Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Ganjar dan Puan Bersaing yang Cantik Saja Jangan Saling Sindir

9 Mei 2022   11:29 Diperbarui: 9 Mei 2022   11:59 417
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Puan beranjangsana ke Jawa Tengah, tempat dimana pengabdian Ganjar Pranowo sebagai gubernur diletakkan. Puan mengusung misi tersendiri, mencoba melihat seberapa dekat masyarakat yang pernah mengantarkannya menduduki kursi wakil rakyat di Senayan. Puan sang cucu presiden pertama Soekarno, mencoba melihat celah dari kelemahan-kelemahan Ganjar sebagai calon presiden yang elektabilitasnya jauh melebihi dirinya.

Puan merasa apa yang diceritakan di medsos tentang Ganjar Pranowo harus diulik, benarkah Ganjar itu selain mentereng di media sosial tapi juga punya rekam jejak baik sebagai pimpinan Jawa Tengah. Segera saja dari para musuh Ganjar mencari letak kelemahan Ganjar. 

Semen, Wadas, dan berita miring bahwa banyak masyarakat di Jawa Tengah yang masih kekurangan air, jarang mandi dan nah yang menjadi viral disenangi oleh para lawan politik Ganjar Pranowo adalah Jawa Tengah termasuk provinsi yang dikategorikan miskin dibanding provinsi di Jawa seperti Jawa Timur, Jawa Barat dan DKI Jakarta.

Puan pun tampak antusias membeberkan kekurangan dapilnya yang ternyata masih banyak yang terkategori miskin, itu menurut banyak media yang saat ini saya bingung apakah benar-benar akurat atau hanya sekedar mencari berita untuk membangun sensasi. 

Banyak Jurnalis di era sekarang ini yang menulis bukan berdasarkan investigasi akurat, tapi hanya berdasarkan katanya-katanya saja. Kalau saya menulis dan ingin mencari referensi akurat di internet sampai bingung, mana media yang benar. Mana yang masih bisa dipegang akurasi beritanya.

Nama medianya seperti bagian dari media besar ternyata hanya media abal-abal, beritanya hanya berdasarkan comotan dari media lain dan media wargapun yang kebanyakan hanya opini dicomot sebagai berita yang seakan-akan benar adanya.

Sebenarnya sebagai penulis saya jadi bingung, apalagi bila mencari media yang benar-benar bekerja profesional yang akan mengatakan A tetaplah A, yang tidak mengarang saja untuk tetap bisa menampilkan fakta sebenarnya. 

Saat ini sensasi lebih laku daripada berita-berita formal yang hanya terbaca sekilas, sementara sebenarnya masyarakat butuh berita yang benar-benar mencerdaskan bukan yang malah semakin membodohkan, semakin fanatik, semakin membuat masyarakat terkotak-kotak dan terbelah oleh kubu-kubuan di antara para tokoh yang ancang-ancang mencalonkan diri sebagai pucuk pimpinan tertinggi republik Indonesia ini.

Semakin dekat tahun 2024 isu isu bertebaran liar di media, kalau membaca dengan menelan mentah-mentah berita auto kalian akan terpancing masuk dalam kubu sini kubu sana. Hal jelek tokoh politik dibuat telanjang, benar benar membongkar sisi buruk berdasarkan asumsi media semata, bukan berdasarkan data akurat. 

Para komentatornya pun ada yang cerdas ada yang sekedar ngawur dalam menulis komentar, yang penting seru dan cenderung menunjukkan betapa gaduhnya negeri ini bila menyangkut politik, agama dan pemerintahan.

"Kata, Mas Butet ia akan dengan lugas mengatakan Asu kabeh. Tapi haluskan sedikit supaya tidak ditelan mentah-mentah pembaca Uasuwok."

Begitulah sepertinya sebagian masyarakat kita sudah terkena penyakit "Gendeng permanen" yang oposisi terus menyerang tidak peduli apapun pada kesuksesan penguasa, yang penting bisa mencari titik lemah, dan ngublak-ublak kekurangan kemudian diviralkan hingga membuat para barisan sakit hati kompak, seragam misuh-misuh dengan bahasa vulgar yang tidak menunjukkan adab ketimuran sama sekali.

