Ada banyak pendapat bahwa baliho politisi itu hanyalah sebuah tindakan sia - sia. Sebuah upaya untuk branding diri yang tidak sesuai zaman. Zaman media sosial begini masih memajang dengan cara konvensional. Para politisi yang menebarkan sampah visual di berbagai sudut kota desa dan tempat - tempat strategis. Banyak menganggap politisi tidak peka. Di saat pandemi berlangsung dan masyarakat masih butuh perhatian pemerintah dan wakil rakyat. Para "calon pemimpin bangsa " itu malah menghambur - hamburkan uang untuk menaikkan daya tawarnya di mata rakyat, alias pansos atau panjat sosial. Elokkah yang dilakukan oleh para politisi itu?
Pertanyaan itu tentunya menjadi pertanyaan sulit, relatif dan tergantung sudut pandang siapa yang dikasih pertanyaan. Kalau pertanyaan itu ditujukan untuk kader partai terutama partai pendukungnya pastinya akan menjawab elok saja, bukankah itu upaya memperkenalkan program- program untuk kepentingan rakyat. Dalam jurus dagang dan ilmu komunikasi, memasang spanduk itu masih relatif efektif untuk mendongkrak peluang menaikkan pemilih.Â
Masih banyak pemilih tradisional yang masih memandang cara politisi mencetak spanduk, baliho dan memajangnya di pinggir jalan, tempat strategis, dengan membuat tayangan visual LED itu cukup membuat orang tertarik mencari tahu atau istilahnya kepo terhadap sosok besar yang terpasang dengan segala polesan eleganitas visual.
Tapi kenapa elektabilitas sosok dalam spanduk itu masih kalah dengan politisi yang menggunakan media sosial, semacam facebook, youtube, instagram secara kreatif menampilkan aktifitas keseharian saat bertemu dengan masyarakat.Â
Mungkin mereka ya tidak dengan ujug ujug langsung moncer dan tenar, lama- lama pasti akan mengenal sosok wajah yang ada dalam baliho tersebut. pelan tapi pasti ( untuk menghibur diri ) berapa modal yang dikeluarkan untuk memasang baliho.Â
Ah, tidak usah dipikirkan itu sudah menjadi modal politik, kalau ingin terkenal memang harus mengeluarkan banyak dana, toh nanti kalau sudah menjabat semua modal itu akan pulih. Oh memang begitu. Lagi pula banyak sponsor yang nyumbang.
Ya partai besar yang masih berpikir konvensional itu sudah menghitung dan mengantisipasi reaksi masyarakat. Akan muncul beragam pendapat baik yang menyenangkan maupun yang menyakitkan. Itu sudah resiko politik.Â
Pasti akan banyak yang mengatakan bahwa kampanye politik dengan baliho itu adalah upaya sia - sia. Sebab masyarakat sekarang sudah cerdas. Untuk bisa merayu masyarakat sekarang itu bukan dengan janji - janji, atau masif memasang  baliho.Â
Tapi partai politik semacam PDIP perjuangan dan Golkar yang sudah makan asam garam pengalaman bertanding sudah punya kepercayaan sendiri dan masih percaya akurasi trik kampanyenya.
Bagaimana sudut pandang masyarakat? Yang diperlukan masyarakat itu kedekatan, seringnya pemimpin atau calon pemimpin turun ke bawah, menyapa dan membantu masyarakat kecil.Â
Nah politisi punya hitung- hitungan sendiri termasuk test case kesetiaan partai. Siapa yang tidak ikut instruksi pimpinan pusat dianggap membangkang.Â