Ketika dulu SMS menjadi lompatan baru dalam komunikasi, sekarang SMS bahkan hampir tidak dilirik. Sudah ada video call lewat WA atau BBM Messenger.Â
Untuk berdialog dengan keluarga tidak perlu lagi harus mengeluarkan uang banyak, cukup mempunyai data internet yang cukup, lalu silahkan ngoceh sepuasnya dengan saling melihat di video secara langsung. Amazing bukan?!
Saya mungkin boleh dikata diketawain oleh kaum milenial karena ketika ditanya ini itu entah tentang game, aplikasi-aplikasi di HP dan kabar-kabar terbaru lainnya saya hanya melongo. "Oooo, ada tho. Hallaah jadul amat mas Brooo".
Tetap Harus Mengikuti Meski Terbirit-birit
Tetapi sebagai orang yang suka menulis, saya harus memaksa diri mengikuti perkembangan teknologi untuk bisa mengikuti tren perkembangan terkini. Boleh jadul tetapi ya tidak perlu terlalu jadul. Itu Terlaluu... kata Rhoma Irama. Hanya ada perasaan aneh dengan majunya teknologi tersebut. Salah satunya adalah merosotnya budaya santun dan ramah seperti yang sering dikemukakan oleh wisatawan manca bila menanggapi tentang masyarakat Indonesia.
Kalau dulu permainan yang melibatkan banyak orang, bekerja secara team work, jalinan persaudaraan kuat, empati, simpati antar teman amat terasa, sekarang anak-anak muda zaman now dan mereka yang terjangkit kemudahan teknologi lebih suntuk dengan gawainya dengan sahabat barunya yang lebih mengasyikkan.
Di rumah ayah dan ibu akan lebih banyak bertengkar dengan anak karena seringnya anak sibuk dengan gawainya daripada belajarnya. Budaya ngeyel dan memberontak lebih sering terdengar hanya gara-gara HP. Bahkan ada anak bunuh diri gara-gara tidak di beri HP. Konyol kan?! Tapi itulah kenyataan.
Kebudayaan telah menemu habitat baru, mau tidak mau kita harus menyesuaikan diri tetapi tetap harus waspada agar akar budaya yang dibanggakan bangsa selama ini tidak tergerus dengan teknologi yang terlalu kapitalis, hedonis dan liberal.
Anthony Gidden (2000) sudah memperkirakan bahwa manusia harus mengikuti teknologi karena akan terbirit-birit sendiri bila menutup diri dari teknologi, ia menyebut sebuah dunia yang lari tunggang langgang. Tetapi seharusnya tetap ada pijakan kuat budaya lokal yang mengerem dampak buruk teknologi. Manusia tetaplah makhluk sosial yang selalu bergantung pada manusia lain. Homo Homini Lupus.Â
Hubungan manusia dengan manusia lain tetap tidak tergantikan dengan teknologi. Teknologi hanya mempermudah komunikasi tetapi manusia tidak boleh tunduk pada teknologi.Â