Mohon tunggu...
Dwi Isnaini
Dwi Isnaini Mohon Tunggu... Wiraswasta - Mompreneur yang menyukai dunia tulis menulis

Owner CV Rizki Barokah perusahaan dalam bidang makanan ringan. Penulis buku "Karakter Ayah Pebisnis untuk Sang Anak Gadis"

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Anger Management

11 Maret 2022   08:55 Diperbarui: 11 Maret 2022   09:00 619
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mengutip laman halodoc.com, Anger management adalah sebuah proses belajar untuk mengenali tanda-tanda yang menyebabkan kemarahan seseorang, dan mengambil tindakan untuk menenangkan diri dalam menghadapi situasi yang terjadi. Anger management bukan berarti mencegah atau menahan perasaan marah. Kemarahan merupakan sebuah emosi yang normal terjadi. Tujuan dari mempelajari anger management adalah agar seseorang bisa mengekspresikan kemarahannya dengan cepat dan tepat.

Ketika kita dikuasai amarah, pikiran kita menjadi sempit, mata pun jadi gelap. Jika pikiran kacau, ucapan kita pun ikut kacau. Tanpa sadar, kita akan mengucapkan hal-hal yang kasar dan menyakitkan orang lain. Ujung-ujungnya, ucapan juga akan menentukan respons atau tindakan kita terhadap konflik yang sedang terjadi. Padahal, mungkin bukan itu maksud kita.

Itulah pentingnya anger management. Dengan belajar anger management berarti kita juga belajar mengelola pikiran. Pikiran yang cupet dan penuh amarah akan menghasilkan respon yang tidak tepat. Bila respon kita tidak tepat, konflik tidak bisa diselesaikan secara tuntas. Bahkan, malah membesar atau melebar kemana-mana. Saat amarah telah reda, pikiran akan kembali jernih dan itulah saatnya untuk mengurai kekusutan yang terjadi.

Jika marah tidak boleh, mengapa manusia diberi kemampuan untuk marah?

Allah selalu menciptakan sesuatu itu berpasangan. Ada siang, ada malam. Ada sedih, ada senang. Ada sulit, ada mudah. Ada marah, ada sabar. Hal tersebut diciptakan supaya terjadi pergerakan.

Kehidupan ini baru bisa berjalan jika ada pergerakan. Misalnya, orang hidup karena jantungnya bergerak (berdetak), ada pergerakan aliran darah. Jika manusia tidak punya emosi dan angkara murka, bagaimana bisa bergerak?

Kita diberikan pilihan bebas untuk merasakan marah maupun memilih bersabar. Namun, kita diberi akal untuk memilih mana yang memberikan dampak yang baik dari keduanya.

Bayangkan, manusia bisa marah, tetapi atas kemauannya sendiri dia memilih untuk tidak marah. Luar biasa, Bukan? Menurut saya inilah salah satu kesempatan bagi manusia untuk belajar mengendalikan diri, melatih kesabaran dan "naik kelas" menjadi manusia yang lebih berkualitas.

Diantara kita mungkin ada yang berkata, "Ah, masa sih? Mana mungkin manusia tidak boleh marah? Memangnya malaikat?

Anda tidak perlu percaya pada saya. Namun, tubuh Anda tak mungkin berbohong. Coba amati baik-baik tubuh Anda ketika sedang marah.

Ketika kita marah, tubuh akan mengeluarkan hormon kortisol. Kortisol adalah hormon pemicu stres dan bisa menjadi "racun" yang menurunkan daya tahan tubuh. Marah selama 5 menit akan melemahkan sistem imunitas kita selama lebih dari 6 jam!  

Karena itu, wajar jika orang pemarah lebih sering sakit-sakitan. Sayangnya, bukan hanya ini akibat negatif marah. Masih banyak efek lainnya yang merugikan kesehatan fisik dan mental kita, terutama jika marah kita tergolong "sangat tidak sehat" yaitu marah yang dipendam terlalu lama sehingga membuat diri sendiri sakit dan stress, atau marah yang dipendam lalu tiba-tiba meledak.

