Mohon tunggu...
Dwi Klarasari
Dwi Klarasari Mohon Tunggu... Administrasi - Write from the heart, edit from the head ~ Stuart Aken

IG: @dwiklara_project | twitter: @dwiklarasari

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kembali Bebas (Bagian 2 - Tamat)

6 Oktober 2020   10:14 Diperbarui: 6 Oktober 2020   11:02 214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Franz W -- pixabay.com (dengan perubahan warna)

Kulihat seorang petugas berseragam oranye berulang kali menggoyang-goyangkan tubuh Mbok Nah yang tengkurap lemas di atas tubuhku. Kedua tangannya masih erat memegang tepian tubuhku. Saat petugas itu berniat menyentuhnya sekali lagi, mata tua Mbok Nah perlahan terbuka. Lama dia terdiam, sebelum hela napasnya yang semakin jelas melegakan sang petugas.  

"Matur sembah nuwun Gusti kula dipun paringi slamet!" Mbok Nah merentangkan tangan sembari tengadah.

Syukurlah, ternyata Mbok Nah masih hidup. Beberapa petugas segera membantunya duduk, masih di atas tubuhku, lalu menyelimutinya serta mengangsurkan sebotol air mineral.

"Terima kasih... terima kasih... berkat jasamu, aku selamat!" Mbok Nah mengelus-elus badanku lalu membungkuk dan menciumiku berkali-kali. Aku seperti anak kesayangan yang lama hilang dan ditemukan.

"Jadi semalaman Ibu terhanyut bersama meja kayu besar ini?" tanya seseorang entah siapa. Nada suaranya meninggi mengekspresikan rasa kagum sekaligus ketidakpercayaannya.

"Betul Pak! Pas banjir datang saya berhasil pegangan pada kaki-kakinya. Saya juga heran, kok bisa ndak terlepas sama sekali ya, padahal kan arusnya kuat banget," kisah Mbok Nah dengan wajah kebingungan menyadari mukjizat yang nyaris tak bisa dipercaya.

"Sungguh besar Kuasa Tuhan!" suara lain menimpali. 

"Benar, Gusti Maha Kuasa! Meja kayu besar ini tadinya ada di ruang bundar rumah juragan saya!" kisah Mbok Nah tanpa ditanya, "Sebenarnya, meja ini dibuat dari kayu log hasil pembalakan yang dilakukan juragan saya itu... namanya Tuan Prawiro."

Para petugas SAR dan masyarakat yang berkerumun tampak mengangguk-angguk. Sebagian yang lain sibuk merekam dengan ponsel dan kameranya.

"Pak Petugas, boleh ndak kalau meja ini buat saya saja? Buat kenang-kenangan," pinta Mbok Nah polos.

***

Epilog

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun