Mohon tunggu...
Dwi Klarasari
Dwi Klarasari Mohon Tunggu... Administrasi - Write from the heart, edit from the head ~ Stuart Aken

IG: @dwiklara_project | twitter: @dwiklarasari

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ke Mane Kite Harus Ngarak Ondel-Ondel?

18 Desember 2018   13:39 Diperbarui: 18 Desember 2018   13:53 575
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: komunitas fency

Hal ini selaras dengan apa yang diungkapkan oleh Yahya Andi Saputra, Ketua Lembaga Kebudayaan Betawi, kepada liputan6 yaitu bahwa pementasan kesenian ondel-ondel memilki aturan, tidak bisa dilakukan dengan sembarangan. 

Misalnya, musik betawi yang mengiringi harus dimainkan secara langsung dengan pemain berseragam. Konon, ondel-ondel juga tak boleh dimainkan saat magrib atau tengah hari.

Ngamen VS Berkesenian

Seperti kebanyakan orang, sepengetahuan saya kesenian ondel-ondel adalah bagian dari tradisi masyarakat Betawi yang hanya dihadirkan pada acara tradisional Betawi, seperti sunatan, perkawinan, dan lain-lain. 

Kemudian, kesenian ondel-ondel juga tampil menyemarakkan acara penyambutan tamu, peresmian acara/bangunan, festival budaya atau pesta rakyat, dan semacamnya. Jadi, wajarlah bila saya serta kebanyakan orang merasa miris dan kurang setuju mendapati ondel-ondel ngamen di jalanan.

Namun, rasa miris tersebut ternyata tidak sepenuhnya dapat dibenarkan. Bagaimanapun, fenomena pengamen ondel-ondel sudah menjadi pro-kontra sejak lama. Bukan saja di kalangan masyarakat awam, tetapi juga di antara budayawan, seniman, juga sejarawan.  

Di beberapa kawasan Jakarta dan sekitarnya, pengamen ondel-ondel yang berkeliaran di jalanan sudah dianggap mengganggu ketertiban dan menjadi masalah sosial tersendiri. Pemerintah setempat pun melalui aparatnya berupaya melarang dan/atau menertibkan. Di sisi lain, tidak semua pihak menafikkan keberadaan pengamen ondel-ondel begitu saja.

Sebut saja sejarawan J.J. Rizal yang menekuni sejarah kebudayaan Betawi. Kepada tirto.id ia mengatakan bahwa adanya "ondel-ondel mengamen" justru mengembalikannya kepada tradisi awal. Sudah menjadi hakikatnya "ondel-ondel ngamen" keluar-masuk kampung dan mendapat "saweran" sebagai imbalan karena ondel-ondel telah berjasa menolak bala.

Selidik punya selidik, rupanya ondel-ondel yang dulu bernama barongan ini memiliki sejarah panjang. Pada awalnya yaitu dalam tradisi masyarakat Betawi pra-islam, boneka raksasa yang terbuat dari anyaman bambu ini memang digunakan oleh masyarakat sebagai penolak bala atau gangguan roh halus. Mungkin belum semua orang mengetahui fakta sejarah ini. Tak heran jika J.J. Rizal juga menilai bahwa respons "ondel-ondel ngamen" dianggap merendahkan terjadi karena ketidakpahaman tradisi, sejarah, serta pandangan konsep adiluhung budaya (tirto.id).

Sementara ada juga di antara seniman yang mengakui bahwa salah satu tujuan mengarak ondel-ondel di jalanan bukan sekadar mencari uang, tetapi juga demi pelestarian---agar kesenian Betawi ini tetap dikenal masyarakat. Mengutip kompas.com seorang pelaku seni bernama Deny juga mengakuinya. Dengan alasan pelestarian, dia mengizinkan anggota sanggarnya mengarak ondel-ondel di jalanan, meskipun sebenarnya mereka sesekali juga diundang "mentas" di hotel atau festival.

Menengarai berbagai pendapat yang ada, agaknya berbagai elemen masyarakat dan pemerintah setempat perlu duduk bersama untuk berdiskusi mencari solusi yang berimbang. Mungkin "fitrah" ondel-ondel memang turun ke jalan keluar-masuk kampung untuk menolak bala sebagaimana awal tradisinya. Namun, alangkah eloknya bila bukan sekadar "alat ngamen" yang disalahgunakan segelintir orang untuk sekadar mengais recehan---tidak memperhatikan nilai seni, bahkan berpotensi mengganggu ketertiban.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun