Lihat saja lintasan gunung berapi di Indonesia yang bentuknya seperti tapal kuda. Di titik itu banyak gunung api aktif yang siap sewaktu-waktu menumpahkan lavanya, juga munculnya gempa yang bisa mengakibatkan tanah retak, rumah ambruk dan bisa menimbulkan tsunami dahsyat.
Lagi-lagi masyarakat mengeluh dan marah-marah ketika peristiwa sudah terjadi, seakan-akan semuanya itu kesalahan pemerintah yang tidak memberi peringatan dini munculnya bencana.Â
Padahal seharusnya semua pro aktif baik masyarakat maupun pemerintah untuk siap dengan apapun resiko yang terjadi apabila muncul bencana.Â
Pemerintah menyiapkan infrastruktur yang memberi peringatan adanya bencana sedangkan masyarakat patuh dan disiplin serta menjaga mesin atau alat pemindai bencana, bukannya malah dicuri dan dijual ke tukang loak yang memberi sedikit uang tetapi merugikan ketentingan banyak orang.
Darurat kebencanaan itu bukan edukasi main-main, tetapi kesadaran masyarakat.Bukan main telunjuk dan saling menyalahkan tetapi merupakan tanggungjawab bersama.Â
Yang terjadi selama ini ketika bencana yang muncul adalah saling menyalahkan, dan ketika muncul perbedaan pendapat antara masyarakat dan pemerintah, pihak ketika yang senang bila ada banyak masalah pada rezim berkuasa, mereka dengan girang memprovokasi sehingga muncul fenomena emak-emak demonstrasi hanya gara-gara minyak goreng mahal, tanpa tahu permasalahan sebenarnya.
Kalau sudah emak-emak turun ke jalan repotlah semuanya, asap dapur tidak mengepul, anak-anak terbengkalai dan logika berpikirpun kadang hanya berupa emosi, amarah dan pokoknya menentang tanpa tahu benar eksesnya.
Kalau misalnya berteriak penguasa turun, tahukah solusinya bila muncul people power, belum tentu pemerintahan selanjutnya akan langsung bisa mengatasi persoalan emak-emak khan. Fenomenanya asal lantang, yang penting dapat hasil dari teriakannya yang membahana.
Kembali pada tanggap bencana. Indonesia yang sebagian warganya hidup di jalur ring of fire harus benar-benar siap dengan segala resiko, termasuk misalnya penurunan muka tanah.Â
Sayangnya kesadaran tanggap bencana sangat rendah sehingga akhirnya selalu ada kambing hitam atas munculnya bencana, mulai dari alasan mistis sampai menyerempet dunia politik.