Aku bisa menduga siapa lawan bicaranya. Dia adalah makhluk berseragam polisi yang dimintai bantuan oleh Tuan Arogan, lebih tepatnya disogok untuk mengamankan kejahatannya.
Usai memberi instruksi dan menutup ponsel, Tuan Arogan keluar dari ruang bundar.
Sementara aku masih terpaku dalam kegusaran. Kurenungkan seluruh percakapan yang baru saja kudengar. Saat purnama nanti, kroni si juragan akan merambah ke pelosok yang lebih jauh dari tanah di mana aku pernah tinggal. Hutan perawan itu akan digunduli dengan tambahan dua sinso baru.
Kubayangkan pada purnama mendatang si mandor lapangan berbadan kekar penuh tato sangar itu akan berteriak-teriak memerintah para tukang cincang. Selanjutnya, tukang jagal bermodal tenaga kuda yang dibutakan harta bergegas mengebiri mahkota hutan perawan. Satu per satu, tanpa rasa belas kasihan.
Bila tertangkap basah, tanpa rasa bersalah si mandor hanya akan berkilah 'Kami tak kenal siapa toke-nya. Kami hanya dibayar untuk memotong dan menaikkan ke atas truk yang menunggu di tepi hutan'.
Sementara ketika semua itu terjadi, aku hanya bisa terpaku di tempat di mana kejahatan tersebut direncanakan. Aku mengetahuinya, tetapi tak mampu berbuat apa pun. Sungguh aku benci dengan situasi ini!
***
Aku Ingin Menggugat Tuhan
Hampir setahun aku menjadi anggota keluarga Prawiro. Tunggu! Rasanya teramat menjijikkan bila benar aku ini bagian dari keluarga seorang penjarah. Bukan! Tolong, jangan sebut aku demikian. Jangan kaitkan namaku dengan nama Prawiro.
Walaupun aku selalu ada dalam setiap acara di ruang bundar di rumah besar Prawiro, aku tak sudi menjadi bagian dari keluarganya. Aku hanya sedang terpenjara di rumah besar ini. Konon, rumah atas nama wanita simpanan Prawiro ini terletak di pinggiran kota di lembah perbukitan nan elok. Lokasi tersebut tak jauh dari lintasan sungai yang berhulu di tanah kelahiranku.
Sekali lagi kubilang, aku hanya bagian dari rumah yang telah menjadi penjaraku. Sesungguhnya sangat sulit bagiku bersikap merendahkan diri seperti ini. Pada masa lalu di tempat asalku, aku pernah menjadi yang paling dikagumi. Aku menjadi satu di antara banyak sosok yang selalu disambangi para peneliti untuk menggali informasi. Aku selalu jadi bagian penting proyek kajian lingkungan.
Sayang, juragan berkumis tebal itu tak punya rasa hormat padaku layaknya para peneliti yang peduli nasib bumi. Lewat orang-orang suruhannya si juragan merampas kehidupanku dan membawaku masuk ke rumah ini. Dengan paksa, tentu saja!