Begitulah ibuku! Dari beliau aku belajar bagaimana menjadi guru yang baik serta memahami setiap anak didik. Dari beliau kusadari bahwa belajar seumur hidup merupakan sebuah keharusan. Bukan untuk menjadi nomor satu, tetapi untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Mau menggunakan kesempatan untuk belajar hal-hal baru juga menjadi wujud syukur kepada Tuhan. Â
Alhasil, ketika ibu menyerahkan tongkat estafet kepadaku dan rekan-rekan muda untuk mengajar Sekolah Minggu semua yang telah tercerap dapat kupraktikkan. Bersenjatakan dongeng, kasih, dan kesabaran anak-anak pun gembira belajar. Kesukaan mempelajari hal-hal baru sangat membantu ketika kemudian aku menjadi seorang pendidik.Â
Bersyukur dalam Segala Keadaan
Ibu (bersama ayah) mengenalkan anak-anaknya pada agama dan nilai-nilai spiritual. Bagaimana kami berdoa dan berelasi dengan Sang Pencipta. Ibu seorang pendoa yang tekun. Ketekunannya sering membuat kami merasa tak sanggup mengikuti, apalagi bila harus bangun tengah malam untuk berdoa. Beliau juga rajin menjagak kami berziarah. Â Â Â
Lebih dari sebuah ketekunan dalam doa, pembelajaran paling penting dari ibu adalah aktualisasi iman. Salah satunya dengan cara bersyukur, bahkan ketika jatuh dalam sakit dan kemalangan. Salah satu moto ibu yang paling kuingat adalah "Bersyukurlah dalam segala keadaan". Bagiku inilah pelajaran tersulit untuk dipraktikkan hingga sampai hari ini pun sepertinya aku belum lulus.
Ibu "sekolah pertamaku" masih memberiku banyak pelajaran bahkan setelah beliau tiada. Banyak pelajaran dan nasihat yang sempat terabaikan menjadi pelajaran berharga hingga kini. Bagiku, ibu sekolah pertamaku, dahulu hingga kapan pun. Terima kasih Ibu, dalam doaku selalu kupinta surga bagimu.
Depok, 6 Desember 2020
Salam Literasi, Dwi Klarasari
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H