Yang terbaik pertama adalah kesadaran masyarakatnya untuk bisa berdamai dengan bencana, dan belajar dari kesalahan lalu untuk memperbaiki bangunan, pengetahuan darurat bencananya hingga bisa meminimalisir dampak bencana.Â
Untuk bisa keluar dari kemelut diperlukan kebersamaan, sense of belonging, kesadaran untuk ikut merasa bertanggungjawab atas munculnya bencana, bukan hanya menuding dan menyalahkan keadaan dan penguasa.
Mungkin perlu introspeksi ke dalam diri apakah saya sendiri sudah ikut mengurangi dampak bencana, atau malah mengabaikannya hingga merugikan diri sendiri dan orang lain.Â
Sisi positifnya di peristiwa bencana Yogyakarta adalah sikap gotong royong, tanggap cepat dalam membangun kembali puing-puing bencana, cepat melupakan kesedihan dan bangkit untuk berusaha kembali.Â
Jangan sampai sudah negara rawan bencana, masyarakatnya mudah marah dan gampang diprovokasi untuk melakukan kerusuhan. Yang terjadi negara hanya akan hancur jika muncul prinsip senang bila temannya sedih, sedih jika temannya senang. Atau bersorak ketika ada temannya mendapatkan musibah, dan malah sedih ketika ada temannya yang sukses, kalau prinsip ini terus dipegang kapan majunya sebuah negara?
Nah inilah yang menjadi semacam refleksi diri,agar sayapun sadar hidup di negara yang rawan bencana, sadar untuk tidak mudah terkena fitnah dan provokasi menyesatkan asal melawan, asal mengkritik, mampu mengendalikan emosi sehingga jari tidak mudah  menulis hal-hal yang belum tentu benar hanya karena berita dan media hoaks. Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H