Beberapa efek negatif marah diantaranya:

  • Marah menyebabkan tekanan darah naik
  • Ledakan marah memperbesar resiko serangan jantung. Selama 2 jam setelah kita meledak marah, resiko serangan jantung naik 2x lipat. Penelitian menunjukkan orang yang pemarah lebih mungkin menderita jantung koroner.
  • Resiko strok meningkat. Selain resiko serangan jantung, saat marah resiko strok juga naik 3x lipat karena penyumbatan pembuluh darah ke otak.
  • Marah merusak paru-paru. Sebuah penelitian dari Universitas Harvard melakukan riset terhadap 670 pria dalam kurun waktu 8 tahun. Mereka memakai metode skoring untuk mengukur tingkat marah dan mengamati perubahan pada fungsi paru-paru para responden. Hasilnya, sekelompok pria dengan skor marah tertinggi memiliki kapasitas paru-paru terburuk, sehingga resiko mereka mengalami gangguan pernafasan juga meningkat. Menurut para peneliti, ini terjadi karena hormon stres yang keluar saat marah mengakibatkan peradangan di saluran pernafasan.
  • Marah memicu stres dan kesedihan
  • Marah menyebabkan depresi
  • Marah memperburuk gangguan kecemasan

Setelah mengetahui banyaknya efek negatif marah, dapat disimpulkan bahwa tubuh kita tidak didesain untuk marah. Buktinya, saat marah kita merusak diri sendiri.

Malangnya, bukan hanya kita yang merasakan efek marah tersebut. Orang yang menjadi sasaran kemarahan kita pun merasakan efeknya juga. Jika efek negatif marah yang terjadi pada diri kita sendiri saja begitu dahsyat, apalagi efeknya terhadap orang yang kita marahi. Sampai hatikah kita?

Ketika kita marah, biasanya akan sulit sekali mengontrol ucapan. Saat kita marah akan terucap kata-kata negatif. Tak jarang setelahnya kita akan menyesal berkepanjangan setelah marah-marah. Apalagi, jika ada ucapan kasar yang terlontar.

Inilah alasan pentingnya mempelajari anger management. Kendalikan emosi Anda sehingga tak akan ada kalimat yang akan Anda sesali belakangan.

Berikut Langkah-langkah cara yang sehat dan alamiah untuk meredakan amarah dan mengendalikan emosi:

1. Kenali tanda-tanda marah

Ketika Anda melihat perilaku seseorang yang memicu emosi, lalu amarah mulai bergolak, maka tubuh akan memberikan peringatan. Biasanya gejalanya adalah jantung berdebar lebih cepat, nafas semakin berat, dada mulai sesak, leher dan kepala tegang, bahkan bisa juga tangan gemetaran. Kenali tanda-tanda itu sebelum menjurus pada tindakan emosional yang mungkin bisa menyakiti fisik atau psikis. Jadikan tanda-tanda tubuh sebagai alarm yang berbunyi nguuuing...nguuuing dan Anda harus segera bertindak.

2. Diam

Setelah gejala-gejala akibat marah muncul, inilah tindakan terbaik yang bisa Anda ambil, yaitu diam. Ya, diamlah. Ketika Anda dikuasai emosi, lidah pasti sulit dikendalikan. Besar kemungkinan kata-kata yang meluncur dari mulut pasti kata-kata yang menyakitkan. Cobalah menahan lidah ketika amarah memuncak. Sungguh, hal tersebut bukan persoalan mudah. Namun, ini perlu dilatih dan dibiasakan.

Bagaimana kalau Anda tidak sanggup diam? Jika Anda sedang berdiri, duduklah. Jika sedang duduk, berbaringlah. Jika amarah belum mereda pergilah ke ruangan lain. Misalnya jika Anda sedang duduk di ruang tamu, masuklah ke kamar. Tutup pintu kamar lalu berbaringlah. Tarik nafas panjang,  tahan sejenak, lalu hembuskan perlahan. Setelah berdiam diri selama 7-10 menit, biasanya tensi kita perlahan-lahan akan turun.

3. Istirahat

Perhatikan pola amarah Anda selama ini. Pasti ada "momen-momen sensitive" saat Anda mudah sekali meledak. Salah satunya mungkin saat kelelahan atau bagi kaum wanita "momen sensitif" itu terjadi saat sedang PMS.

Tentu saja wajar bila orang lelah, stress, atau PMS jadi mudah marah. Yang paling penting adalah cari solusinya. Apa yang harus dilakukan? Obatnya hanya satu yaitu beristirahat.

4. Basuh diri

Unsur amarah adalah api. Jadi, padamkan api dengan air, basuhlah wajah Anda. Bila Anda muslim, Anda bisa berwudhu. Jika emosi dalam dada masih membara juga, mandi saja sekalian.

5. Mind in Mind (Pikiran dalam Pikiran)

Otak kita adalah organ yang menakjubkan. Ketika Pikiran 1 berkata, "Aku marah! Aku kesal! Aku mau memukul, menendang, menonjok, membanting barang! Pikiran 2 berkata, "Kenapa aku merasakan semua ini? Kok, bisa, sih? Apa sebenarnya yang membuatku begitu marah?"

