Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Dua Kutub yang Disatukan oleh Cinta

12 Januari 2018   14:24 Diperbarui: 13 Januari 2018   10:14 1635
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Masdibyo yang mbalelo dari profesi  guru

karya mas dibyo tentang konflik ambalat (Dokumentasi Pribadi)
karya mas dibyo tentang konflik ambalat (Dokumentasi Pribadi)
Dalam wawancara dengan masdibyo(darah ningrat madura keturunan Prabu Cakraningrat Madura dengan ibu R .A. Maemunah) penulis sempat bertanya bagaimana seniman   bisa hidup dari lukisan-lukisannya. masdibyo yang mempunyai latar pendidikan IKIP sempat menjadi pengajar selama dua tahun. 

Tapi rupanya hasrat senimannya lebih besar daripada hidup sebagai guru. Dengan restu keluarga, masdibyo  total melukis. Nyatanya melukis bisa membuatnya bertahan hidup dan yakin bahwa hidup berkesenian bisa memberi masa depan bagi keluarganya. 

Penulis melihat bahwa lukisan-lukisan masdibyo memang  mempunyai segmen pasar tersendiri yang membuat lukisan tetap laku terjual. 

Lukisan masdibyo lebih dekat ke aliran ekspresif simbolis, kesendirian, protes sosial.  masdibyo  sering gelisah melihat fenomena sosial. 

Dalam karyanya tentang Ambalat (konfrontasi dengan Malaysia pelukis menumpahkan kekesalannya dengan simbol jari tengah yang bisa diterjemahkan sebagai wujud kekesalan dalam bahasa simbol visual yang artinya sudah diketahui penikmat lukisannya.

Gigih Wiyono dan Konsep karyanya

Gigih Wiyono menampilkan lukisan yang terkesan geometris kubistis. Pengaruh keseniannya yang lebih banyak tinggal di suasana kehidupan petani membuat Gigih selalu menampilkan lukisan dengan media kayu atau subject matter tidak jauh dari tumbuhan, binatang, kerumunan manusia dengan segala aktifitasnya. Simbol-simbol, mistifikasi, kasih ibu, serta simbol-simbol Jawa yang kental dengan kehidupan petani.

Hilangnya kearifan lokal, menjadi pemicu hancurnya nilai-nilai kehidupan dan alam sekitarnya. Selanjutnya dalam pengantar di Katalog Gigih Wiyono merepresentasikan keprihatinan di lukisannya Dewi Sri dan Kearifan lokal yang tergerus oleh  arus pragmatisme, konsumerisme dan yang menghilangkan nilai-nilai peradaban. 

KRT. Gigih Wiyono Hadinagoro  demikian nama lengkap pelukis yang lahir tanggal 30 Agustus 1967 di Sukoharjo Solo  juga menampilkan sejumlah patung kayu dalam pameran kali ini. Patung --patung itu menampilkan karya simbolis kasih sayang ibu yang digarap  3 bulan lebih(karya paling rumit yang digelar persis di depan pintu masuk. Dengan warna dominan hijau judl patung itu Ibu.Hampir semua patung kayunya bertema ibu.

Kurator  Prof.Drs. M Dwi Marianto, MFA, Ph.D. mengibaratkan dua pelukis ini antara "Gunung dan Laut". Gunung menghasilkan sayuran dan laut menghasilkan garam. Unsur antara gunung  dan lautan bila disatukan akan menimbulkan harmoni, kenikmatan(itu yang penulis tangkap). 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun