Mohon tunggu...
deni varindra
deni varindra Mohon Tunggu... Jurnalis - Sosialis

PemRed surat kabar bali

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

G30S Gerakan Pimpinan PKI Keblinger

2 Oktober 2021   02:10 Diperbarui: 2 Oktober 2021   02:55 1143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Soekarno, percayakan pemulihan keamanan pada Soeharto

Presiden Seumur Hidup, Panglima Besar Revolusi Bung Karno menerapkan politik Nasakom dengan dalih untuk persatuan bangsa. 

Sejak saat itu Komunis seolah mendapat angin segar. Bung Karno pun mulai terasa agak ke kiri-kirian terlebih politik internasional kita condong bersandar pada poros Peking - Pyong yang.

Angkatan Darat (AD) pun mulai pasang kuda-kuda. Meski loyalitas pada Presiden tak perlu diragukan, namun untuk urusan politik AD  siap berhadapan dengan PKI. 

Bung Karno sendiri sebenarnya mendukung PKI karena kepentingan politik.

Meskipun Sukarno terlihat memiliki kedekatan, bahkan sering seolah  memberikan dukungan kepada PKI,  hubungannya dengan PKI hanya sebatas kepentingan politik. 

Harold Crouch dalam buku Patrimonialism and Military Rules in Indonesia menyatakan bahwa Sukarno mendekati PKI dalam rangka menandingi kekuatan militer. 

Saat itu, Bung Karno muncul bukan sebagai figur yang memiliki basis organisasi kuat. PNI yang merupakan partainya terdahulu merupakan partai para priyayi yang tidak memiliki akar kuat di masyarakat. 

Kedekatan Sukarno dengan PKI tidak serta-merta membuatnya dekat dengan Ketua PKI, DN Aidit. Sejarawan Belanda, Antonie C.A. Dake, dalam buku In the Spirit of Red Banteng, menyatakan bahwa Bung Karno tidak suka pada  Aidit karena menurutnya Aidit terlalu ambisius. 

Malah Soekarno lebih dekat dengan Wakil Ketua PKI, Njoto, dibanding dengan Aidit. 

Sukarno dekat dengan PKI dalam rangka menarik perhatian Amerika Serikat Kedekatan PKI dengan Soekarno seolah-olah mengindikasikan bahwa Soekarno lebih dekat dengan Uni Soviet dalam konteks Perang Dingin. Namun, sebagaimana dilansir dari cia.gov, kedekatan Sukarno dengan PKI ternyata merupakan upayanya untuk menarik perhatian Amerika Serikat. 

Indonesia yang saat itu menyatakan "Ganyang Malaysia" membutuhkan dukungan dari negara lain untuk berperang melawan Malaysia. Dengan mendukung PKI, Bung Karno berharap bahwa Amerika Serikat melihatnya telah berpaling ke komunisme sehingga perhatian Amerika Serikat dialihkan ke Indonesia. 

Oleh Aidit kedekatannya dengan Istana dimanfaatkan sebaik-baiknya. PKI pun menempatkan Letkol Untung sebagai Komandan Batalyon Cakra Birawa, Pasukan Pengawal Presiden.

Dibawah kepak sayap Sukarno, PKI menjadi partai papan atas, satu-satunya "musuh" dan saingan PKI hanyalah AD. Sehingga dengan alasan konfrontasi Malaysia PKI usulkan untuk membentuk Angkatan Ke 5, Buruh Tani dipersenjatai.

Tentu ini mendapat penolakan dari AD, sehingga AD mendapat tudingan tidak loyal kepada Presiden.

Namun sayang kemudian kesehatan Sukarno mendadak jatuh. Bahkan tim kedokteran RRC yang dibawa oleh Aidit mendiagnosa umur Panglima besar revolusi ini sudah tidak lama lagi.

ini membuat Aidit berpikir. Jika Presiden meninggal maka kesempatan PKI untuk merebut kekuasaan. Namun halangannya adalah beberapa Jenderal pemegang komando yqng jelas-jelas anti komunis. Terlebih Jenderal Yani dan Jenderal Nasution. 

Untuk dapat menguasai AD maka jenderal-jenderal anti komunis harus disingkirkan untuk kemudian digantikan dengan jenderal pro komunis.

Maka mulailah dihembuskan isu Dewan Jenderal dengan tujuan :

1. Menambah kecurigaan Sukarno pada AD sehingga Bung Karno meragukan loyalitas pimpinam AD.

2. Membakar semangat CC PKI untuk mendahului gerakan sebelum Dewan Jenderal yangbduluqn melakukan Kudeta.

Rencana ini berhasil, dalam Rapat CC PKI disepakati membentuk biro khusus dibawah komando Aidit dengan perncanaan penculikan Dewan Jenderal. Komandan operasional dipilih Letkol Untung, dengan tujuan agar semakin memperjelas adanya gesekan dalam tubuh AD dan posisi Letkol Untung sebagai Paspampres dianggap sangat wajar menjalankan operasi dalam rangka melindungi Presiden.

Maka terjadilah peristiwa penculikan dan pembantaian para jenderal dan perwira AD. Untung dalam siaran radionya menyampaikan bahwa Presiden aman dalam lindungan Gerakan 30 September (G30S). Jenderal Suparjo pun pagi-pagi berusaha menjemput Presiden di Istana, namun Presiden tidak berada di Istana melainkan sudah bergabung di PAU Halim bersama Laksamana Oemar Dani. Suparjo pun menyusul ke sana. 

Soeharto sebagai Pangkostrad saat itu bingung, apakah Presiden dalam keadaan turut diculik dan disandera oleh G30s ? Ataukah memang benar Presiden diamankan dari Kudeta? Soeharto tidak ingin gegabah mengambil keputusan. Yang terpenting adalah mengumpulkan pasukan, menghitung kekuatan yang dimiliki  sambil menunggu berita apa sebenarnya arah G30S.

Dalam film Pengkhianatan G30S Soekarno menepuk pundak Soeparjo, kematian 7 Jenderal dikatakan Bung Karno  sebagai riak kecil di samudra luas revolusi.

Mendengar aksi G30S dan AD kehilangan pimpinan, Soekarno langsung menunjuk dirinya sebagai Pimpinan AD, Pranoto menggantikan posisi Jenderal Yani  sekaligus wakil dari Bung Karno serta menunjuk Soeharto sebagai penanggungjawab pemulihan keamanan. 

Harapan para petualang G30S sirna seketika. 

Dalam  benak pimpinan operasi G30S, Bung Karno akan menunjuk beberapa Jenderal Komunis untuk menggantikan posisi  jenderal yang telah  mereka  culik. 

Jika itu terwujud maka otomatis AD akan mereka kuasai sehingga tidak mungkin lagi ada perlawanan pada operasi G30S.

Namun  Bung Karno pun tidak sebodoh yang mereka kira, karena jika sampai itu terjadi maka PKI tinggal sejengkal lagi menguasai istana negara, benar-benar mengkudeta dirinya.

Keputusan Sukarno  ini membuat Latif  dkk. panik dengan berhitung kekuatan militer yang mereka miliki tak sebanding dengan kekuatan militer AD. Dan Suparjo pun lantas menyebut bahwa gerakan ini sudah dikhianati (Soekarno ? ) 

Soekarno jelas bisa membaca bahwa dirinya juga akan dikhianati oleh Petualang G30S  terutama setelah mendengar  pengumuman lanjutan Untung  di RRI yang menyebut Dewan Revolusi akan dipimpin oleh Presidium, tanpa menyebut nama Soekarno. 

Inilah yang kemudian diistilahkan oleh Soekarno sebagai "keblingernya" oknum PKI. 

 Soeharto sendiri  memang menunggu lanjutan pengumuman dari Untung agar bisa membaca arah gerakan. Bahwa kemudian pengumuman Untung kedua mengarah kepada  Aksi Kudeta hal tersebut dimanfaatkan oleh Soeharto untuk menghimpun tentara-tentara yang loyal pada Soekarno, sekalipun tadinya ada kekuatan militer yang turut membantu operasi G30S. Para komandannya segera diberi pengertian bahwa sesungguhnya G30S lah yang akan mengkudeta Presiden.

Setelah RRI kembali dikuasai, Soehato pun menyebut dalam pengumuman di Radio bahwa ia tengah melakukan kontra aksi gerakan G30S dengan tetap berada dibawah pimpinan Soekarno selaku Presiden dan PB Revolusi  berlandaskan Pancasila. 

Jika dibuat resume maka secara kronologis bisa dirangkai sbb : 

1. Aidit melihat turunnya kesehatan Soekarno sebagai kesempatan yang harus dimanfaatkan oleh PKI. 

2. Aidit menggunakan isue dewan Jenderal untuk membakar teman-teman PKI agar tidak didahului oleh AD. 

3. Aidit berhasil meyakinkan Bung Karno bahwa Dewan Jenderal akan dihadapkan ke Presiden di PAU Halim lengkap dengan pengakuan mereka sebagai Dewan Jenderal. 

4. Para  Jenderal diculik, 3 meninggal, sisanya tidak ada yang mau menandatangani pernyataan Dewan Jenderal. 

5. Untung pada pagi hari umumkan adanya gerakan penumpasan dewan jenderal dan presiden dalam lindungan merekMer

6. Merasa AD tidak mengadakan counter attack dipikir oleh Latif, AD sudah kehilangan daya lawan,  Untung meningkatkan status gerakan menjadi kudeta, kepangkatan tertinggi adalah letkol dan untuk menghimpun kekuatan AD untung juga mengiming-imingi dengan kenaikan pangkat untuk mereka yang mau berpihak pada G3Soek

7. Soekarno sadar dirinya telah diperalat dan ditipu dengan isu Dewan Jenderal, maka saat itu untuk mengganti pimpinan AD yang bisa ia percaya hanya 2, Pranoto dan Soeharto. Apalagi Soeharto membongkar keterlibatan AURI dalam pelatihan Gerwani,  Soekarno melaksanakan saran Soeharto untuk segera meninggalkan PAU Halim.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun