Akhir-akhir ini tersorot kisah dimana banyak tokoh tua pesimis dengan usaha-usaha bisnis seorang yang "kebetulan"anak penguasa, sangat mudah mendapatkan suntikan dana sampai ber milyar-milyar dari sebuah perusahaan ventura untuk mengembangkan usahanya. Usahanya dikaitkan dengan kedekatan dengan penguasa dan disinyalir melakukan upaya KKN karena memanfaatkan jabatan orang tuanya yang kebetulan menjabat sebagai pucuk pimpinan negara.
Benarkah anak muda tersebut yang dikatakan profesor tua sebagai anak bau kencur melakukan tindak pencucian uang atau menggunakan uang negara untuk memperkaya diri. Eits, Berpikir jernih dulu, jangan dipengaruhi oleh praduga-praduga, apalagi pikiran politik yang kadang kotor.
Lihat dulu jejak usaha rintisan awalnya. Benarkah anak muda itu memang sedang aji mumpung, memanfaatkan ketenaran ayahnya untuk memudahkan dia berbisnis.
Kadang gara-gara media, banyak netiizen menjadi nyinyir, ya wajarlah anak penguasa pasti mendapat privilege, mendapat keuntungan nama, kalau saya rakyat kecil mau usaha mana didengar?
wajar anak penguasa dari dulu kaya raya wong berkuasa jadi bisa saja secara tidak langsung bisa menggandeng perusahaan apapun untuk bekerja sama?
Jadi kalau jadi anak penguasa jangan berbisnis, jangan mendirikan perusahaan, cukup menikmati gaji orang tuanya sebagai penguasa?Mungkin kata penyinyir ya diam saja sudah kaya ngapain usaha, toh ia akan mendapat hak istimewa sebagai anak penguasa.
Kalau usaha bisnisnya kebetulan sukses maka otomatis akan ditarik ke ranah politik bahwa semua usahanya berbau KKN? Padahal sebelum menjadi anak penguasa ia sudah usaha lho dan usahanya jauh dari pemanfaatan jabatan.Â
Usaha kuliner, makanan, bukan tambang batubara atau jatah BUMN lho. Ah, ya pintar-pintar anak penguasa nge-les saja. Semua orang juga sudah tahu, begitu debat  netizen
Nah jutaan pemikiran "rakyat" yang berbeda itu yang membuat tayangan tentang bagaimana anak penguasa mencari cuan tampaknya selalu mendapat serbuan komentar netizen, ada yang membela mati-matian, ada yang nyinyir, ada yang malah khotbah agama. Lucu-lucu komentar netizen.Â
Sebagai penulis kompasiana saya sering membaca komentar dari netizen. Ada buzzer, sekedar komentar, sekedar beda, sekaligus ada yang mencerahkan dan positif thinking. Dunia seperti terbelah sisi kiri sisi kanan, Ada kadrun ada kecebong.
Semakin mendekati pemilu utak-atik gathuk terus dilakukan sehingga apapun bisa digoreng dan dipermasalahkan. Yang menjadi sorotan dalam bahasan kali ini di artikel saya adalah pesimisme para pakar ekonomi tua melihat kiprah bisnis dan usaha anak muda.Â
Ada beberapa orang melihat usaha anak muda dengan modal rebahan itu aneh, kenapa bisa mendatangkan cuan begitu banyak, masih usia duapuluhan bisnisnya sudah berkembang banyak, darimana modalnya kalau tidak dari memanfaatkan relasi, kedudukan sebagai anak penguasa yang bisa saja melakukan pencucian uang dari hasil korupsi dan dari sogokan perusahaan bermasalah agar"aman" tidak terjerat kasus hukum.
Pertanyaan lanjutan bagaimana sih bisnis anak milenial saat ini, hingga melahirkan korporasi besar seperti halnya RANZ milik Raffi Ahmad dan juga Kaesang yang sangat moncer memanfaatkan teknologi. Apakah bisnis moncer karena kedekatan dengan penguasa seperti yang diberitakan media lewat aktivitas oposisi yang mencoba mengulik dan mengganggu pemerintahan. Kata oposisi tetap diterima sebagai bagian dari demokrasi, dan pembelaan terhadap usaha-usaha bisnis anak penguasa tetap diterima sebagai pengetahuan baru.
Latar belakang masalahnya adalah karena belajar dari sejarah, terutama sejak orde baru anak-anak penguasa begitu diuntungkan dengan kedudukan orang tuanya. Mereka dengan mudah bisa membuat bisnis-bisnis yang tiba-tiba besar dan menggurita.Â
Asetnya jutaan dolar hingga menjadi sultan tanpa perlu berdarah-darah dalam usaha karena kedekatannya dengan istana. Ini yang menjadi sumber kecurigaan para pengamat, ekonom jadul, dosen-dosen aktivis, hingga memunculkan ide untuk melaporkan anak penguasa yang bisnisnya"tiba-tiba"melompat dan diminati perusahaan ventura. Bola pun dilempar lagi ke anak lainnya yang kebetulan menanjak popularitasnya ketika ia bisa memenangkan pertarungan sebagai pejabat di tingkat kota.
Dari rekam jejaknya yang cukup agresif, mengelola pemerintahan dengan pendekatan milenial hingga akhirnya mampu memberikan efek elektabilitas yang cenderung naik hingga ada isu muncul akan melangkah ke jabatan pucuk ibu kota negara saat ini.
Gonjang-ganjing anak penguasa ini dijadikan lahan gurih untuk mengobok-obok rekam jejak "Sang penguasa" Para oposan bergerak mencari celah agar muncul opini, semua penguasa sama, mereka akan memanfaatkan jabatan untuk kejayaan keluarga besarnya. Maka diberitakanlah di media banyak keganjilan terkait aktivitas anak-anak penguasa.
