Ibu sering mencandaiku 'mosok anak perempuan masak selalu lihat resep'. Waktu itu kujawab 'Ah, ngafalin pelajaran aja susah kok mesti ngafalin resep'. Ibuku hanya tertawa mafhum. Namun, prinsip ibu bahwa enaknya masakan sangat dipengaruhi oleh kasih dan keikhlasan sang juru masak sangat menginspirasiku hingga kini. Â Â Â Â Â Â
Belajar Mencintai Seni, Budaya, dan Lingkungan
Ibuku seorang pencinta seni. Di lingkungan kerjanya dan di lingkup kelurahan ibu ikut serta dalam kelompok gamelan. Beliau pemegang bonang, dan sesekali memainkan kendang. Kemudian hari ibu juga belajar pranatacara (pembawa acara dalam tradisi Jawa). Tak heran jika ibu pun ingin anak-anaknya berkesenian.
Meskipun kadang kala hati merasa berat, kami menerima saja dorongan ibu untuk mencintai seni dan budaya. Sejak kecil kami ikut latihan menari. Dari rasa berat lama kelamaan kami pun menyukainya. Anehnya aku memang sangat suka berlatih menari, tetapi selalu menangis setiap kali hendak pentas. Aku tidak suka karena dandanan penari sangat tebal. Kata ibu memang harus begitu supaya penonton bisa melihat wajahku yang cantik dari kejauhan. Ah, ibu bisa saja!
Ibu juga sangat getol melatih kami membaca puisi. Pada perayaan-perayaan tertentu tak segan beliau meminta kami untuk tampil. Kami didorong untuk mengikuti kegiatan paduan suara, entah di lingkungan gereja atau di kampung terutama saat perayaan tujuh belasan. Alih-alih untuk mendulang popularitas, semua diajarkan ibu hanya agar kami mencintai seni budaya. Tentunya juga melatih keberanian.
Dari "sekolah pertamaku" aku juga belajar mencintai lingkungan. Minimal ibu mengajak kami untuk suka bercocok tanam di halaman rumah. Menurut ibu, kita tidak bisa hanya  menyiram asal-asalan, tetapi harus disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing. Tanaman pun juga perlu disayangi. Ada kalanya perlu diajak ngobrol agar tumbuh subur dan berbunga/berbuah.  Â
Â
Ibu Mengajari Aku Berbagi IlmuÂ
Ibu dan ayahku adalah pendongeng ulung. Setiap malam mereka bergantian mendongengi anak-anaknya. Sejak kecil sudah kupahami betapa dongeng adalah senjata paling ampuh yang dimiliki ibu. Tentu saja hal ini tercerap dalam memoriku tanpa kusadari.
Â
Meskipun berada pada puncak kelelahan usai kerja seharian, ibu tetap mendongeng dengan bahagia. Alhasil, walaupun hidup sederhana, aku dan saudara-saudaraku selalu terlelap bahagia di malam hari. Setelah dewasa aku menjadikan dongeng untuk menakhlukkan hati para belia. Â
Sebelum diterima menjadi guru di Sekolah Dasar Negeri, ibuku dipercaya menjadi guru TK. Sebuah yayasan merombak rumah kami di Gang Beruang menjadi taman kanak-kanak. Meja kursi, lemari, dan aneka mainan warna-warni lantas memenuhi rumah kami yang sederhana. Di halaman sempit dipasang juga ayunan dan perosotan sebagai sarana bermain.
Aku yangduduk di bangku SD, saat libur sesekali melihat bagaimana ibu mengajar anak-anak TK. Hari-hari tertentu ibu juga memasak bubur kacang hijau untuk mereka. Terekam dalam benak ibu sebagai seorang guru-perhatian, kesabaran, juga tanggung jawabnya. Kala kemudian hari diterima sebagai guru SD, ibu menyempurnakan ijazah SPG-nya dengan mengambil Diploma dan mengikuti kursus ini itu. Ibu juga belajar banyak hal secara autodidak.