada beberapa orang terluka parah dan akhirnya dilarikan ke rumah sakit daerah, satu tewas oleh bacokan Suyut.
Suyut akhirnya dipenjara. Baru keluar setelah hampir 10 tahun. Bebas dari penjara bukannya kapok malah semakin parah kelakuannya. Namun ia sangat takut jika istrinya sudah teriak.
"Kanggg! Pulang." Ia segera ngibrit pulang.
"Bagus, itu baru namanya anak buah."
"Iya." Precil menunduk, sedikit melengos karena sebenarnya ia keberatan tapi terpaksa.
"Ayo langsung berangkat."
"Naik, apa bos?"
"Naik Kuda  !" ya jalan kakilah goblok. Sudah tahu kere nanya naik apa?"
"Iya khan saya hanya bertanya bos."
"Sudah jangan ceriwis, kamu jalannya di depan, aku dibelakangmu."
"Bawa senter nggak bos?"
"Nanya lagi, ya bawalah!"
"Soalnya...soalnya..."
"soalnya apa... yang jelas!"
"Soalnya saya lupa bawa senter."
"Wow trenggiling. Pulang dulu sana ambil senter.... Awas jangan lama-lama!"
"I...i... iya. Bos."
"Aku tunggu di cakruk ini.."
Precil langsung lari ngibrit mengambil senter yang ketinggalan di rumah. Beberapa menit kemudian Precil sampai di cakruk. Nafasnya ngos-ngosan.
"Segitu saja ngos-ngosan, bagaimana jalan jauh nanti."
"Iya, bos tadi tiba-tiba di dekat pohon waru itu mencium bau singkong kebakar..."
"Siapa yang masak?"
"Nggak tahu arahnya dari gerumbul gelap sebelahnya."
"Wiss, tidak usah cerita lagi, berangkat!"
Suasana di desa tidak seperti di kota. Di kota di mana-mana banyak lampu. Di desa lampu hanya ada di tempat tertentu. Ketika melewati bulak maka penerangan benar-benar tidak ada. Kalau tidak punya senter ya lihat cahaya langit atau pantulan-pantulan apa yang membantu melihat jalan di depan.
Suyut yang sebetulnya penakut, mendekat ke Precil.
"Jangan cepat-cepat Cil,"
"Ini sudah pelan bos."
"Pelan, Mbahmu!"
"Ya, seberapa pelannya bos?"
"Haiss... manut pelan ya pelan tidak usah dijelaskan."
Banyak pohon-pohon besar ada di kanan kiri jalan yang dilalui Precil dan Suyut. Semakin jauh semakin gelap, suara- suara serangga malam terdengar, kadang gesekan angin dari kerasnya angin menerpa daun membuat suasana malam semakin seram. Ranting yang tertiup angin seakan-akan seperti makhluk besar yang sedang menari-nari.
Tiba-tiba bisa muncul ranting yang jatuh tanpa komando.
"Asalamak, suara apa itu cil?!"
"Nggak tahu bos sepertinya suara ranting jatuh."
Suyut semakin dekat dengan Precil. Ia memegang pundak Precil dari belakang.
"Kenapa memegangi pundak Precil Bos."
"Hssss, diam jangan crigis."
Suyut seperti tengah ketakutan. Dari kuatnya pegangan tangan di pundak Precil, menandakan ia mulai benar-benar panik, mendengar suara-suara aneh yang muncul di setiap perjalanan.
"Pulang saja ya Bos, sepertinya ini malam Jumat Kliwon, tahu sendiri bos, banyak yang tiba-tiba muncul."
"Plakkkkkkkk!" Suyut dari belakang tiba-tiba menampar Precil.
"Aduh! Salah saya apa bos."
"Ya crigis itu, sudah tahu aku tidak suka orang bawel kamu malah cerita aneh-aneh."
"bukan aneh..."
"Diam! Mau tak tapuk lagi?"
"Maaf."
Semakin lama, jalan di depannya bukan semakin mudah, lama-lama mulai ada kelokan terus ada jalanan turunan, di sisi kiri jalanan licin karena baru saja diguyur hujan, sedangkan kebanyakan di sisi kiri banyak tanah merah, yang kalau basah menjadi licin.
Suara burung hantu, muncul dari gerumbul bambu, suasana tambah seram dan Suyut tampaknya semakin takut mendengar suara burung hantu. Senternya diarahkan lurus ke depan.
"Kresekkkk!"
"Suara apa Cil?"
"Tidak tahu bos..."
Suasana semakin mencekam. Tiba-tiba terdengar lolongan anjing dari arah kanan.Dari belang muncul seperti bayangan berayunan. Suyut tidak berani menengok.
"Pletak!!!"
Tanpa komando Suyut berbalik dan ngacir.
"Nggak jadi pergi cil, Ayo pulang saja."
"jadi bagaimana bos. Sudah tanggung ini?"
"Pulang!"
Sambil nggedumel Precil mengikuti bosnya si preman kejam yang penakut.
***
Keberanian itu berawal dari diri sendiri.  Bila mau berani setiap orang harus menantang diri melewati batas yang sebenarnya bisa diraih. Terkadang karena takut bayangan, takut gagal, dan  dugaan-dugaan yang sebenarnya hanya wujud dari rasa tidak percaya diri membuat keberanian tidak berkembang. Butuh ketegasan dan sikap nekat hingga akhirnya segala halusinasi, dugaan dan hal-hal yang sebenarnya mitos tidak perlu ditakuti secara berlebihan. Â
Aku menemukan keberanian menaklukkan malam karena berani menantang diri, tetapi lain halnya bila ketakutan itu karena sebenarnya seseorang punya bakat untuk melihat yang tidak "terlihat". Itu aku tidak tahu solusinya. Mungkin kalau bawaannya penakut, selamanya tetap  penakut, meskipun aku sendiri tidak percaya pernyataan seperti itu.
Bila ingat jalan-jalan di desa apalagi waktu kecil jadi rindu pengin merasakan kembali bagaimana rasanya petualangan yang menegangkan itu. Suyut Sang Preman takut oleh hantu dan omelan istrinya. Rupa-rupa manusia, rupa-rupa kisah hidupnya dan rupa-rupa pula pengalaman-pengalaman baik yang menakutkan yang menyenangkan dan menyebalkan.
Di kota diriku ini kadang kesepian di tengah keramaian. Ada rasa aneh menjalar saat mencoba melupakan pengalaman-pengalaman masa lalu yang sudah terlupakan. Apalagi dengan pengalaman cinta yang pernah aku ceritakan pada temanku.
Aku sudah banyak cerita tentang orang lain dan giliran aku menceritakan pengalamanku sendiri, meskipun sebenarnya kamu kaget bila mendengarnya.
Kali=sungai.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H