Pak Lurah begitulah ada beberapa netizen yang mencoba menamakan pimpinan dengan sebutan yang familiar dari masyarakat. Kekepoan netizen Indonesia memang luar biasa, kadang tidak perlu melihat fakta, tidak perlu melihat data kalau merasa tidak suka, judul yang sekedar hebohpun ditanggapi serius dengan jurus nyinyir yang disiapkan berjilid-jilid. Menjadi publik figur saat ini harus kebal dengan segala kenyinyiran para netizen julid.
Fenomena usaha kaum muda yang berani berspekulasi, bergerak di bidang startup, saham, kryto, NFT, dengan modal menggerakkan jari, mencari relasi lewat media online, melakukan usaha dengan memanfaatkan teknologi, melakukan pendekatan usaha dengan cara kekinian. Ini yang kadang ditanggapi barisan para tua termasuk saya yang masih heran kok bisa menghasilkan uang dengan cara rebahan, sekedar menggerakkan jari, cara kerja keras yang berbeda persepsinya dengan orang tua.
Para pengusaha muda itu berkantor di mana saja, yang penting selalu bersama ponsel pintarnya dan juga laptop canggihnya untuk membuat konten, iklan, mencari peluang dan memanfaatkan trend masyarakat.
Cara usaha anak muda yang kadang susah dimengerti pada  generasi , generasi X ,baby boomer yang katakanlah"lemot"dalam penguasaan teknologi membuat banyak opini dimasyarakat terpecah.
Sebuah kebetulan jika anak anak pak Lurah yang usianya masih kisaran 20-an (katakanlah generasi Z) tampil moncer di bisnis yang ada hubungannya dengan kemajuan era digital.Â
Para politikus, pengamat, dosen berumur langsung bereaksi, tidak mungkin mereka tidak memanfaatkan kedekatan mereka sebagai anak penguasa, pasti ada unsur KKN, ada upaya pencucian uang secara masif, terstruktur seperti kegaduhan sebelumnya ketika ada yang kalah pemilu beberapa tahun lalu. Isu-isu, hoaks tentang kecurangan terus berkembang sehingga muncul pembelahan.Â
Pembelahan ditingkat masyarakat masih berlangsung sampai sekarang, sedangkan aktor utama yang merasa terzolimi malah melakukan kolaborasi, senyum ketawa bareng sebagai rekan kerja di pemerintahan.
Sekarang ini berbagai hal yang berhubungan dengan anak penguasa terus dihubung-hubungkan dan untuk mengurai kelemahan pemerintah dibuatlah upaya pelaporan atas usaha para anak penguasa yang disinyalir merupakan bagian dari KKN, pelemahan hukum dan pembukaan aib dengan cara melaporkan ke KPK lembaga anti rasuah, utak atik gathuk supaya pembelahan muncul  lagi di masyarakat untuk membuat anak muda calon pemimpin mendapat bullyan disamping positifnya mendapatkan perhatian lebih dari masyarakat dari munculnya secara viral upaya lapor melapor itu.
Sebagai bloger dan penulis yang senang menangani fenomena politik dan budaya saya melihat masyarakat sedang diberi pembelajaran politik. Bagi yang mempunyai logika tinggi, para netizen, masyarakat akan bisa membedakan mana yang benar dan mana yang sekedar mencari sensasi, bisa kroscek mana yang sekedar hoaks, atau berita yang benar-benar valid.Â
Saat ini dengan banyaknya media maka ada media yang partisan cenderung milik orang-orang tertentu yang sekedar berbeda. Ada yang mengelola buzzer untuk sekedar meramaikan cuitan sosmed.Â
Ada yang masih memakai nurani dan akal sehat beropini di media sosial, tapi banyak juga yang asal bicara, selalu emosi dan lebih mengedepankan ego kelompok.
Untuk generasi tua kadang masih tidak rela untuk menyerahkan tampuk kekuasaan ke kaum milenial, ada keraguan yang masih menggelantung yang membuat mereka belum rela mempercayakan usaha, kepempinan dan politik pada yang jauh lebih muda.Â
Ada sementara pengamat, ekonom, ahli hukum, pakar komunikasi, politik yang masih memainkan sentimen generasi sehingga bisa ngomong. "Anak kemarin sore bisa apa."
Saatnya yang tua bangun dan legowo untuk mempercayakan kemajuan zaman pada yang muda, tidak semua anak muda mempunyai mental KKN,ABS atau masih minta privilege pada orang tua.Â
Dengan visi segar banyak anak muda yang sudah berpikir jauh ke depan, membuat usaha startup, koorporasi, bisnis lintas media dan lintas usaha dengan keberanian berspekulasi. Ada yang berhasil, ada ya gagal, ada yang bangkit lagi meski gagal berkali-kali.
Dalam bidang penulisanpun meskipun katakanlah bisa dikatakan senior karena kebetulan sudah menggeluti lama kegiatan tulis menulis, tetapi tetap tidak harus malu belajar pada yang muda, karena barangkali mereka bisa menjelaskan dengan lebih sederhana dengan pendekatan milenial untuk membuat konten, tulisan yang disenangi banyak kalangan terutama kaum muda. Down to eart, rendah hati, meskipun tidak perlu harus rendah diri.
Semangat anak muda, di tangan kalian masa depan negara itu bergantung, jangan sia-siakan kepercayaan. Jangan malah ikut-ikutan korupsi, tapi mampu membangun negeri dengan talenta anda dan semangat besar anda di era digital ini.Â
Jangan hanya yang basah saja, tapi pertanian, peternakan, pengelolaan alam yang ramah lingkungan tetap harus diperhatikan. Salam berpikir sehat.Semangat anak muda.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H