Memulai menulis, itu bukan pekerjaan mudah, perlu berjuang untuk menaklukkan pikiran agar fokus menyelesaikan apa yang telah dimulai. Dan musuh yang membuat tulisan terasa hambar, tidak berbobot, tidak memuaskan adalah kemalasan. Jika lama tidak menulis untuk membuka kran ide harus tersendat- sendat bahkan akhirnya tulisan awal dibabat habis, dihilangkan dan dilupakan. Jika kemudian kemalasan masih hadir pastilah tulisan menjadi  aneh, lucu, dan terasa memaksa diri hanya untuk menguntai kata- demi akta.
Ada titik jenuh jika seorang penulis terus menerus berkutat di depan laptop. Pada tulisan sebelumnya penulis mengulas tentang  bagaimana mendorong  kembali semangat menulis setelah sempat macet atau stuck/buntu karena ada titik kebosanan dan jenuh. Untuk memaksa tetap menulis tentu harus melalui sebuah perjuangan yaitu melawan kemalasan yang ada dalam diri sendiri.Â
Perlawanan pada diri sendiri itu akan menemui titik terang jika mencoba bertahan menulis sampai muncul keinginan dan rasa nyaman dengan tulisan yang sedang diproses. Jika perlawanan itu berhasil, terus saja menulis samapai mendapatkan klimaks yang diinginkan. Setelah  selesai baru kemudian di save dan dibiarkan beberapa saat.Â
Tulisan yang dihasilkan dari hasil sebuah perjuangan melawan kemalasan tentu tidak sesempurna ketika penulis memang dan sedang santai dan sedang menikmati keasyikan menulis. Tengoklah draf tulisan yang sudah di save, baca kembali barangkali ada paragraph, judl, susunan bahasa, kata-kata yang salah yang bertebaran di sepanjang artikel. Jika antar paragraf tidak "Nyambung" segera benahi dengan membacanya pelan- pelan dan teliti.Â
Tulisan hasil pemaksaan biasanya memang kurang fokus, jadi  perlu dikembalikan dan diedit kembali untuk mendapatkan "rasa" yang diperlukan pada tulisan yang katakanlah berkualitas. Tapi kadang tulisan yang lahir dari pemaksaan malah mempunyai keunikan tersendiri, bisa saja tulisan itu menjadi semacam ungkapan jujur penulisnya.
Mengembalikan semangat menulis itu akan selalu dirasakan oleh penulis, terutama penulis yang sempat berhenti lama dari rutinitas menulis karena  terlalu sibuk pada pekerjaan utamanya, banyak masalah-masalah pribadi yang membuat aktifitasnya berhenti dan terutama rasa kecewa akibat kegagalan-kegagalan merengkuh asa dari target pribadinya(misalnya sudah menulis beberapa kali tapi tidak ada tulisan yang berhasil tembus menjadi artikel utama;contoh).
Kekecewaan dan kegagalan itu membuat secara psikologis ada tekanan bahwa mungkin ia tidak berbakat menulis, tidak mempunyai kecakapan sehingga berhenti menulis itu sebuah solusi. Padahal jika sabar akan ada moment di mana seorang penulis menemukan jawaban mengapa susah menembus (artikel utama) atau bagian impian penulis adalah bisa dimuat di koran Kompas yang terkenal susah ditembus.
Menulis itu harus sabar, siap "berdarah-darah" dalam memperjuangkan nasib tulisan yang dikirimkan ke redaksi/platform blog. Jangan buru-buru mentargetkan bahwa menulis itu akan mendapat honor besar. Jika orientasi itu(mendapat honor besar) yang selalu berdengung dipikiran calon penulis maka calon penulis akan drop, putus asa jika tidak ada titik terang dari nasib artikelnya yang sering hanya masuk meja redaksi tapi tidak pernah tembus menjadi artikel pilihan redaksi.
Kegigihan untuk selalu menulis menjadi kunci keberhasilan penulis. Suatu saat hasil karya menulis akan menemukan takdirnya, dibaca, diapresiasi, mendapat respon positif, dikomentari dan di like. Kalau beruntung tulisan-tulisan yang sudah  pernah dipublish misalnya di Kompasiana mendapat tawaran penerbit untuk dibukukan. Dan ini menjadi titik awal keyakinan bahwa menulis adalah kegiatan menyenangkan dan bisa menjadi profesi yang menjanjikan.
Apakah ada tips -- tips Agar menulis terasa menyenangkan?
1.Lingkungan tentukan kesenangan menulis?