Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Puisi

(Rose RTC) Romansa Cinta September di Gede Pangrango

16 September 2016   11:56 Diperbarui: 16 September 2016   13:41 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Datang menjejak gunung bukan sebagai kekasih

hanyalah abdi yang menjaga anak didik menghirup alam semesta

dari setiap sisi saat malam membelam

terus waspada pada nafas-nafas muda yang terlalu bernafsu

menyusuri jalan setapak di pegunungan gunung Gede Pangrango

aku adalah pendidik yang terbiasa menapak tanah pegunungan

dia hanyalah salah satu yang terkagum oleh erotisnya gunung

semakin jauh melangkah aku akan semakin kuat

karena pegunungan seakan memberi energi baru dalam setiap nafasku

akhirnya puncak Pangrangopun terjejak dalam desah nafas yang tinggal sepotong-sepotong

aku sendiri malah semakin bugar oleh sihir pegunungan

dia pulang dengan sisa tenaga dan kaki yang mulai berat melangkah

Aku datang mendampingi

walnya tak menyangka ada cinta di hati

hanyalah sekedar memberinya semangat untuk bisa menyusuri sudut-sudut hutan

yang amat sepi dan sunyi.

tertatih –tatih lelah dan sebentar-sebentar berhenti

dengan bekal satu botol minum dan satu genggam bacang

aku mendampinginya meraih asa untuk bisa menjejak kaki gunung

terasa amat lambat dari pagi hingga malam kembali

pada senyumnya aku melihat cinta

mulai tumbuh dijiwanya

aku tahu dia tak pernah menyangka

akan melihat jalan cinta di sepanjang perjalanan

ia hanya melihat kesabarankulah yang membuatnya luluh.

Pada satu sudut hutan ketika mulai terdengar kecipak air

ia mendekat, menciumku mesra

dengan berbunga ia berkata terima kasih.

Untuk sebuah kesabaran ternyata cinta bisa datang begitu saja.

(Aku ingat sekitar bulan September, naik gunung Gede Pangrango bersama rombongan siswa dan sejumlah guru.Banyak siswa dan guru bertumbangan ketika mencoba mendaki gunung. Mereka semangat mendaki tapi tidak punya persiapan khusus untuk mendaki. Maka ketika sudah sampai puncak baru terasa bahwa kaki dan badan sudah amat capai. Untuk turun gunung yang butuh stamina lebih banyak siswa dan guru yang telalu lelah untuk melangkahkan kaki. Pada moment ini aku dengan sabar mendampingi seorang guru yang dengan susah payah turun gunung dengan sisa tenaganya. Dari jam 9 Pagi hingga jam 7 malam menyusur sisi-sisi pegunungan yang sunyi, jauh dan seakan-akan tidak sampai-sampai di tempat bis rombongan pendaki.Guru itu akhirnya menjadi istriku saat ini. Itulah moment September)

dokpri
dokpri

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun