Mohon tunggu...
Duy Nurdiansyah
Duy Nurdiansyah Mohon Tunggu... Pegiat Media Sosial -

"Terus bergerak & berusaha dengan penuh tawakal kepada Tuhan Yang Maha Esa karena hidup adalah perjuangan dan doa"

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Korelasi Positif Reklamasi dan Kemajuan Ekonomi Negara

29 Juni 2018   15:03 Diperbarui: 29 Juni 2018   15:17 432
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(kolase, dari berbagai sumer)

Oleh: Duy Nurdiansyah*

Berangkat dari pandangan bahwa reklamasi bisa memberikan maslahat yang besar bagi perkembangan ekonomi suatu negara, saya pun jadi rajin mencari-cari referensi untuk memperkuat pikiran apriori saya tersebut. Hasil googling, salah satunya, saya membaca jurnal ilmiah terbitan tahun 1991 yang membahas tentang manfaat reklamasi di negara kecil Singapura, Hongkong dan Makau.

Meskipun literatur lama, paling tidak ini bisa lebih meyakinkan saya, bahwa benar pandangan saya tentang manfaat reklamasi bagi perkembangan ekonomi negara. Apalagi, referensinya dari jurnal ilmiah dan ditulis pakar yang mumpuni.

Boleh jadi, apa yang ditulis oleh kedua pakar ini juga ikut mempengaruhi pemerintah Indonesia saat itu yang kemudian menerbitkan Keppres No. 52 Tahun 1995 tentang reklamasi di pantai utara Jakarta. Berikut adalah nukilan saya tentang hal yang saya baca dari jurnal ilmiah tersebut. Simak ya.

(Kolase pribadi)
(Kolase pribadi)
Reklamasi dalam Perkembangan Singapura, Hong Kong dan Makau 

Signifikansi spasial dari reklamasi lahan di kawasan pantai dalam perkembangan tiga negara kecil di Asia Tenggara, yakni Singapura, Hong Kong dan Makau pernah diteliti dan dibandingkan oleh Dr. Glaser dari Universitat Wursburg, Jerman dan Dr. Walsh dari University College of Swansea, Inggris. 

Dalam makalah yang dimuat dalam Jurnal Kluwer Academic Publisher ini, di ketiga wilayah tersebut, tingkat reklamasi telah menjadi indeks tingkat perkembangan ekonomi.  Singapura, Hong Kong dan Makau, yang menjadi  subjek dari penelitian ini, karena kontribusi reklamasi berkembang menjadi negara-negara Industri Baru (NIC) dan telah digambarkan oleh media sebagai "naga ekonomi".

Dalam makalah ini, Glaser dan Walsh meringkas fase-fase penting dan alasan reklamasi lahan di Singapura, Hong Kong, dan Makau. Di ketiga wilayah itu, mereka berdua mengidentifikasi ada empat fase evolusi yang berbeda dalam proses reklamasi dari awal hingga saat penelitian dilakukan.

Periode pertama, yang berlangsung hingga sekitar pergantian abad, menurut Glaser dan Walsh melibatkan proyek-proyek yang relatif tidak direncanakan dan berbiaya murah dengan fokus utama settlement. Selain itu, yang dibangun dalam kurun waktu ini adalah drainase rawa dan juga pelabuhan.

Pada periode kedua, yang berlangsung hingga Perang Dunia II, alasan utama reklamasi lahan lebih strategis dan bukan untuk pemukiman. Teknologi baru memungkinkan daerah-daerah berkualitas rendah untuk dieksploitasi dan direklamasi.

Setelah Perang Dunia II, kekuatan pendorong yang paling penting adalah permintaan lahan untuk pertumbuhan industri dan ekspansi pelabuhan. Dalam fase ketiga ini, pra-kondisi spasial alamiah praktis tidak berperan. Fase ini paling penting di Singapura dan Hong Kong, di mana pertumbuhan ekonomi berlangsung cepat. Sementara di Makau, karena alasan politik dan ekonomi berada dalam stagnasi ekonomi.

Pada tahap akhir di awal tahun 1980-an, berbagai proyek dimulai untuk mempertahankan status wilayah sebagai pusat ekonomi dan komersial dunia. Keterpaduan antara kawasan industri dan komersial dalam area yang berdekatan menjadi prioritas dalam pembangunan.

Pengembangan lahan melalui reklamasi memberikan indikasi yang sangat jelas tentang perkembangan dinamis di ketiga wilayah kecil ini. Fakta ini sebelumnya tidak diberi perhatian dalam disiplin ilmu geografi "spasial yang berorientasi lahan". Glaser dan Walsh menyarankan, perubahan lahan dan langkah-langkah reklamasi lahan dapat dimasukkan sebagai indikator pertumbuhan ekonomi dalam studi geografi ekonomi. Menurut pendapat mereka, kecilnya wilayah tidak dapat lagi dianggap sebagai masalah pembangunan.

(sumber: webtretho.com)
(sumber: webtretho.com)
Reklamasi di Singapura

Glaser dan Walsh memberikan porsi paling besar menyoroti proses reklamasi dan perkembangan negara kota Singapura. Di negara ini, reklamasi memiliki korelasi positif yang tinggi dikaitkan dengan perkembangan ekonomi negara.

Langkah reklamasi lahan pertama di Singapura, dalam empat evolusi fase versi Glaser dan Walsh, dilakukan tidak lama setelah Raffles menjadi gubernur, pada tahun 1819. Raffles, ketika itu mengkonversi desa nelayan kecil menjadi  pusat perdagangan.

Tidak ada perubahan yang signifikan sampai tahun 1849. Kondisi sedikit berubah ketika ada urgensi strategis, militer dan administratif wilayah tersebut yang terkait kepentingan Inggri. Selain itu, juga karena dibukanya Terusan Suez pada tahun 1869 yang semakin meningkatkan hubungan dengan Eropa. Fase pertama ini berlangsung hingga pergantian abad.

Setelah waktu ini, dan khususnya antara 1919 dan 1923, reklamasi untuk kepentingan umum dan tujuan militer dalam rangka perlindungan pesisir semakin meningkat. Perpanjangan pelabuhan dipercepat. Lebih lanjut reklamasi tanah diperlukan untuk pembangunan jaringan transportasi, termasuk tanggul jalan dan rel kereta api.

Fase kedua ini terganggu oleh pendudukan Jepang selama Perang Dunia II. Setelah perang sampai era otonomi pada 1960-an, proses perluasan wilayah melalui reklamasi relatif stagnan karena tingkat industrialisasi yang rendah.

Reklamasi tanah mulai menggeliat kembali sejak negara kota ini merdeka di tahun 1967. Dari titik ini, proyek reklamasi lahan berskala besar seluas ratusan hektar dilakukan untuk menyediakan permintaan yang semakin meningkat untuk lahan industri, infrastruktur transportasi, perdagangan dan perumahan. Singapura membangun Kawasan Industri Jurong, sebuah proyek reklamasi dengan luas sekitar 600 hektar di pantai.

Di tahun 1986 reklamasi lahan dari laut terhitung telah mencapai sekitar 8 km persegi, atau setara dengan jarak antara Pusat Kota dan Bandara Changi. Sebagian besar area ini dimanfaatkan untuk perluasan CBD ke daerah-daerah yang sebelumnya adalah laut.

Pada awal 1986, 266 hektar lahan direklamasi di area Marina South. Daerah lain juga direklamasi, misalnya di pulau-pulau lepas pantai yang berdekatan untuk industri petrokimia yang sedang berkembang. Pulau Sakra dan Pulau Bakau ditingkatkan ukurannya dari 15 hektar menjadi 155 hektar. Di Pulau Busing 51,2 hektar telah direklamasi untuk situs tangki minyak.

Sejak 1961, total sekitar 5.400 hektar lahan baru telah direklamasi di Singapura. Pada tahun 1991 sekitar 10% dari permukaan tanahnya akan merupakan tanah reklamasi. Pemerintah masih berencana untuk meningkatkan luas lahan Singapura sebesar 15% lebih besar. Luas permukaan total Singapura mencapai 626 km persegi pada tahun 1989. Dengan reklamasi yang masih berlanjut, total luas Singapura akan menjadi sekitar 25% lebih besar daripada pada tahun 1967.

Langkah intensif Singapura  melakukan reklamasi yang terus mendorong perkembangan industri dan pertumbuhan ekonomi, membuat Singapura dijuluki sebagai "Investment Paradise" dan juga "the Switzerland of South East Asia". Alasannya, Singapura saat itu telah mencapai tingkat kesejahteraan tertinggi di Asia.

Glaser dan Walsh menyebut, terdapat korelasi positif yang tinggi, pada tingkat signifikansi 99%, yang mangaitkan antara perdagangan dan ukuran populasi di satu sisi dengan area yang direklamasi di sisi lain. Selama waktu ini, Bank Dunia pun menyebut Singapura sebagai salah satu lahan penuh harapan. Di tahun 1991, Singapura menempati peringkat lima pusat komersial terkemuka di dunia.

*Penulis adalah aktivis sosial dan pemerhati lingkungan dari Komunitas Pemerhati Pembangunan Kota (KP2K).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun