Hampir senja negaraku
lupa meluruskan waktu saat terik menohok
hingga langit memerah tetap lelap
memihak wajah dengan ribuan bilur
Kartiniku berbaris
rapi merengkuh asa pada kayalan yang sudah hadir di kepala
won, ringgit, dollar, dinar
berputaran dalam sel-sel diantara serabut otak
kartiniku yakin di seberang pulau tergambar emas
seperti yang hadir diantara mereka yang sempat pulang dengan selamat
Saat sampai di seberang pulau
mereka tertegun oleh gelimang emas yang tersusun rapi
mereka terpesona oleh gambaran surga
seperti mimpi, benarkah ini nyata?
Tapi pada akhirnya mereka hanyalah obyek penderita
dari majikan-majikan kaya yang kelebihan nafsu, kelebihan surga
hingga mereka menaruhkan bara neraka pada kartiniku yang lugu
mereka memaki, meludah pada wajah yang berharap banyak dapat mendulang emas di negeri sebrang
Akhirnya mereka melap muka dengan darah segar tuannya
mengapit tubuh tuannya yang telah menzolimi harga diri
Kartiniku berkerut, keriput diterjang penderitaan
siap menanti pisahnya kepala dari tubuh
Darah membuncah rakyatmu
teriak-teriak histeris oleh tindakan biadab juragan seberang pulau
Mimpi kartini mendulang emas
sirna terantuk batuan keemasan. Mereka silau oleh rona memukau pending
yang ternyata hanya halusinasi
sementara kartiniku yang berbaris rapi satu persatu pulang kampung
sukses menginspirasi penulis
menulis cerpen dan novel tentang pahlawan devisa yang tersia-sia di negeri seberang.
Sementara namanya tercetak masai di nisan lusuh tanpa bunga
Pahlawan devisa yang terabaikan.
Jakarta, 15 April 2014
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H