Kembali ke bahasan tentang Puan dan Ganjar. Puan Maharani Anak Megawati Soekarno Putri dan Taufik Kiemas sudah terjun cukup lama mengikuti jejak ibunya menjadi aktivis politik. Masuk organisasi politik Partai Demokrasi Indonesia perjuangan. 

Belajar dari Megawati yang anak biologis sekaligus ideologis Soekarno. Banyak diam namun sekali bicara mirip dengan Soekarno yang menggebu-gebu jika bicara tentang demokrasi dan masalah rakyat.

Puan belajar dari tangguhnya partai menghadapi tekanan demi tekanan, hujatan demi hujatan partai lain dan pengamat politik dan pemerintahan. Sosok seperti Megawati Puan dan Megawati sudah kenyang dengan semburan hinaan dan cacian dari lawan politiknya, apalagi netizen julid era digital ini. 

Ribuan bahkan jutaan kata nyinyir pasti sering sampai ke telinga mereka. Apapun hal jelek dari lawan politik dan para buzzer tentang mereka tidak menggoyahkan prinsip politiknya.

Serangan dari lawan politik yang menginginkan Indonesia diarahkan menjadi negara berdasarkan agama tidak surut. Maka ketika demokrasi bisa merangkul banyak agama dan berusaha mendengungkan tentang pentingnya toleransi, ada banyak serangan muncul dari para politisi yang menjalankan strategi politik berdasarkan kebenaran-kebenaran agama. 

Dan tampaknya agama mayoritas saat ini tengah bergolak dengan munculnya akidah dan tafsir beda padahal mereka berasal dari agama yang sama. Betapa rumitnya menyatukan partai politik dalam satu kandang bersama untuk menegakkan suara- suara satu dalam mayoritas agama. 

Malah pergolakan, percekcokan dan saling serang antar umat memperuncing situasi dan membuat terjadinya pembelahan. Yang mengaku nasionalis dan yang menginginkan negara agamis.

Agama menjadi pemantik dari pertikaian, membelah dalam sel-sel dan menjadi ormas yang berdiri berdasarkan mashab yang berbeda. Tidak tersedia ruang dialog, yang ada adalah saling mengklaim yang terbenar. Tidak ada yang mau mengalah sebab mereka menanggap diri merekalah yang terbenar yang lain ke laut saja.

Maka muncul partai nasionalis, yang berdiri bukan berdasarkan agama, namun merangkul semua agama termasuk minoritas untuk membangun negeri. Karena Indonesia beragam dan multi ras dan kepercayaan tampaknya cita- cita membangun negara berdasarkan agama utopis. 

Kalau sampai terjadi sebuah negeri yang terbentuk dan bersatu karena keragaman dan perbedaan yang disatukan secara ideologis dalam negara kesatuan Pancasila dan akan diarahkan ke negara berbentuk berbasis agama akan seperti apakah bentuk negeri ini?

Ganjar lahir dari warga biasa tidak punya trah politik seperti halnya Puan. Bahkan dalam perjalanan hidupnya pun Ganjar sangat bersahaja, sampai pada titik dia menemukan jalan politik ketika bergabung dengan PDIP. Puan dan Ganjar sama-sama dibesarkan oleh PDIP. 

Ganjar lahir di lereng Lawu Karanganyar, 28 Oktober 1968. Lahir dari ayah seorang polisi S Pamudji dan ibu bernama Sri Suparni. Sejak kecil sudah menunjukkan jiwa kepemimpinannnya. Ganjar dan keluarganya pindah ke Kutoarjo mengikuti ayahnya yang berdinas sebagai anggota polisi.

Lahir dengan nama Ganjar Pranowo pada masa sekolah akhirnya keluarga memutuskan mengganti nama menjadi Ganjar Pranowo, agar tidak terbebani nama Sungkowo yang berarti kesedihan. Di SMA Ganjar sekolah di Yogyakarta di BOEPKRI  I sekolah milik yayasan Kristen. 

Selepas SMA Ganjar sempat berjualan bensin di pinggir jalan karena ayahnya masuk ke masa pensiun. Ganjar kemudian diterima di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. Ia kuliah dari tahun 1987 sampai 1995. 