Sesungguhnya, kita bisa berdialog antara satu pikiran dengan pikiran lain jika kita peka dan tidak abai. Karena pada umumnya, Pikiran 2 itu selalu ada dan mengingatkan (nasihat kebaikan).

Pernahkah Anda meledak marah kemudian menyesal berkepanjangan? Ledakan amarah adalah reaksi terhadap Pikiran 1, sedangkan perasaan sesal yang timbul belakangan adalah Pikiran 2. Jadi kata-kata kuncinya adalah: Ketika Pikiran 1 bergetar, Pikiran 2 akan datang menginterupsi. Namun, Anda hanya bisa mendengar Pikiran 2 jika Anda diam dan tidak reaktif. Mind in mind harus dilatih agar kita terbiasa.

Buat apa emosi kita terkuras untuk hal-hal yang sudah terlanjur terjadi dan tidak bisa diubah lagi? Lebih baik, simpan energi untuk hal lain yang memang layak dipikirkan. Pikiran 2 adalah Wisdom Mind. Jika kita terus berlatih untuk bereaksi sesuai Pikiran 2, lambat laun kita akan menjadi pribadi yang semakin bijak. Sebaliknya, jika Pikiran 1 yang terus-menerus dipupuk, kita akan membentuk kebiasaan yang melahirkan kebencian.

Kita selalu punya pilihan. Mau jadi orang bijak atau orang yang penuh kebencian?

6. Mencatat self-talk

Self-talk adalah pikiran-pikiran dalam kepala Anda sebelum Anda akhirnya marah, atau sebaliknya tidak marah. Sebagai contoh seorang pria yang marah karena mobilnya disalip pengendara lain. Pasti ada pikiran yang berkecamuk pada pria tersebut?

"Wah, main salip-salip saja. Apa maksudnya, tuh? Memang jalanan punya nenek moyangnya? Dia kira mobil gue enggak bisa ngebut? Dia mau ngeremihin gue? Nih, gue tunjukkin kalo mobil gue juga bisa ngebut!"

Rupanya pria itu egonya tinggi. Hal itu membuat dia takut kalah dan takut diremehkan orang lain. Padahal, apa benar begitu? Jangan-jangan pengendara yang menyalibnya sedang buru-buru. Mungkin dia hampir ketinggalan pesawat atau mungkin istrinya akan melahirkan.

Self-talk biasanya dipenuhi ketakutan. Anda takut ini-itu, padahal belum tentu benar dan belum tentu terjadi. Self-talk juga dipengaruhi oleh memori dan pengalaman masa lalu yang melahirkan persepsi dan asumsi, lalu akhirnya muncul respon.

Misalnya, Anda baru berada di mal. Tiba-tiba Anda mendengar bunyi "DUAAR". Apa yang Anda pikirkan? Mungkin Anda berpikir, "Ah, ada balon pecah kali." Namun, apa yang terjadi jika yang mendengar bunyi "DUAAR" adalah seorang bocah Suriah atau Palestina? Saya yakin dia akan meringkuk atau bersembunyi karena mengira itu ledakan bom. Dalam memorinya, suara duar selalu berarti ledakan bom.

Jadi, Ketika emosi Anda meledak, ambil jeda sejenak. Kemudian ambil ketas dan pulpen. Tuliskan semua self-talk atau pikiran yang memenuhi kepala Anda saat itu.

Setelah dituangkan dikertas, Anda bisa melihat isi kepala Anda dengan jernih. Sebenarnya apa sih yang membuat Anda marah? Jika semua self-talk sudah tercatat dan dibaca berulang-ulang, lakukanlah self-therapy. Tanyakan pada diri sendiri, apakah semua yang Anda catat adalah kebenaran atau sekadar ketakutan? Coba lihat poin per poin, lalu pikirkam baik-baik. Dengan begitu, masalah bisa selesai tanpa drama dan ribut-ribut. Intinya, tenangkan diri, lalu catat self-talk Anda. Setelah dicatat, lakukan self-therapy lalu cari solusinya.

Jika setelah mengerjakan Langkah-langkah diatas, tetapi emosi Anda masih meledak-ledak, tidak apa-apa. Jalani saja prosesnya. Namun, bukan berarti kita berhenti berusaha. Sadarilah, Anda ingin jadi orang bijak atau orang pemarah? Pilihlah yang terbaik, bukan hanya untuk Anda, tetapi juga untuk keluarga terkasih.

Selamat mencoba.

Bahan B acaan:

Ayah Edi. 2021. Mendidik Anak Tanpa Teriakan dan Bentakan: Bandung: PT Mizan Publika

https://www.halodoc.com/artikel/kapan-anger-management-diperlukan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun