Nah, itu yang membuat susah menebak pola pemikiran aktifis partai, mereka hanya menghitung untung rugi untuk partainya tidak benar- benar memperjuangkan kepentingan rakyat.
Mau pakai spanduk, baliho konvensional itu sudah keputusan partai, komentar para netizen dan masyarakat, sebodo teing kata orang sunda, mbuh ra ruh atau singkatnya preks. Sebagai penulis blog apa pendapatmu.Â
Kalau saya sih, silahkan politisi membuat baliho, silahkan saja mengeluarkan dana besar toh, jika saya tidak tertarik apapun upaya kalian, mau pakai cara medsos atau baliho kalau sudah tidak tertarik ngapain dipilih?Hak saya untuk memilih yang terbaik sesuai hati nurani. Toh jika kehilangan modal untuk biaya cetak baliho dan bayar pajak itu sudah resiko politisi.
Saat ini kepercayaan pada politisi sedang dalam titik terendah, meskipun demikian saya tidak menutup mata bahwa diantara banyaknya politisi dan pejabat yang mencoba pansos dengan berbagai cara pasti ada yang benar- benar ingin mengabdi dan melayani.Â
Maka sebagai masyarakat harus cerdas memilih siapa yang layak menjadi pemimpin di masa datang. Bisa jadi yang kita kira pendiam dan tidak berkesan apapun bisa saja menjadi pemimpin yang mengayomi.
Yang susah saat ini adalah dalam masyarakat sendiri terbelah pada partai nasionalis, yang mendasarkan kepemimpinan  berdasarkan agama. Munculnya orang- orang yang begitu mudah mencaci, memaki terutama lewat media sosial menjadi keprihatinan sendiri. Rasanya seperti hilang sifat- sifat ketimuran yang mengutamakan adab dan sopan santun, mengkritik dan menyatakan ketidaksukaan dengan cara tidak elegan dan memprihatinkan.
Semoga orang- orang yang sering menghina, mengolok- olok cepat sadar pepatah di mana bumi dipinjang disitu adab dijunjung. Menghina dan mengejek orang lain sebenarnya adalah adalah cerminan pribadi yang belum matang. Hanya memperlihatkan bahwa ia harus belajar banyak pada kehidupan, belajar menata hati dan menata kata, bukan hanya mengumbar emosi dengan mudah melontarkan kata nyinyir.
Semoga dengan semakin luasnya wawasan masyarakat semakin sedikit yang melakukan blunder dengan menghina dan menganggap enteng budaya, suku, etnis, agama lain.Â
Semakin orang menghormati orang lain ia akan semakin mendapat simpati pula dari orang lain. Ah, itu refleksi orang bodo politik seperti saya. Berharap lebih meskipun kenyataannya susah terlaksana.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H