Ganjar adalah simpatisan PDIP. Dari konflik PDIP waktu itu 1997 Ganjar kemudian bergabung ke pihak Megawati Soekarno Putri. Pada awalnya Ganjar tidak lolos sebagai anggota DPR RI namun kemudian ia menjadi anggota karena ada PAW (pergantian antar waktu).Dimulailah karir Ganjar di Partai politik. Ia menjadi anggota dari tahun 2004 - sampai 2013. 2013 terpilih sebagai Gubernur Jawa Tengah (sumber referensi Wikipedia)

Sebagai gubernur ia benar-benar memanfaatkan media sosial untuk sosialisasi programnya. Ganjar aktif di di twitter dan kemudian instagram untuk mensosialisasikan kebijakannya sebagai gubernur. Dari media sosial itulah akhirnya Ganjar Pranowo banyak dikenal. 

Tidak semua teman separtainya senang dengan kebiasaan Ganjar di media sosial, bahkan Bambang Pacul (Wuryanto)rekannya di PDI Perjuangan dengan terbuka sering mengkritik gaya kepemimpinan Ganjar Pranowo. Tetapi sebagai orang yang pengalaman di dunia politik, kritikan, hujatan dan cibiran dihadapi ganjar dengan enteng. Sepertinya ia mengatakan Mbuh ra weruh. Tetap terus bekerja dan mengenalkan programnya lewat media sosial.

Akhir-akhir ini Puan sebagai pimpinan DPR RI dan juga Wakil Ketua bidang politik dan keamanan PDIP, sering sengit menyerang gaya Ganjar yang lebih senang menggunakan media sosial. Puan Mengritik. Pemimpin itu bukan hanya sibuk di medsos yang penting bukti kerjanya. 

Dalam kritikan lainnya Puan juga menyindir bahwa menjadi capres itu tidak hanya modal ganteng saja dan terakhir adalah Puan mengungkapkan bahwa banyak daerah di Jawa Tengah yang mengalami krisis air (yang disoroti terutama di daerah Wonogiri). Secara tidak langsung Puan menyoroti dua matahari dalam perjalanan untuk menuju RI 1 dari PDIP.

Sampai saat ini Ganjar Pranowo masih santai saja disasar kritikan Puan Maharani. Ganjar terlihat tetap aktif di media sosial dan sebetulnya belum terucap bahwa ia berambisi menjadi capres dan masih fokus bekerja untuk Jawa Tengah. Media saja yang secara aktif mencoba menafsirkan kiprah Ganjar sebagai bekal untuk mencalonkan diri sebagai kandidat RI 1.

PDIP dari kubu Puan merasa upaya pencitraan Ganjar Pranowo membuat partainya menjadi terbelah, sementara melihat perkembangan yang diprioritaskan dalam perjalanan menuju RI 1 Puanlah harapannya sementara kenyataannya berdasarkan survey elektabilitas Puan kalah jauh dengan Ganjar Pranowo. 

Padahal dari Puan Maharani sudah membuat Baliho besar di banyak kota di Indonesia, namun belum signifikan mendokrak elektabilitas Puan. Sementara Ganjar Pranowo dalam beberapa survey selalu menduduki top four bersaing dengan Prabowo Subianto dan Anies Baswedan, Ridwan Kamil.

Ganjar dan Puan menjadi sasaran media untuk dibenturkan. PDIP pun beberapa tahun belakangan ini selalu menjadi sorotan dan sasaran buli, terutama ketika Megawati sering menyindir kelakuan Emak-emak yang antri minyak goreng dan dianggap tidak peka pada penderitaan rakyat kecil. Berbagai kritikan dan kekesalan dilontarkan di media sosial membuat Megawati seperti digambarkan public enemy(musuh publik)

Semoga dua jagoan PDIP itu bisa bersaing secara sehat, tidak perlu sindir menyindir. Buktikan saja dengan kinerja. Masyarakat lebih mengapresiasi pejabat yang bukan hanya omdo tapi sigap menyapa masyarakat. 

Memang tidak ada pemimpin sempurna, tapi pemimpin peduli lebih senang mendengar keluhan masyarakat langsung, entah akhinya di upload dengan media sosial atau wartawan yang agresif menginformasikan kiprah calon pemimpin itu. Ayo Pak Ganjar Mbak Puan sekali lagi bersainglah dengan cantik ya...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun